Luluran. Salah satu ritual perawatan diri yang banyak dilakukan oleh kaum perempuan masa kini yang mandiri secara finansial. Artinya mereka yang memang memiliki dana lebih untuk melakukan perawatan diri. Juga memiliki kesadaran untuk merawat diri.Â
Sebab memiliki dana tapi tak memiliki kesadaran untuk merawat diri. Maka tak ada dalam agendanya jadwal pergi ke salon. Â Harga perawatan diri itu tidak murah lho. Bisa ratusan sampai puluhan juta rupiah. Tergantung salon yang dipilih. Salon biasa atau salon ternama. Namun standar rata-rata kalau pergi ke salon untuk perawatan diri berkisar ratusan ribu rupiah.
Jadi memang perlu mempersiapkan dana khusus. Lalu bagaimana jika kita punya keinginan merawat diri tapi terbentur dana? Ya siap-siap gigit jari saja. Eh, enggak dong. Tenang, selalu ada jalan. Seperti kata iklan produk layanan jasa. Memang benar kok selalu ada jalan selama kita memiliki niat. Seperti yang saya lakukan selama ini.Â
Sebagai perempuan yang terlahir dari keluarga Jawa, sejak remaja, ibu saya sudah mengenalkan berbagai jenis perawatan tubuh. Mulai dari luluran sampai jamu-jamuan. Pokoknya perawatan luar dalam deh. Saat remaja sih saya suka ogah-ogahan kalau disuruh luluran.Â
"Emangnya putri keraton. Kayak orang mau nikah saja," begitu protes saya.
Karena saya tahunya seperti itu. Luluran identik dengan orang mau nikah dan putri-putri keraton. Lha, saya kan rakyat biasa. Belum mau menikah juga. Buat apa lulur-luluran segala macam.Â
"Eh, arek sekarang kalo dibilangin orang tua suka ngeyel. Luluran itu bagus untuk melancarkan peredaran darah. Bau lulurnya bikin badan segar dan wangi. Sudah menjadi tradisi turun-temurun. Jadi bukan cuma putri-putri keraton saja yang dilulur. Yang namanya perempuan Jawa memang harus begitu.
Setelah besar dan memiliki penghasilan sendiri, kebiasaan tersebut tetap saya lakukan. Tentu saja lulurannya di salon. Sebenarnya kata ibu saya sayang-sayang luluran di salon. Luluran sendiri di rumah lebih hemat dan baunya lebih tradisional. Karena menggunakan lulur mangir yang warnanya kekuningan.Â
Saya ikuti saran ibu. Meski sesekali pergi juga ke salon. Memang benar sih kata ibu. Yang tradisional itu lebih khas dan berbeda. Saya kalau usai luluran (biasanya hari Minggu). Esoknya di tempat kerja aromanya masih tercium oleh teman-teman. Awalnya mereka tidak tahu.Â
"Kok gue nyium bau-bau jamu ya?" ujar kawan yang satu.