Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Syukur, Kalimat Penyemangat Ketika Lebaran Tetap Bekerja

9 Mei 2021   22:49 Diperbarui: 9 Mei 2021   22:57 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lebaran tetap bekerja? Saya pernah mengalaminya. Perasaan saya saat itu? Nelongso. Bahasa Jawa yang artinya sedih sekali. 

"Gini amat ya nyari duit. Lebaran orang-orang kumpul sama keluarga, kita berangkat kerja."

Itu perasaan yang tak hanya saya yang rasa. Tapi juga teman-teman yang saat itu mendapat jatah masuk kerja. 

Saat itu. Saat belum ada media sosial. Jangankan Facebook, Instagram, Twitter atau Tik Tok. Ponsel pun belum ada. Alat komunikasi yang ada saat itu masih berupa pager.

Bisa dibayangkan bagaimana perasaan saya dan teman-teman bukan? Ini risiko pekerjaan. Sebagai pramuniaga di salah satu store besar, kami tetap bekerja sesuai jadwal yang ditentukan. Store kami tetap buka. Hanya saja lebih siang dari biasanya. Agar kami yang merayakan lebaran bisa salat Idul Fitri dan berlebaran dengan tetangga.

Tetap saja pada saat berangkat bekerja ada perasaan enggan. Tidak bersemangat. Karena suasana lebaran. Masih ingin bercengkerama dengan sedulur yang sudah lama tak bertemu. Bisa bertemunya hanya saat lebaran seperti ini. Makanya tak ada gairah dalam bekerja.

Tapi kami harus profesional. Walau hati menangis bibir harus tetap tersenyum menyapa pembeli. Harus bisa menahan perasaan manakala ada pembeli yang rewel dan menjengkelkan. Sudah kita sedang kesal karena lebaran kena jatah masuk. Eh, ini pembeli bawaannya bikin emosi jiwa. Duh, kalau tidak kuat-kuat imam bisa disemprot tuh pembeli. Habis ngeselin.

Dalam kondisi seperti itu saya dan teman-teman saling menguatkan satu sama lain. 

"Disyukuri sajalah. Alhamdulillah kita masih bekerja. Di luar sana banyak yang masih bingung mencari pekerjaan."

"Iya, betul. Di sini walau cuma bengong-bengong ada yang gaji? Coba kalau di rumah? Kerja seharian juga enggak ada yang gaji," ujar yang lain sambil berkelakar.

Memang benar sih. Jadi mau bagaimana lagi? Dinikmati saja. Kalau saya mengalami hal tersebut zaman sekarang mungkin lain cerita.

Dimana zaman sudah serba digital. Media sosial bisa jadi hiburan. Tidak bisa berkumpul secara langsung dengan sedulur-sedulur bisa video call. Kita juga masih bisa terhubung dengan teman-teman melalui media sosial. Intinya lebih ada hiburannya.

Zaman dulu atau zaman sekarang yang namanya bekerja saat lebaran itu tetap tidak enak. Menurut saya lho ya. Tapi kita tidak bisa menghindari takdir. Maka harus pandai-pandai menyemangati diri sendiri. Salah satunya dengan kalimat syukur tersebut. (EP)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun