Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Perawat Pribadi Lansia, Pekerjaan Mulia Rasa "Penjara"

11 April 2021   21:23 Diperbarui: 13 April 2021   15:08 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ups. Awalnya saya anggap pernyataan itu hanya guyonan semata. Ternyata tidak. Memang begitulah adanya. Berdasarkan kenyataan yang dihadapi oleh seorang teman yang bekerja sebagai perawat pribadi lansia.

Selama ini saya mengetahui jenis pekerjaan tersebut dari obrolan semata. Terutama dari mereka yang akan bekerja ke luar negeri sebagai TKW. Kebanyakan memilih pekerjaan sebagai perawat lansia.

Namun setelah memiliki teman yang pekerjaannya merawat lansia dan melihat sendiri bagaimana dia bekerja. Saya sungguh salut terhadap dirinya. Sebab jenis pekerjaannya tersebut membutuhkan kesabaran yang sangat luar biasa. Lahir dan batin.

Bagaimana tidak? Jika sepanjang hari dia berada di dalam kamar menunggui kakek atau nenek yang dirawatnya. Kalau si kakek atau nenek yang dia rawat masih bisa duduk di kursi roda, tentu masih ada waktu baginya untuk menghirup udara luar saat mengajak jalan-jalan si kakek atau nenek.

Namun jika si kakek atau neneknya sudah tidak bisa melakukan apa-apa. Hanya di tempat tidur saja. Maka si perawat harus senantiasa di sampingnya. Hal itulah yang dijalani oleh teman saya selama menjadi perawat pribadi lansia. Memang benar-benar seperti di penjara.

Kebetulan saya pernah sehari bersamanya. Berhubung dia tidak bisa keluar rumah. Maka saya yang berkunjung ke tempatnya bekerja. Sebuah rumah besar di salah satu kawasan elit Jakarta. 

Sesuai perjanjian kerja, teman saya ini memang tidak bisa keluar rumah. Sebab urusan si nenek, kebetulan yang dirawat oleh teman saya ini seorang nenek. Semua sudah diserahkan kepada teman saya. Dia yang bertanggungjawab mengurus segala keperluan si nenek. Jika ada keluarga atau teman yang ingin berkunjung dipersilakan. Asal hari Sabtu atau Minggu. Karena mereka semua ada di rumah.

Mungkin khawatir juga kalau ada yang berkunjung sementara mereka tidak di rumah. Maka begitulah. Saya mengunjungi si teman dalam suatu kesempatan. Berkenalan dengan tuan rumah dan si nenek yang tergeletak di tempat tidur. Tidak bisa berbicara. Hanya mata dan telinganya yang masih berfungsi.

"Yah, beginilah pekerjaanku."

Saya perhatikan sekeliling ruangan kamar tempatnya bekerja sehari-hari. Serba ada. Kulkas, televisi, kamar mandi. Sudah seperti di kamar hotel.

"Mba betah enggak keluar rumah sama sekali?" tanya saya ingin tahu.

"Ya, betah enggak betah. Namanya risiko pekerjaan. Anggap saja seperti mengurus orangtua sendiri meski rasanya seperti di penjara."

"Dulu waktu masih bisa bangun dan duduk di kursi roda. Aku masih suka ajak jalan-jalan ke taman. Atau aku ikut mendampingi saat jalan-jalan ke mall. Sekarang sih aku yang enggak tenang kalau ke luar rumah untuk jalan-jalan atau apalah. Jadi di rumah saja. Meski ada waktu libur juga dalam satu Minggu itu."

Iya, ya. Benar-benar seperti di penjara. Namun sangat mulia pekerjaan yang dilakukannya. Karena merawat orangtua yang sudah sepuh dengan penuh kesabaran layaknya orangtua sendiri.

Apakah tidak ada pekerjaan lain yang bisa dia lakukan? Sehingga memilih pekerjaan tersebut?

Sebagai mantan perawat di sebuah rumah sakit tentu inginnya bisa kembali bekerja seperti dulu. Namun karena faktor usia maka bekerja sebagai perawat pribadi lansia menjadi pilihan yang sesuai. 

Karena kondisi pula akhirnya teman saya menerima pekerjaan tersebut. Saat memutuskan menikah dan memiliki anak dia rela berhenti dari pekerjaannya demi mengurus keluarga. Siapa yang tahu dengan masa depan seseorang? Setelah anaknya besar justru rumah tangganya retak. Dia dan suami memutuskan bercerai. Demi membiayai si anak yang kebutuhannya sudah banyak maka ia memutuskan untuk bekerja. 

"Anakku sebentar lagi kuliah. Jadi butuh biaya banyak Mba. Makanya aku kerja lagi. Gajinya lumayan besar. Sebandinglah dengan risiko pekerjaannya yang seperti terpenjara," ujar teman saya sambil tersenyum.

Yah, setiap orang memang memiliki jalan hidupnya sendiri. Termasuk teman saya ini. Perempuan single parent yang rela bekerja sebagai perawat pribadi lansia demi sang anak. Tetap semangat ya teman. (EP)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun