Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

{RTC} Pesan Terakhir

30 Januari 2021   23:02 Diperbarui: 31 Januari 2021   00:04 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku tak ingin mempercayainya. Namun kenyataannya seperti itu. Di televisi dan media online. Semua memberitakan tentang gempa yang terjadi di kampung halamanmu. Kampung halaman yang kau banggakan padaku. Kampung yang baru saja kita bicarakan beberapa jam sebelum peristiwa itu terjadi.

"Kapan kakak akan ke Palu? Berkabar ya Kak. Nanti main ke kampung halamanku."

"Harus itu.  Memang ada apa di sana?" tanyaku.

"Pantainya bagus, Kak. Aku akan ajak kakak melihat deretan kapal khas Mandar."

Mataku langsung berbinar-binar mendengar kata Mandar. Mandar adalah salah satu suku yang ada di Sulawesi Barat. Aku menyukai keragaman suku bangsa yang ada di negeri ini. Bisa mengunjungi suku-suku yang ada merupakan impianku. Maka ketika mendapat tawaran seperti itu hatiku langsung berbunga-bunga.

"Memang di mana kampung halamanmu?"

"Mamuju. Aku tunggu di Mamuju ya, Kak?"

MA-MU-JU

Bibirku bergetar mengeja nama itu. Nama daerah yang mengalami gempa hebat pada dini hari yang dingin. Kutekan nomormu untuk mengetahui kondisi di sana. Namun tak ada sahutan. Kukirim pesan singkat pun tak ada balasan. Berulangkali kuhubungi nomormu. Tetap tak ada sahutan.

Sekujur tubuhku luluh lantak melihat kondisi daerah sana melalui televisi. Tak sadar air mata ini menetes tanpa bisa kubendung. 

Dear sahabat,

Aku masih ingat betul bagaimana senangnya dirimu saat mengetahui aku mendapatkan tugas ke daerah Palu. Kota tempatmu bekerja saat ini.

"Kakak benar akan ke Palu?" tanyamu melalui DM.

"Iya, benar. Ada tugas ke sana," kataku.

"Asiiik. Kita meet up ya, Kak." 

"Tentu," sahutku.

Kamu terlihat gembira. Hal itu bisa kulihat dari emoticon yang kau kirimkan.

Aku dan kamu berkenalan lewat grup WA yang sama-sama kita ada di dalamnya. Melalui beberapa kali interaksi di grup. Berlanjut melalui DM dan akhirnya menjadi dekat. 

Banyak hal yang kita bicarakan dan diskusikan meski belum pernah bertemu. Ada banyak mimpi yang ingin kita wujudkan bersama. Juga tentang harapanku untuk bisa mengunjungimu suatu saat nanti.

"Doa kakak didengar oleh Tuhan. Yeah, akhirnya kakak akan datang ke sini," teriakmu saat kuberitahu agenda kerjaku di sana. 

Hampir setiap malam aku bertanya padamu tentang daerah sana. Karena aku benar-benar tidak paham. Kamu dengan penuh semangat menceritakan semua yang ingin kuketahui.

Beberapa jam sebelum peristiwa itu terjadi, kamu masih mengirim pesan kepadaku. Tentang kepastian kedatanganku. 

"Iya, tunggu saja. Surat penugasanku sedang dipersiapkan."

"Siiip."

"Kutunggu di Mamuju," katamu.

"Siap."

"Tunggu aku di Mamuju," sahutku.

Lalu kau tertawa. Tentu saja diwakilkan oleh emoticon yang kau kirim. 

Rupanya itu senyum terakhir yang kau berikan dan itu pesan terakhir yang kaukirim. Sebab selang beberapa jam kemudian berita itu muncul. Kau pun hilang bak ditelan bumi. 

Sahabat,

Aku berharap kau baik-baik saja. Meski kondisi di sana tak baik. Aku selalu menanti kabar darimu. Aku tanyakan di grup tak ada yang tahu. Akhirnya aku hanya bisa berdoa dalam diam. Semoga Tuhan melindungi dirimu di mana pun berada.

"Kutunggu di Mamuju."

Pesan terakhir yang kau kirim. Pesan yang membuatku bersemangat dalam menerima tugas ini. Namun kini aku merasa tak ada gairah. Sebab tak ada yang menunggu kedatanganku.

Lagipula aku juga sangsi. Apakah akan tetap ditugaskan ke sana atau tidak setelah peristiwa itu terjadi. Hanya doa dan doa yang bisa kupanjatkan untukmu.

Sampai suatu hari. Aku dikejutkan oleh pesan masuk darimu.

"Kak, ini aku. Maaf Kak baru bisa berkabar. Aku kesulitan sinyal. Kabarku baik kak. Karena saat kejadian itu aku sedang ada di Palu. Tapi keluarga di kampung yang kondisinya parah kak."

Sahabat,

Aku merasa lega sekali mendengar kabar darimu 

"Ya, Tuhan. Syukurlah kamu baik-baik saja," kataku.

"Iya, kak. Terima kasih. Berkat doa kakak juga. Jadi kapan kakak ke sini?" tanyamu.

"Mungkin tidak dalam waktu dekat ini. Karena situasi dan kondisi. Kalau pun tak ada penugasan. Rasanya aku akan tetap ke sana," kataku.

"Wah, senangnya."

 "Kutunggu di Mamuju. Eh, di Palu," katamu.

Aku tersenyum membaca pesanmu ini. Yang ternyata bukan pesan terakhir. (EP)

Karya ini diikutsertakan dalam rangka mengikuti Event Surat Rindu Untuk Sahabat yang Berduka.

Dokumen Rumah Pena Inspirasi Sahabat
Dokumen Rumah Pena Inspirasi Sahabat

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun