Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rohyati Sofjan, Berkarya dalam Sunyi

7 November 2020   05:00 Diperbarui: 7 November 2020   05:18 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ludwig van Beethoven. Siapa yang tak mengenal namanya? Meski bukan seorang musisi atau pianis. Namun kala disebutkan nama Beethoven pasti menganggukkan kepala meski tak sepenuhnya paham.

"Oh, iya tahu. Yang jago piano itu kan?"

Yap. Beethoven adalah seorang komponis asal Jerman yang lahir pada 26 Maret 1827. Seorang komponis besar. Karyanya yang paling terkenal adalah Simfoni Kelima dan Kesembilan. Sementara lagu pianonya yang terkenal adalah Fur Elise. Bagi penggemar piano tentu paham betul dengan lagu tersebut.

Lalu apa kaitannya Beethoven dengan Rohyati? Tokoh yang menjadi judul tulisan ini? Tidak ada. Hanya saja mereka memiliki kemiripan kisah. Yakni sama-sama berkarya dalam sunyi. Maksudnya bagaimana berkarya dalam sunyi itu? 

Jadi Beethoven ini pada tahun 1801 kehilangan pendengarannya. Dan pada tahun 1817 makin parah. Ia benar-benar tuli total. Namun dalam kondisi seperti ini ia tetap berkarya menciptakan musik yang tetap bagus dan termasyur sampai sekarang.

Nah, Rohyati kurang lebih seperti itu. Perempuan kelahiran Bandung, 3 November 1975 ini pernah mengalami kecelakaan yang membuat kedua telinganya tak berfungsi secara total.

Bisa dibayangkan, seorang anak yang awalnya lincah dan gesit melakukan semua kegiatan. Tiba-tiba harus hidup dalam kesunyian karena tak bisa mendengarkan apa-apa. Bagaimana ia menjalani kehidupan selanjutnya tak bisa terbayangkan. 

Namun kenyataannya, kini ia adalah salah satu penulis yang karya-karyanya sudah bertebaran di berbagai media cetak maupun media online. Seperti Pikiran Rakyat, Galamedia, Bandung Post, Republika, Jawa Pos, Suara Karya, Batam Pos, Padang Ekspres, Annida, BEN! Media Luar Biasa, Syir'ah, PETA News, Jendela Newsletter, cybersastra.net, angsoduo.net dan titik koma.com

Beberapa buku antologi pun ia miliki. Seperti Bandung Dalam Puisi, Dian Sastro for President, End of Trilogi, Roh, Herbarium, Loktong dan Viaduct. Pada bulan Juli tahun 2020 ia menerbitkan buku solo perdananya yang berjudul Pelayaran Tristan. Sebuah buku kumpulan cerita pendek terbitan Media-Data Center Wanadri.

Rohyati dikenal juga sebagai seorang blogger yang aktif di media sosial. Kok bisa? Padahal dia kan.....

Tuli? Memang iya. Hebat bukan? Mereka yang tidak tuli alias sempurna saja belum tentu bisa menghasilkan karya. Apalagi sampai tembus di media massa. Lalu bagaimana bisa?

Semangat. Ya, semangat hidupnya tak padam hanya karena kecelakaan semata. Setelah dewasa ia berprinsip bahwa hidup pun berharga dalam kesunyian. Maka ia memilih jalur menulis agar lebih paham makna kehidupan. 

Melalui tulisan ia tuangkan semua yang ada di benaknya. Apa yang ia lihat, rasakan  dan yang ada diingatannya. Baik itu berupa cerita pendek, puisi maupun esai. Kemudian mengirimkannya ke media cetak atau online. Kebanyakan pernah ditolak. Tapi ia tak putus asa. Hingga kemudian tulisannya bertebaran di mana-mana.

Buku Pelayaran Tristan yang merupakan karya solo perdananya hasil endapan sekian tahun di sebuah penerbitan. Si penerima naskah yang saat itu bekerja sebagai editor mengisahkan, bahwa pada tahun 2000 seorang perempuan muda menemuinya. Ia tidak berkata jelas. Hanya menyerahkan naskah dan pergi begitu saja. 

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Karena kesibukan maka naskah itu pun terabaikan. Setelah sekian puluh tahun terpendam dalam hard disk dan si editor mulai membaca serta mengeditnya. Ia pun bermaksud menerbitkan buku tersebut. Apalagi setelah ia mengetahui bahwa si penulis adalah seorang tunarungu. Menurutnya karya Rohyati adalah refleks dua dunia. Kenyataan dan fantasi yang menjadi sumber inspirasinya.

Rohyati hidup di dunia yang sunyi. Dunia tanpa bunyi. Tentu bukan hal mudah. Namun kenyataannya ia bisa menghasilkan karya lewat bahan-bahan bacaan yang ia rangkai kembali kata demi kata. 

Perempuan bernama lengkap Rohyati Sofjan ini sekarang tinggal di Limbangan, Garut, Jawa Barat. Bersama suami dan buah hati tercinta. Kini sudah bisa dipahami kaitan antara Beethoven dan Rohyati? Mereka sama-sama berkarya dalam sunyi. Bedanya, Rohyati menikah dan dikaruniai buah hati. Sedangkan Beethoven tidak menikah sampai akhir hayatnya. 

Sunyi juga menawarkan pilihan. Tinggal bagaimana penghuni kesunyian tersebut bisa memaknainya. (EP)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun