Tukar Peran rumah tangga? Santuy saja.Â
"Kok bisa?"
Sebab sudah terlatih sejak kecil.Â
"Bagaimana ceritanya?"
Jadi ya? Sejak ABG itu saya sudah dibiasakan oleh orang tua untuk melakukan pekerjaan yang tak biasa. Seperti menemani bapak naik ke atap membetulkan genting. Mengambilkan alat-alat pertukangan kala bapak membuat meja.
Tak hanya itu. Saya juga kerap diminta memegangi ayam yang akan dipotong oleh bapak. Memanjat pohon saat mangga dibelakang rumah berbuah. Pokoknya selalu dilibatkan ketika orang tua melakukan suatu pekerjaan.
"Jadi perempuan harus serba bisa."
Nasihat ibu kala itu. Sejujurnya kerap membuat hati saya jengkel. Namanya juga ABG ya? Punya keasikan tersendiri dan suka jaim. Khawatir pas naik genting kepergok cowok yang dikecengin. Bisa ilfeel dia... hahahaha. Ituyang ada dalam benak saya kala itu.
"Walaupun perempuan. Jangan kalah dari laki-laki."
Begitu nasihat bapak. Saya iya, iya saja. Meski dalam hati merasa dongkol. Rasanya kok tidak disayang sebagai anak perempuan. Disuruh melakukan pekerjaan berat. Perasaan teman-teman perempuan sebaya sangat disayangi oleh orang tuanya. Disuruh belajar saja.Â
Tapi mau bagaimana lagi. Namanya anak, menurut saja apa kata orang tua. Maka sejak ABG itu saya sudah terbiasa membantu ibu memasak di dapur dan membantu bapak di kebun. Padahal sudah ada adik lelaki yang membantu bapak. Tetap saja saya dilibatkan.