Rindu. Sebait rasa yang bisa menghimpit dada bila tak lekas diobati. Terutama kerinduan akan suasana kampung halaman. Obat rindu hanya satu. Yaitu bertemu.
Namun dalam kondisi seperti sekarang ini. Bertemu hanya akan membuat hati jadi tak menentu didera keraguan. Sebab menjaga jarak protokoler yang mesti diterapkan.
Sebagai orang yang melewatkan masa kecil di desa, tentu kerinduan terhadap desa yang ditinggalkan kerap bertalu-talu di dada. Kesegaran udara pagi di desa dan lalu lalang petani yang hendak pergi ke sawah, romansa yang tak bisa dihilangkan begitu saja. Â
Secangkir teh dan sepiring tiwul, getuk, cetot serta cenil. Jadi teman setia dalam menyambut pagi di desa. Kicau burung yang berloncatan dari dahan ke dahan pepohonan di sekitar rumah, musik alami pengiring pagi.
Itu suasana pagi yang kerap dirindukan ketika sudah menjadi masyarakat perkotaan. Dulu bisa saja sewaktu-waktu pulang ke desa jika rasa rindu mendera. Tidak demikian untuk saat ini.
Perasaan itu harus ditekan kuat-kuat demi kebaikan semua. Sebagai pengalihannya maka ciptakan sendiri romansa yang dirindukan tersebut.
Caranya, dengan hunting atau berburu jajanan desa yang sudah langka tersebut. Tiwul, getuk, cetot, cenil dan ketan hitam yang ditaburi dengan kelapa parut serta sedikit gula. Seduh teh tawar sebagai pelengkap.Â
Nikmati sambil duduk di teras memandang pot-pot tanaman yang berjejer rapi. Semoga hijaunya tanaman di teras rumah cukup untuk mengobati rindu akan desa tercinta. (EP)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H