Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Gabin, Biskuit Jadul yang Tetap Nikmat dan Memikat

29 Agustus 2020   08:53 Diperbarui: 29 Agustus 2020   08:51 4888
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gabin. Mendengar namanya pasti ada yang mengerutkan kening. Terutama anak-anak jaman sekarang. Tapi coba tanyakan pada oma opa, kakek nenek atau eyang kung eyang ti. Pasti sebagian besar bergumam, "Oh, itu biskuit kesukaan eyang waktu muda."

Nama gabin memang tidak terlalu familiar di telinga anak muda. Namun ketika disebutkan kalau gabin adalah salah satu biskuit produksi brand kenamaan Indonesia. Anak-anak muda itu baru "ngeh." Oh, biskuit. Iya, iya tahu. Biskuit yang gambarnya jadul itu kan? 

Ya, kemasan biskuit gabin memang terlihat jadul dibandingkan jajanan biskuit lain. Tapi di situlah sisi menariknya biskuit gabin. Klasik. Meski terlihat jadul tapi soal rasa jangan ditanya. Tetap nikmat dan memikat hati. 

Biskuit gabin ini bentuknya persegi. Tebal dan terasa keras saat dipegang. Tapi begitu dimakan, renyah dan lembut. Rasa susunya terasa sekali saat dikulum. Sangat cocok untuk teman minum kopi atau teh. Saya bisa lupa waktu kalau sudah duduk manis berhadapan dengan secangkir teh panas dan biskuit gabin.

Kenapa sih gabin disebut biskuit jadul? 

Karena biskuit ini sudah ada ketika oma opa kita masih muda. Sedangkan saya mengenal biskuit ini sekitar tahun 90-an. Sudah lama sekali bukan?

Awalnya saya selalu menolak saat nenek menawari biskuit gabin ini. Bentuknya yang hanya persegi polos itu sangat tidak menarik hati. Begitu dipegang pun terasa keras. Anak-anak mana suka model biskuit macam itu.

"Enggak mau ah, Nek. Enggak enak."

"Bocah ya? Belum juga dicoba sudah bilang enggak enak. Coba dulu. Ini empuk dan manis kok," ujar nenek.

Tetap saja saya tidak mau. Bagaimana bisa dibilang enak, bentuknya saja begitu. Tak ada cream atau cokelatnya pula. Bagaimana bisa dibilang manis. Begitu pemikiran kanak-kanak ini. Namun ketika pada suatu hari saya "terpaksa" mencicipi biskuit tersebut. Saya jadi membenarkan ucapan nenek.

"Iya, Nek. Ternyata enak."

"Makanya jangan bilang enggak enak dulu. Coba dulu baru komentar," kata nenek.

Saya hanya tersenyum mendengar ucapan nenek. Kini pun saya kerap tersenyum jika mengenang semua itu saat menikmati biskuit gabin sambil ngeteh. Biasanya orang rumah yang suka meledek. 

"Ngapain senyum-senyum sendiri?"

Yang saya jawab dengan senyuman saja. 

Cerita dibalik nama gabin

Saya sempat penasaran dengan nama biskuit ini. Kok gabin sih? Lucu amat. Begitu nenek menceritakannya saya pun mulai paham. Cerita dari mulut ke mulut memang cepat diterima oleh masyarakat. Istilahnya bisa bikin nge-hits. Tapi juga bisa membuat segala sesuatunya mengalami perubahan dengan sendirinya. Efek salah dengar atau salah tangkap apa-apa yang diucapkan.

Seperti biskuit gabin ini. Konon awalnya biskuit ini hanya diperuntukkan bagi para penumpang kapal. Jadi ketika ada penumpang yang mabuk laut maka petugas kapal memberikan beberapa biskuit untuk membuat si penumpang tadi merasa nyaman.

Rupanya biskuit tersebut rasanya enak. Beberapa penumpang ada yang sengaja memintanya lagi. Cabin biscuit atau Biskuit Kabin begitu mereka menyebutnya. Bahkan ada oma opa yang sengaja menyimpannya untuk ditunjukkan pada anak cucu saat kapal berlabuh. 

Dari sinilah merebak nama biskuit kabin yang kemudian nge-hits di jamannya. Berhubung tahunya dari mulut ke mulut. Maka nama kabin lama kelamaan terdengarnya gabin. Seperti itu sampai seterusnya.

Kini kita bisa menikmati biskuit jadul itu meski dalam kemasan berbeda. Kemasan boleh baru namun tak menghilangkan kesan jadulnya. Dan yang utama soal rasanya tetap tak berubah. Tetap enak dan memikat hati. (EP) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun