Ramadan tahun ini benar-benar membuat hati pilu? Wabah virus corona yang melanda dunia hingga Indonesia memberi dampak luar biasa bagi perekonomian.
Pembatasan Sosial Berskala Besar yang diberlakukan pemerintah Indonesia mengakibatkan kemandekan dibeberapa sektor usaha.
Tak hanya pelaku usaha kecil menengah yang merasakan akibatnya. Pengusaha besar pun sama. Banyak karyawannya yang dirumahkan. Â
Pelaku usaha rumahan yang biasanya bersemangat menyambut bulan Ramadan, karena mendapatkan untung berlipat saat berdagang di bulan Ramadan. Kini hanya bisa gigit jari.
"Enggak bisa diharapkan lagi, Kak. Sepi."
Demikian keluhan yang dilontarkan oleh salah satu sedulur  yang usaha sehari-harinya berjualan kue di depan rumah. Â
"Bingung mau usaha apalagi, Kak. Mana pula bapaknya anak-anak sudah satu Minggu ini di rumah saja. Tempat kerjanya tutup."
"Kalau mau beli beras sama aku aja ya, Kak. Beras banyak nih. Uang untuk beli lauk yang tak ada."
Duh, bagaimana hati ini tak pilu mendengar keluhan semacam ini. Okelah, saya masih  bisa bantu semampunya. Namun begitu ada keluhan lain yaitu diusir dari kontrakan akibat belum bisa membayar.Â
Batin saya menangis mendengar keluhan ini. Sebab tidak bisa membantu banyak. Sudah tidak bisa beribadah bulan Ramadan dengan lancar. Tak bisa salat tarawih, ngabuburit dan tak mendengar celoteh anak-anak berteriak sahur, sahur. Ditambah kondisi sedulur seperti ini. Â
Sedihnya berlipat. Kalau begini, saya jadi teringat lagunya Oppie Andaresta.