Kematian itu sungguh tak terduga. Mengejutkan siapa saja yang mendengarnya. Hal ini yang saya rasakan pagi tadi. Sebuah pesan dari WhatsApp Grup mengabarkan tentang berita meninggalnya Didi Kempot. Saya terlogok. Benar-benar tak percaya.
"Loh, bukannya lo habis posting tentang Didi Kempot ya?"
"Kok bisa pas banget ya?"
Komentar yang muncul di WhatsApp Grup.
Ya, dini hari tadi tepat pukul 01.38 WIB saya posting di Instagram tentang kenangan dengan almarhum bapak saat mendengarkan lagu Didi Kempot.
Jauh sebelum beliau mendapat julukan "The God Father of Broken Heart" saya dan bapak menyukai lagu-lagu Didi Kempot. Â Kalau sudah memutar lagu-lagu Didi Kempot, bisa sampai ketiduran.Â
Lagu yang menjadi favorit kami berdua judulnya "Stasiun Balapan." Entah lah, rasanya lagu ini "dalem banget" liriknya.Â
"Ning stasiun balapan. Rasane koyo wong kelangan"
Dini hari tadi saat terbangun dari tidur. Saya memutar lagu tersebut melalui channel YouTube. Saya nikmati tiap bait liriknya sambil mengenang sosok bapak yang telah tiada.Â
Stasiun balapan merupakan lagu kenangan antara saya dengan bapak. Kami berdua kerap tanpa sengaja menyenandungkan lagu ini berbarengan. Kemudian ibu tiba-tiba datang nyletuk, " Anak sama bapak podo ae. Sing dinyanyiin lagu Didi Kempot. Koyo wong patah hati."
Kalau ibu ngegerendeng begitu, saya dan bapak hanya senyum-senyum saja.Â
"Lha, wong lagu-lagune enak yo Nduk," kata bapak meminta persetujuan saya.
Ada lagi kenangan dengan bapak yang tak terlupakan. Â Terutama dalam suasana bulan puasa seperti ini. Biasanya saya dan bapak kalau siang hari tidur-tiduran di depan televisi sambil menyetel lagu-lagu Didi Kempot.
Diiringi semilir angin dari kipas angin, rasanya tuh ayem tenan. Tanpa sadar kami tertidur. Begitu tersadar, bapak kerap berteriak, "Kok tv-nya dimatiin sih. Wong lagi nonton Didi Kempot."
"Nonton opo? Sing ono tv-nya yang nonton orang tidur," sahut ibu.
"Loh, tidur toh aku mau kuwi," kata bapak.
"Enggak cuma tidur. Tapi ngorok nggar-ngngor," sahut ibu.
Kalau sudah begitu, saya dan bapak hanya bisa tertawa. Ah, bapak. Seperti baru kemarin saja hal ini terjadi. Padahal sudah hampir 20 tahun bapak pergi meninggalkan kami selamanya.
Di dini hari tadi saya memutar lagu Didi Kempot karena terkenang bapak. Pagi tadi Didi Kempot dikabarkan meninggal dunia. Sungguh saya tak percaya mendengarnya.
Setelah menonton berita di televisi. Saya baru benar-benar percaya. Ya, Tuhan. Kini keduanya hanya akan menjadi kenangan.
"SELAMAT JALAN MAS DIDI KEMPOT. SAYA SUNGGUH KELANGAN."
Tangerang, 5 Mei 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H