"Lha, wong lagu-lagune enak yo Nduk," kata bapak meminta persetujuan saya.
Ada lagi kenangan dengan bapak yang tak terlupakan. Â Terutama dalam suasana bulan puasa seperti ini. Biasanya saya dan bapak kalau siang hari tidur-tiduran di depan televisi sambil menyetel lagu-lagu Didi Kempot.
Diiringi semilir angin dari kipas angin, rasanya tuh ayem tenan. Tanpa sadar kami tertidur. Begitu tersadar, bapak kerap berteriak, "Kok tv-nya dimatiin sih. Wong lagi nonton Didi Kempot."
"Nonton opo? Sing ono tv-nya yang nonton orang tidur," sahut ibu.
"Loh, tidur toh aku mau kuwi," kata bapak.
"Enggak cuma tidur. Tapi ngorok nggar-ngngor," sahut ibu.
Kalau sudah begitu, saya dan bapak hanya bisa tertawa. Ah, bapak. Seperti baru kemarin saja hal ini terjadi. Padahal sudah hampir 20 tahun bapak pergi meninggalkan kami selamanya.
Di dini hari tadi saya memutar lagu Didi Kempot karena terkenang bapak. Pagi tadi Didi Kempot dikabarkan meninggal dunia. Sungguh saya tak percaya mendengarnya.
Setelah menonton berita di televisi. Saya baru benar-benar percaya. Ya, Tuhan. Kini keduanya hanya akan menjadi kenangan.
"SELAMAT JALAN MAS DIDI KEMPOT. SAYA SUNGGUH KELANGAN."
Tangerang, 5 Mei 2020