Entah bendungan air mata ini yang cetek alias dangkal, sehingga mudah bobol jika melihat dan merasakan sesuatu yang mengharukan. Atau kisah dalam filmnya yang memang bagus. Sehingga saya menitikkan air mata saat menonton film 3Â SRIKANDI.
Aish. Film 3 SRIKANDI itu kan tentang olahraga. Tentang kisah 3 SRIKANDI Panahan Indonesia yang berhasil mempersembahkan medali perak bagi Indonesia untuk pertama kalinya diajang olimpiade. Olimpiade Korea Selatan tahun 1988.
Memang benar. Namun kisah dibalik puja-puji yang diterima oleh ketiga Srikandi Panahan tersebut tidak diketahui oleh khalayak kan? Bagaimana perjuangan mereka untuk bisa masuk pelatnas dan bertarung di olimpiade. Nah, film 3 SRIKANDI mengulas tentang hal tersebut. Terlepas berapa persen cerita fiksinya. Biarkan itu menjadi rahasia dapur para kru film.
Saat pertama kali mengetahui kemunculan film ini tahun 2016 silam. Saya merasa antusias sekali untuk menontonnya. Saya penyuka olahraga. Jadi sangat senang dengan film-film sejenis ini.
Bagian dari film ini yang membuat saya terharu adalah saat 3 SRIKANDI tersebut bersama sang pelatih menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Memandang sang merah putih dengan bangga dan haru yang berkibar di antara bendera negara lain diajang olimpiade. Ajang olahraga tingkat dunia.
Saya larut dalam perasaan bangga dan haru yang mereka rasakan. Mengingat perjuangan mereka untuk mencapai titik ini tuh tidak mudah. Penuh peluh dan air mata. Bukan semata soal beratnya latihan yang mereka jalani. Melainkan juga beratnya jalan yang mereka lalui untuk bisa masuk pelatnas.Â
Masing-masing dari mereka harus menghadapi konflik batin yang berat demi mewujudkan cita-cita dan keinginan tersebut. Cita-cita mulia. Ingin mengharumkan nama Indonesia lewat kemampuan yang mereka miliki. Yakni sebagai atlet panahan.
Nurfitriyana yang diperankan oleh Bunga Citra lestari, harus sembunyi-sembunyi untuk bisa latihan. Ayahnya menentang keras keinginan nya untuk masuk pelatnas. Padahal itu merupakan mimpi semua atlet. Bisa terpilih dan lolos masuk pelatnas untuk selanjutnya bertarung diajang internasional. Membawa nama besar bangsa Indonesia. Bukankah itu sebuah kebanggaan?
Betapa berat konflik batin yang dihadapi oleh Nurfitriyana. Harus berhadapan dengan ayahnya sendiri yang notabene seorang TNI. Kebayang toh bagaimana perasaan Nurfitriyana kala itu?
Lalu ada kisah Lilies Handayani yang ditentang habis-habisan oleh kedua orang tuanya. Bahkan mereka akan menikahkan Lilies Handayani dengan pengusaha kaya. Tentu saja Lilies menolak. Ia terpaksa melawan kedua orang tuanya demi mimpi dan cita-citanya. Berat bukan?Â
Kusuma Wardhani tak jauh beda kisahnya. Ia pun harus menghadapi pertentangan batin yang cukup berat. Dalam kondisi ekonomi keluarga yang kekurangan. Ia justru memilih berhenti dari pekerjaannya sebagai Sales sepatu demi mewujudkan cita-citanya. Tentu saja ditentang oleh keluarganya. Ia diminta bekerja saja dengan baik. Berhenti bekerja kalau sudah diterima jadi PNS.Â