Tanpa memiliki kenalan, Andersen pergi ke kota. Tekadnya adalah menemui seorang penari terkenal ibu kota untuk menunjukkan kepiawaiannya bernyanyi. Ia berharap bisa diajak ikut serta dalam pertunjukan si penari.Â
Tetapi semua harapan itu kandas. Si penari yang ia kira baik hati ternyata sangat angkuh. Saat Andersen berhasil menemuinya ia justru dihina. Andersen pun akhirnya mencari pekerjaan sebagai penjaga toko pecah belah. Namun lagi-lagi ia dikira perempuan karena kehalusannya. Sehingga ia pun diberhentikan dari pekerjaannya.
Andersen sedih sekali. Tetapi ia tidak putus asa. Ia tetap menulis dan menulis serta mengikuti paduan suara. Sampai akhirnya tulisan Andersen yang berjudul "Gereja Dalam Hutan" bisa masuk majalah. Itulah karya pertama Andersen yang dimuat di sebuah majalah.
Sejak itu ia semakin giat menulis. Ia menulis skenario lalu ditawarkannya kepada Direktur Gedung Drama King. Sebuah gedung pertunjukan yang terkenal di kota itu. Tetapi karyanya selalu ditolak. Berbarengan dengan itu suaranya tiba-tiba menghilang. Ia pun dikeluarkan dari tim paduan suara. Andersen pun merasa putus asa.
Ia merasa menderita sekali. Sehingga muncul keinginan untuk bunuh diri saja. Ia tak sanggup lagi menahan penderitaan hidupnya. Di sebuah danau besar ia berniat mengakhiri hidupnya. Namun sekonyong-konyong muncul bayangan neneknya yang telah tiada. Membisikkan kata-kata penyemangat untuk Andersen.
"Tuhan tak pernah menutup jalan seseorang yang terus berjuang."
Andersen tersentak. Ia pun mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Andersen giat lagi menulis skenario. Dan tetap gigih pula menyerahkan kepada Direktur Gedung Drama King meskipun berulang kali ditolak lagi.
Karena kegigihannya itu Direktur Gedung Drama King memanggil Andersen. Lalu mengajukan bea siswa agar Andersen bisa sekolah lagi. Sang Direktur yang bernama Pak Colin itu merasa kalau Andersen memiliki bakat. Tetapi perlu diasah lagi. Karena itu ia me ngajukan bea siswa untuk Andersen.
Andersen merasa senang sekali. Ia pun belajar dengan giat. Namun cobaan masih terus menghantui hidupnya. Entah kenapa si kepala sekolah tempatnya belajar tak menyukai Andersen. Di matanya apa pun yang dilakukan Andersen selalu salah. Tetapi Andersen tidak berani mengatakan semua yang dialaminya kepada Pak Colin. Sebab bagi Andersen palm Colin itu baik sekali.
Pak Colin yang juga seorang penasihat kerajaan mengajak Andersen ikut dalam jamuan makan atau tamasya bersama. Dalam sebuah acara Andersen bahkan diminta untuk membaca sebuah puisi. Ia pun dengan senang hati melakukannya. Membaca puisi karyanya sendiri.
Andersen mendapatkan sambutan luar biasa usai membaca puisi tersebut. Namun hal ini tidak membuat kepala sekolah bersimpati saat mengetahui hal itu. Justru dibuatnya Andersen menderita melalui tipu muslihatnya.