Tak berapa lama peserta yang ditunggu tiba.Â
"Maaf, maaf. Tadi pas mau berangkat perut mendadak mules. Jadi ke belakang dulu deh. Makanya jadi terlambat."
Meski ada yang merasa kesal hati karena jadi terlambat berangkat. Pada akhirnya semua memaklumi kondisi ini. Setelah peserta yang terlambat sudah duduk nyaman. Aku kembali mengabsen para peserta. Begitu dirasa lengkap dan tak ada yang tertinggal lagi. Sopir bus dipersilakan untuk berangkat.
Saat bus sedang melaju perlahan tiba-tiba kondektur bus berteriak, "Tunggu! Itu ada yang lari-lari ke arah bus. Mungkin peserta yang ketinggalan juga."
Sontak, kami semua menengok ke arah belakang. Tiba-tiba bahuku ada yang menepuk.
"Kayaknya itu ibu kamu deh, Nay?"
Aku segera menoleh ke belakang. Dan terkejut bukan kepalang. Benar. Itu ibuku sedang berlari-lari mengejar bus sambil melambaikan tangan.
"Berhenti dulu pak sopir! Iya, benar. Itu ibu saya," teriakku.
Dengan tergesa dan jantung yang berdegup keras, aku menuju pintu belakang. Bus berhenti. Pintu belakang dibuka. Aku melompat turun menyambut ibu.
"Ada apa, Bu? Kenapa lari-lari begini?" kataku dengan nada cemas.
"Ini, roti tawarmu ketinggalan. Tadi waktu ibu pulang dari masjid kaget melihat kotak roti tawar yang sudah kamu siapkan sejak bangun tidur tergeletak di meja. Nanti kamu telat sarapan makanya ibu kejar. Ibu tadi naik sepeda dan melihat busnya masih ada. Begitu sudah dekat eh, ban sepedanya bocor. Jadi ibu lari saja. Sepedanya titip sama tukang  rokok di sana" ujar ibu dengan terengah-engah.