Dalam bidang pendidikan dan kebudayaan, seringkali kita mendengar selentingan kata-kata yang menyudutkan dunia pendidikan di Indonesia.Â
"Seharusnya seperti di Finlandia dong yang begini...begini..."
Tak mengapa berpendapat seperti itu. Setiap warga negara bebas mengutarakan pendapatnya. Itu salah satu haknya sebagai warga negara. Pemerintah pun dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menampung semua masukan yang datang.
Yang perlu dipahami. Setiap negara itu memiliki kultur sosial budaya yang berbeda-beda. Tidak bisa asal menerapkan sebuah sistem hanya dengan melihat hasil yang dicapai oleh negara bersangkutan. Di sinilah peran pemerintah dalam menjembatani permasalahan. Antara aturan yang diterapkan dan harapan masyarakat pada umumnya.
Pro Kontra Kebijakan Zonasi
Guna mencapai tujuan yang sesuai dengan harapan bagi kemajuan pendidikan di Indonesia, kemendikbud menerapkan berbagai kebijakan. Di antaranya kebijakan zonasi yang utuh dan terintegrasi. Di mana dalam kebijakan zonasi ini, seorang anak tidak perlu jauh-jauh bersekolah. Karena harus sesuai  dengan tempat tinggal si anak. Dengan kebijakkan tersebut para orangtua tak perlu lagi pusing-pusing mencari sekolah untuk anaknya. Sebab sudah ditentukan sesuai dengan tempat tinggal si anak.
Secara fisik kebijakan ini meringankan si anak dalam proses belajar. Sebab jarak tempuh dari rumah ke sekolah tidak terlalu menguras energi. Tetapi permasalahan justru datang dari pihak orangtua, yang lebih menginginkan si anak untuk masuk di sekolah unggulan atau favorit pilihan mereka. Sebab sekolah yang sesuai zonasi terkadang tidak seperti yang diharapkan oleh orangtua. Baik secara fisik sekolah maupun mutunya. Ditambah adanya rasa gengsi yang masih menghinggapi masyarakat terkait sekolah si anak.
"Anakmu masuk sekolah mana?"
Atau "Anakmu lulusan sekolah mana?"
Pertanyaan semacam itu secara tak sadar seolah menyudutkan para orangtua. Sehingga merasa malu atau tidak keren jika anaknya bukan lulusan sekolah favorit. Pandangan seperti ini yang masih sulit dihilangkan begitu saja dari pikiran para orangtua.
Kebijakan vs Ketegasan
Dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dan pro kontra yang timbul. Maka harus ada ketegasan dari akibat yang ditimbulkan. Tak dipungkiri bahwa ada saja orang-orang yang memanfaatkan situasi seperti ini demi kepentingan pribadi.Â
Gengsi yang mendera orangtua. Rasa tak puas dengan apa yang didapat, membuka peluang dalam mencari jalan pintas. Timbullah kecurangan di sana-sini yang patut diwaspadai. Misalnya tentang pungutan liar bahkan tentang jual beli kursi yang bukan hal baru dan sudah bukan rahasia lagi.
Hal-hal demikian yang patut diusut dan ditindaklanjuti. Juga perlu ketegasan dari aparat dalam menghukumi oknum yang terkait. Jika ingin kebijakan yang dikeluarkan sesuai dengan harapan.Â
Hal-hal yang Perlu dipahami Masyarakat Tentang Kebijakan Zonasi
1 . Zonasi membuat jarak sekolah dengan tempat tinggal tidak terlalu jauh.
2 . Zonasi membuat anak tidak kehabisan tenaga dijalan akibat jarak tempuh yang jauh.
3 . Memasukkan anak ke sekolah tertentu tidak menjamin kemampuan si anak bisa maksimal.
4 . Zonasi membuat anak-anak yang pandai tidak berkumpul dalam satu tempat.
5 . Dengan zonasi tanamkan pada jiwa si anak tentang kemampuan setiap anak yang berbeda-beda. Sehingga ia bisa berempati.
Hal-hal yang Perlu dicermati Pemerintah Terkait Kebijakan Zonasi
1 . Waspadai adanya pungutan liar
2 . Waspadai adanya oknum-oknum yang terkait dengan jual beli kursi.
3 . Perhatikan sarana dan prasarana sekolah. Sehingga anak bisa nyaman berada di sekolah
4 . Perhatikan kualitas guruÂ
5 . Perhatikan sistem pengajaran yang diberikan. Sehingga anak yang memiliki kemampuan lebih, tidak menurun kemampuannya akibat zonasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H