Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Garang Menyongsong Terangnya Hari Depan meski Berlabel "Difable"

28 Juli 2018   08:33 Diperbarui: 28 Juli 2018   11:02 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang terlintas dipikiran, ketika Anda yang ditakdirkan menjadi mahluk Tuhan paling cantik dan sempurna. Tiba-tiba dalam sekejap berubah menjadi sebaliknya? Tak berdaya melakukan apa-apa karena terkungkung di kursi roda.

Stress. Depresi. Putus asa bahkan ingin bunuh diri? Apapun yang Anda rasakan, orang akan memaklumi. Ini soal mental. Tak semua orang memiliki mental sekuat baja. Dan Inti Sari salah satu di antara pemilik mental baja tersebut.

Inti Sari. Sari nama panggilannya. Sosok perempuan yang sangat istimewa. Kisah hidupnya begitu menginspirasi. Dari kursi roda yang merupakan singgasananya sehari-hari. Ia arahkan sang suami yang tak memiliki pekerjaan, untuk melakukan ide-ide yang bermunculannya dikepalanya. Hasilnya? Mereka kini memiliki usaha konveksi mandiri, toko kelontong, satu rumah kontrakan dan beberapa kost-kostan.

Lahir di sebuah desa di Banyuwangi, Jawa Timur.  Inti Sari tumbuh sebagai gadis yang cukup cantik dan menarik. Ramah, lincah dan memiliki cita-cita yang tinggi. Maka ketika lulus Sekolah Dasar sang ayah berniat menikahkannya. Ia menolak. Menurut sang ayah, "Percuma perempuan sekolah tinggi-tinggi. Pada akhirnya hanya akan mengurus dapur dan rumah."

Sikap ayahnya yang demikian membuat Sari memilih ikut pamannya di Bali. Ia masih ingin bersekolah dan meraih cita-citanya memiliki usaha konveksi. Pamannya mendukung. Maka Sari pun melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Bali. Hari-hari di sana merupakan hari yang paling membahagiakan bagi Sari. 

Namun sayang, kebahagiaan yang ia rasakan itu hanya sekejap. Kecantikan yang ada padanya membawa petaka. Ketika duduk di bangku kelas dua SMP ia dipinang seseorang. Lagi-lagi ia menolak. Tanpa memikirkan akibat dari penolakan tersebut. Karena Ia memang masih ingin bersekolah. Belum ingin menikah. 

Tak lama berselang sejak ia menolak pinangan tersebut. Terjadilah peristiwa yang mengubah jalan hidupnya seumur hidup. Ia mengalami kelumpuhan total hanya karena sebuah mimpi. Dikisahkan dalam mimpi itu ia seolah-olah dikejar dan dikepung olah beberapa lelaki. Ia berusaha lari sekuat tenaga. Tapi tak berhasil meloloskan diri. Ia ditangkap lalu dibanting berkali-kali ke tanah. Begitu terus menerus seolah ia adonan kue yang sedang diuleni. 

Ketika tersadar dari mimpinya, ia hendak bangun dan menyiapkan keperluan untuk sekolah. Tetapi ia tersentak, kakinya tak bisa digerakkan. Begitu juga tangan dan anggota tubuh lainnya. Sekujur tubuhnya seolah tak memilki tenaga lagi. Ia lumpuh seketika.

Pengobatan medis dan non medis segera dilakukan. Tapi hasilnya nihil. Akhirnya Sari dibawa pulang ke Banyuwangi oleh orang tuanya. Apakah kehidupannya berakhir setelah peristiwa ini? Ternyata tidak. Di Banyuwangi sambil menjalani berbagai pengobatan, ia berpikir keras tentang nasibnya ini. Masa depan dan mimpi-mimpinya. Satu tekadnya, "Aku tidak ingin menjadi beban orang lain seumur hidup. Walau itu keluarga sendiri."

"Aku harus bisa mandiri dengan kondisi seperti ini." Setiap hari ia memikirkan hal itu. Sampai pada satu ketika, ia melihat berita di televisi tentang Kota Solo yang ramah difable. Terbersitlah keinginan untuk pergi ke sana. Tentu saja niatnya itu ditentang keras. Namun setelah melalui perdebatan sengit, akhirnya ada omnya yang bersedia mengantar dan akan menitipkan dirinya kepada kenalan si om di sana. Maka berangkatlah Sari ke Kota Solo.

Rupanya nasib baik belum berpihak kepadanya. Setelah si om kembali ke Banyuwangi. Kenalan si om meninggalkan Sari di rumah sakit setelah terlebih dulu merampas barang-barang berharga milik Sari. Ia pun terdampar di Kota Solo sendirian.

Tapi Gusti Allah Mboten Sare. Melalui dua orang laki-laki kakak beradik yang kemudian dipanggil Pak Cilik dan Pak Gede oleh Sari. Keduanya membantu Sari keluar dari rumah sakit dan membawanya ke yayasan penyandang cacat seperti yang Sari inginkan. Dua laki-laki kakak beradik tersebut adalah pengunjung pasien di rumah sakit yang Sari tinggali saat itu. Dari saling sapa dan berbincang-bincang, akhirnya mereka mengetahui kondisi Sari. Dan berniat membantu Sari.

Di yayasan penyandang cacat, Sari ternyata tak menemukan yang diharapkan. Kemandirian yang ia bayangkan sebagai penyandang cacat tak didapatnya di sana. Maka ia pun mengutarakan keinginannya tersebut kepada pihak yayasan. Pihak yayasan memahami keinginannya. Bahkan merekomendasikan Sari untuk bisa masuk ke salah satu yayasan di daerah Kaliurang, Yogyakarta. 

Pak Gede dan Pak Cilik yang sudah menganggap Sari adik angkat mereka, akhirnya membantu Sari untuk pindah ke yayasan di Yogyakarta. Pak Cilik yang masih kuliah dan memiliki waktu longgar bahkan kerap mengunjungi Sari di sana. 

Sari yang sudah kehilangan keluarga dan mungkin dianggap hilang oleh keluarga yang tak berusaha mencarinya, menemukan keluarga baru di Solo dan Yogyakarta. Di Kaliurang ini Sari merasa berdarah-darah dan  berpeluh darah merasakan beratnya tempaan. Tapi memang ini yang ia inginkan. Sehingga ia tak mengeluh sedikitpun.

Hasilnya? Keluar dari yayasan tersebut Sari benar-benar merasa mandiri. Layaknya orang normal yang mampu melakukan apa pun sendiri. Meski bukan berarti ia kembali normal dan bisa berdiri. Tidak. Ia tetap terkungkung di kursi roda. Tapi tidak tergantung lagi kepada orang lain. Terutama dalam melakukan hal-hal yang bersifat pribadi.

Sari kembali ke Kota Solo setelah lagi-lagi menolak pinangan dari laki-laki satu yayasan. "Aku sudah cacat. Jika Tuhan berkenan. Beri aku jodoh laki-laki sempurna yang mampu melengkapi ketidaksempurnaan ku," doa Sari senantiasa. Di Kota Solo Sari mencari kontrakan dan hidup dari bekal yang diberi oleh pihak yayasan. Sehari-hari ia membuat kerajinan yang ia pelajari di yayasan lalu dijualnya. Pak Gede dan Pak Cilik kerap singgah mengunjunginya.

dokpri
dokpri
Pepatah Jawa witing tresno jalaran Soko kulino menimpa Sari dan Pak Cilik. Mereka berdua jatuh cinta dan Pak Cilik berniat menikahinya. Bak kisah Cinderella, Sari berharap pangerannya ini adalah pahlawan bagi hidupnya. Sayang impian kerap jauh dari kenyataan. Keluarga Pak Cilik tak merestui hubungan mereka. Pak Cilik diminta memilih antara keluarga atau cintanya? Ternyata ia memilih Sari dan terbuang dari keluarga. Hanya Pak Gede yang mendukung pilihannya itu.

Dalam kondisi terbuang dari keluarga, putus kuliah dan menganggur. Mental Pak Cilik pun limbung. Akibatnya ia kerap marah-marah. Sari memahami kondisi suaminya. Cinta tak melulu mampu mengindahkan suasana jika kenyataan yang dihadapi tak seperti bayangan kita.

Sari merasa bertanggung jawab terhadap kondisi suaminya yang telah memilih dirinya. Ia pun dengan bantuan tukang becak setiap hari keliling Kota Solo mencari pekerjaan. Hasilnya? Ia dianggap peminta-minta. Tapi ia maklum mengingat kondisinya yang seperti itu. Dan ia tidak putus asa. Sampai akhirnya di salah satu dealer kendaraan tempatnya menanyakan pekerjaan. 

Ia mendapat kesempatan berjumpa pemilik dealer dan berbincang-bincang mengenai niatnya bekerja. Memang tidak hari itu ia mendapat jawaban. Baru beberapa hari kemudian, sang pemilik dealer dan beberapa bos perusahaan berkunjung ke kediamannya. Mereka bersimpati dan merasa bangga dengan semangat Sari. Mereka memberi sumbangan berupa uang untuk modal Sari membuka usaha.

dokpri
dokpri
Sari merasa terharu dan tidak menyia-nyiakan anugerah itu. Ia membuka toko kelontong lalu memutar modal dari usaha tersebut bagi kehidupan masa depannya. Pertama dengan membeli mesin jahit. Lalu mengajari Pak Cilik menjahit dan membuat celana mengikuti instruksinya. Pelan-pelan kerja keras mereka berbuah manis.

Kini Pak Cilik memiliki kegiatan sebagai penjahit, khususnya celana leging. Sari tetap dengan toko kelontonganya. Juga membantu memasarkan celana buatan Pak Cilik dari mulut ke mulut. Sedikit demi sedikit mereka pun sudah bisa membangun rumah sendiri. Serta membeli tanah dan membangunnya untuk dijadikan kontrakan serta kos-kosan. 

Dikaruniai seorang putri yang cantik dan kehidupan yang cukup mapan. Siapa menyangka kalau Sari meraih semua itu hanya dengan duduk di kursi roda? Energi Baik Untuk Kehidupan yang ia kobarkan mulai dari sebelum mengalami kelumpuhan, sampai lumpuh tak berdaya seperti itu. Mampu menyulut semangat pasangannya. Juga semangat orang-orang disekelilingnya. 

dokpri
dokpri
Mari kita serap Energi Baik dari sosok-sosok yang menginspirasi. Siapa pun itu. Ayo!!! (EP) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun