Mudik merupakan tradisi yang terjadi pada tiap-tiap hari raya Idul Fitri. Seberapa pun melonjaknya harga tiket angkutan lebaran, selalu ludes tak tersisa. Dan seberapa pun macetnya jalanan kala mudik lebaran. Tak membuat kapok para pemudik. Karena lebaran merupakan momen yang tepat untuk berkumpul dengan keluarga besar. Terutama bagi para perantau atau yang sudah hijrah dari kampung halamannya.
Begitu juga dengan saya. Tujuan mudik saya adalah ke Lampung. Karena keluarga besar orang tua saya sudah hijrah ke sana. Mulai dari kakek, nenek, bulek, paklek, bude dan pakde. Kok bulek, paklek? Iya, karena saya berasal dari suku Jawa. Tapi sudah menjadi warga Tangerang. Bukan orang asli Lampung. Mudiknya saja yang ke sana.
Pada satu ketika saat lebaran tahun 2016 yang lalu, saya tidak mudik ke Lampung. Karena belum lama sudah ke sana menghadiri acara hajatan salah satu kerabat di sana. Tentu saja hampir seluruh keluarga besar berkumpul saat itu. Maka lebaran tidak harus berkumpul lagi.Â
Nah, biasa mengikuti tradisi mudik. Tiba-tiba tidak mudik rasanya aneh. Apalagi suasana lebaran di Jakarta menurut saya sangat sepi. Terbersitlah keinginan untuk keliling Jawa mengunjungi sanak saudara serta teman-teman di sana. Jadi tidak diniati untuk mudik melainkan jalan-jalan.
Maka begitulah. Berbarengan dengan arus mudik, saya bertekad keliling Jawa dengan mengendarai sepeda motor. Awalnya mengajak adik-adik supaya ada kawan.Tapi karena mereka anggap ini gila. Jadi tidak ada yang mau. Saya coba hubungi beberapa kawan, mereka juga tidak mau karena berbarengan dengan lebaran. Akhirnya meluncurlah saya sendirian dengan tujuan Surabaya. Tempat saya pernah menghabiskan masa kecil.
Cirebon Persinggahan Pertama
Pagi-pagi sekali saya sudah mempersiapkan segala sesuatunya. Tepat pukul 08.00 WIB saya meluncur meninggalkan Kota Tangerang menuju Jakarta. Karena jalur yang saya tuju adalah Kalimalang lalu Bekasi, Karawang, Subang dan seterusnya.
Dibeberapa posko lebaran saya beristirahat berbaur dengan para pemudik. Atau di rest area SPBU yang dilalui. Seru dan menyenangkan saat berbaur istirahat dengan para pemudik lain. Ada saja cerita yang terlontar yang membuat diri ini senang dan tidak merasa sendiri. Terkadang ada beberapa pemudik yang mengajak bareng, lalu berpisah di salah satu titik karena berbeda jalur.
Cirebon menjadi kota pertama persinggahan saya. Karena saya tidak melanjutkan perjalanan pada malam hari. Bermalam di kota Cirebon dan menikmati geliat kota ini menjadi kenangan yang tak terlupakan.Â
Esok paginya seusai sholat subuh saya kembali melanjutkan perjalanan. Tujuan selanjutnya adalah daerah Wangon dan sekitarnya. Di sana ada beberapa saudara yang perlu dikunjungi.Â
Berlebaran di kediaman Ahmad Tohari
Keluar dari Kota Cirebon, perjalanan saya selanjutnya melintasi Brebes, Tegal, Bumi Ayu, Ajibarang dan Wangon. Tiba Wangon saya tidak lantas menuju rumah saudara. Tapi mencari tahu kediaman Ahmad Tohari. Sastrawan yang terkenal dengan Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk-nya.
Usai berlebaran dan bertemu dengan Ahmad Tohari. Barulah saya menuju ke rumah saudara dan kenalan di sana. Di salah satu rumah saudara akhirnya saya bermalam
Menikmati Pemandangan di Jawa Tengah
Esok harinya pagi-pagi sekali saya kembali melanjutkan perjalanan. Karena tujuan saya jalan-jalan, saya pun memilih jalur tengah melintasi daerah Wonosobo. Kondisi jalannya memang menanjak karena daerah pegunungan. Tapi itulah yang saya cari. Suasana berbeda. Dan ternyata banyak juga pemudik yang melintasi daerah tersebut.
Melintasi beberapa daerah di Jawa Tengah, tentu saja tak lupa untuk mengabadikan momen. Hari ketiga perjalanan ini saya bermalam di rumah salah satu kawan di daerah Semarang.
Begitu juga saat melintas di daerah Grobogan. Jalan-jalan yang dilalui sangat menarik. Jadilah sempat berhenti dibeberapa titik jalan. Serunya bermotor dalam suasana lebaran seperti ini, jalanan selalu ramai. Posko kesehatan dan kepolisian berada di mana-mana. Jadi biar pun sendirian tapi tidak merasa takut atau khawatir.
Singgah di Pati
Mengikuti papan penunjuk jalan dan hasil bertanya dengan beberapa orang yang saya jumpai. Akhirnya saya pun tiba di Pati. Saya langsung menuju alamat yang diberikan. Dan akhirnya bertemulah saya dengan teman komunitas yang selama ini hanya komunikasi melalui dunia maya.
Menyusuri Pantai Menuju Tuban
Setelah tiba di Pati dan singgah sebentar di sana. Selanjutnya saya lanjutkan perjalanan menuju Tuban. Karena sudah tinggal lurus mengikuti jalan.
Keluar dari Pati, melintasi Rembang dengan suguhan pemandangan berupa pantai. Karena memang ini jalur pantai Utara. Di sini sampai tiba di Tuban arus kendaraan lebih ramai. Terutama truk-truk besar.
Silaturrahim ke Mojokerto
Setelah bermalam di Tuban, esok harinya saya kembali melanjutkan perjalanan. Berhubung ada teman juga di daerah Mojokerto. Maka keluar dari Tuban saya menuju Mojokerto melalui Ploso. Ini jalur terdekat menurut teman saya. Tapi saya harus melintasi daerah Ngimbang yang kanan dan kirinya hutan.
Ini sungguh perjalanan yang cukup mendebarkan ketika mendengar kata hutan. Maka untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan. Saya segera mencari bengkel terlebih dulu. Mengecek kondisi kendaraan dan mengganti beberapa onderdil yang sudah aus.Â
Setelah dari bengkel, perasaan saya sedikit lega. Andai pun terjadi apa-apa di tengah hutan. Itu sudah takdir Illahi. Setidaknya secara teknis saya sudah memperhatikan kondisi kendaraan. Dan benar saja. Melintasi daerah Ngimbang saya menjumpai pengendara motor yang pecah ban. Sehingga harus menuntut kendaraannya menuju desa terdekat. Saya pun tergerak untuk membantunya. Dengan cara membonceng si istri dan anaknya yang masih balita. Kasihan kalau harus ikut berjalan puluhan kilometer.
Setelah selesai dengan urusan di daerah Ngimbang. Saya segera meluncur menuju Mojokerto. Dan tak lama saya memang tiba di sana. Betapa senangnya hati ini karena akhirnya menjejakkan kaki di bumi Majapahit. Yeaaaahhh....!!!
Akhirnya Tiba di Surabaya
Setelah menyambangi teman di Mojokerto, malam itu saya kembali melanjutkan perjalanan. Perkiraan waktu 2 jam akan tiba di Surabaya ternyata hanya wacana. Saya merasa terlalu malam jika dipaksakan untuk tiba malam itu juga. Tak nyaman bertamu malam-malam.
Akhirnya saya putuskan bermalam di daerah Krian. Ada teman juga di daerah sini. Alhamdulillah niat baik saya keliling Jawa untuk silaturahmi diberi kemudahan oleh Allah SWT. Â Esok harinya tepat pukul 08.00 WIB juga saya pun memasuki Kota Surabaya. Ini pengalaman yang tak terlupakan. Tidak mudik tapi menikmati suasana mudik. Dan menyenangkan. Sepertinya ini akan menjadi pilihan jika lebaran tidak mudik lagi.(EP)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H