ORIGAMI. Seni melipat kertas dari Jepang. Tentu kita semua sudah tidak asing dengan ketrampilan satu ini. Sejak memasuki Sekolah Taman Kanak-kanak kita sudah diperkenalkan dengan ketrampilan melipat kertas. Hanya saja waktu kecil kita tidak tahu namanya. Yang ternyata bernama origami.
Bagi yang memilki bakat seni dan menyukai ketrampilan, kegiatan ini sangat dinantikan. Karena menyenangkan. Banyak kreasi yang dihasilkan dari seni melipat kertas.Mulai dari yang mudah sampai yang sulit. Seperti membuat burung, ular, bunga bahkan baju princess. Tapi bagi yang tidak menyukai ketrampilan tentu tidak tertarik dengan kegiatan ini.Â
Awalnya saya juga tidak terlalu tertarik. Tapi karena tuntutan pekerjaan sebagai guru TK. Akhirnya harus menguasai ketrampilan origami meski tidak banyak. Setelah tidak mengajar TK lagi, sebagian ketrampilan melipat kertas tadi sudah mulai terlupakan. Hanya satu, dua yang masih saya ingat. Salah satunya membuat burung. Dan saya merasa, Anda perlu menguasai ketrampilan ini. Minimal satu kreasi sudah cukup. Karena apa? Ternyata hal ini bisa menjadi ladang amal kita suatu saat nanti. Kok bisa?
Begini. Dalam Islam diterangkan, "Senyummu pada Saudaramu adalah sedekah." Saudara yang dimaksud tidak melulu saudara kandung atau kerabat dekat. Tapi dalam arti luas yaitu kepada sesama manusia. Kita tersenyum pada orang lain loh diganjar sedekah. Apalagi bisa membuat orang lain tersenyum bahagia karena perbuatan kita. Sungguh mudah sebenarnya mengumpulkan pahala dan kebaikan sebagai bekal kita di akhirat. Tapi prakteknya?
Jangankan membuat orang lain tersenyum bahagia. Kita senyum sama orang terkadang sulitnya minta ampun. Banyak kejadian, pada saat berpapasan dengan orang yang sudah kita kenal padahal, malah mlengos alias buang muka atau pura-pura tidak melihat. Bagaimana dengan orang lain yang tidak dikenal sama sekali? Cuek bebek. Apalagi di era digital seperti sekarang ini. Orang jalan sambil main handphone sudah bukan hal aneh lagi. Sudah jamak. Alasannya terkadang lucu, "Malas basa-basi."
Ya, ampun. Manusia itu makhluk sosial. Butuh interaksi dengan orang lain. Kalau sudah begini tentu repot menciptakan pribadi-pribadi yang peduli terhadap sesama. Jangankan diajak sedekah dalam bentuk materi. Sedekah dalam bentuk senyuman saja sulit. Begitu inginnya masuk surga? Coba, bagaimana itu?
Padahal mengumpulkan pahala sebagai bekal untuk masuk surga dimulai dari hal-hal kecil seperti ini. Kembali ke cerita tentang origami. Apakah ada kaitannya? Ada. Dan ini sudah saya praktekkan.
Ceritanya begini. Pada satu kesempatan saya sedang melakukan perjalanan ke daerah Cilegon. Dengan menggunakan transportasi bus antar kota. Di salah satu titik perjalanan, terjadi kemacetan yang cukup panjang. Siang hari di Cilegon macet pol. Bisa dibayangkan suasananya seperti apa? Biarpun busnya ber-Ac. Tetap saja terasa panas. Anak-anak kecil mulai rewel dan menangis. Bujukan si ibu sudah tidak mempan. Mulai dari cara halus sampai kasar dilakukan para ibu di dalam bus tersebut untuk membujuk si anak. Karena bete jadi anak-anak kesal sendiri. Pelampiasannya menangis itu. Ibu yang kehabisan kesabaran mulai mencubit si anak. Bukannya berhenti menangis karena takut, si anak malah semakin rewel. Penumpang lain pun mulai terganggu termasuk saya. Terdengar gerutuan tidak jelas.
Saya orang yang malas mendengar ribut-ribut seperti itu. Karena semua merasa benar. Akhirnya saya lihat isi tas barangkali menemukan sesuatu. Ternyata ada beberapa lembar kertas origami sisa membuat kreasi dengan murid les. Saya langsung membuat burung (hanya itu sih yang masih saya hafal..hehehe) untuk saya berikan pada anak di belakang saya persis. Hasilnya? Si anak merasa senang dan tidak rewel lagi. Langsung asyik memainkan burung kertas tadi di dekat jendela. Anak-anak lain melihat dengan tatapan iri.
Ada ibu-ibu yang terus terang minta. Apakah masih ada lagi atau tidak? Ada ibu-ibu yang jaim. Ingin tapi malu mau minta. Jadinya si anak yang dibujuk-bujuk tak jelas. Dibujuk apa coba dalam kondisi macet seperti ini?
Alhamdulillah saya masih memiliki beberapa lembar kertas origami. Langsung saja saya buat beberapa burung lagi. Dan membagikannya pada anak-anak lain dalam bus itu. Alhamdulillahnya lagi anak-anak itu menjadi tenang dan asyik sendiri. Namanya anak-anak yang identik dengan main. Diberi mainan tentu saja senang. Karena rewelnya anak tak melulu lapar.
Jadi meski diberi makanan atau minuman tetap saja rewel. Tidak mau menerima. Mereka bete juga seperti kita menghadapi situasi yang tak nyaman. Pelampiasannya dengan menangis itu. Orang dewasa tentu juga merasa bete dan kesal menghadapi situasi semacam itu. Kalau tidak malu, tentu ingin juga berteriak melampiaskan kekesalannya. Karena malu akhirnya memilih diam atau menggerutu sendiri.
Jadi inilah kaitannya dengan penguasaan satu ketrampilan origami bagi ladang amal kita. Bisa membuat anak-anak tersenyum merupakan satu kebaikan tersendiri toh! Satu anak, satu kebaikan. Bagaimana kalau 10 anak? 100 anak bahkan 1000 anak? Maka jangan ragu untuk mempelajari satu kreasi origami.
Jika tidak untuk orang lain. Setidaknya untuk anak sendiri. Alternatif lain dalam membujuk anak yang rewel. Agar tidak lari ke games dan games lagi. Tinggal bagaimana kita mengkombinasikan antara ketrampilan origami dengan ketrampilan bercerita kepada anak. Selamat mencoba. (EP)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H