Profit merupakan unsur penting dan menjadi tujuan dari setiap kegiatan usaha dan aktvitas ekonomi. Fokus utama dari seluruh kegiatan dalam perusahaan adalah mengejar profit atau mendongkrak harga saham setinggi-tingginya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Profit sendiri adalah tambahan pendapatan yang dapat digunakan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Aktivitas yang dapat ditempuh untuk mendongkrak profit antara lain dengan meningkatkan produktivitas dan melakukan efisiensi biaya. Hal tersebut akan menyebabkan perusahaan memiliki keunggulan kompetitif yang dapat memberikan nilai tambah semaksimal mungkin.
Konsep Tripple Bottom Line (People, Planet, and Profit) merupakan konsep bisnis dan aktivitas ekonomi yang berbeda. Konsep yang mengedepankan kepentingan jangka panjang (going concern concept) dari aktivitas ekonomi secara makro dan entitas ekonomi secara mikro. Konsep yang mengedepankan bukan pada pencarian keuntungan (profit) yang hanya bersifat jangka pendek, tetapi menjadikan keuntungan (profit) sebagai dampak dari pemberdayaan masyarakat dan karyawan (people) dan pelestarian alam (planet).Â
Pertama, mengedepankan konsep pemberdayaan masyarakat baik karyawan, konsumen, maupun masyarakat secara umum menjadikan entitas ekonomi berorientasi untuk mengedukasi dan mengadvokasi manusia sebagai factor utama menjaga pertumbuhan dan kelanjutan usaha yang manusiawi. Bila masyarakat teredukasi dengan produk yang berkualitas apalagi dengan harga terjangkau, dijamin kesetiaan konsumen pada produk dan perusahaan akan terjaga. Di sisi lain, karyawan yang teredukasi dengan baik akan menciptakan tenaga kerja yang mumpuni untuk memproduksi produk yang bermutu sekaligus efisien dalam biaya.Â
Kedua, entitas ekonomi menjadikan kelestarian alam sebagai dasar untuk bukan hanya menjaga keberlanjutan bahan baku dan energy, tetapi benar-benar menjaga lestarinya planet Bumi sebagai satu-satunya tempat hidup manusia. Bahan baku dan energy yang lestari akan menjamin kelangsungan usaha entitas ekonomi dalam jangka panjang sekaligus menjadikan bumi sebagai tempat tinggal yang nyaman dan asri. Bukan hanya memperhatikan bahan baku dan energy, tetapi polusi dan sampah yang dihasilkan oleh perusahaan hendaknya ramah lingkungan dan memiliki dampak yang sangat kecil bagi lingkungan.Â
Bila manusia sudah berdaya dan planet tetap lestari, profit atau keuntungan akan datang dengan sendirinya baik keuntungan yang dinikmati oleh manajemen sebagai agen pengelola entitas maupun investor sebagai pemilik entitas ekonomi tersebut. Jadi, keuntungan atau profit bukanlah menjadi tujuan pertama dan utama, tetapi menjadi dampak dari kinerja perusahaan yang baik dan bertanggung jawab. Keuntungan yang akan bersifat jangka panjang dan berkesinambungan (going concern).Â
MASYARAKAT SAMIN
Masyarakat Samin adalah komunitas yang menganut ajaran Samin Surosentiko yang mengajarkan Ajaran Sedulur Sikep. Pada awalnya, gerakan Komunitas Samin atau Sedulur Sikep ini merupakan perlawanan terhadap penjajahan Belanda.  Perlawanan tanpa kekerasan dengan bentuk menolak membayar pajak, menolak menaati seluruh peraturan kolonian Belanda, dan hidup dalam ajaran kebersamaan dan kesetaraan. Ajaran Sedulur Sikep berawal dari Samin Surosentiko (nama lahir Raden Kohar) dari Desa Ploso Kedhiren, Randublatung, Kabupaten Blora, Jawa Tengah pada tahun 1859, dan meninggal saat diasingkan ke Padang, Sumatera Barat pada tahun 1914.
Ajaran Sedulur Sikep mulai diajarkan oleh Samin Surosentiko pada tahun 1890 di Desa Klopoduwur, Kabupaten Blora. Dilaporkan oleh Residen Rembang, pada tahun 1903 telah dianut oleh 722 orang dan berkembang menjadi kurang lebih 5.000 orang pada tahun 1907. Penguasa Kolonial Belanda mulai resah dan dilakukan penangkapan terhadap penganut Ajaran Sedulur Sikep dan bahkan terhadap Samin Surosentiko sendiri dan diasingkan di Padang, Sumatera Barat sampai meninggalnya pada tahun 1914. Pada intinya, Ajaran Sedulur Sikep mengajarkan tentang nilai-nilai kehidupan, ajaran tentang bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari. Ajaran yang berkembang dan dianut oleh sedulur-sedulur di seputaran Pengunungan Kendeng, pegunungan di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, meliputi Lamongan, Bojonegoro, Cepu, Blora, Kudus, Pati, dan Rembang.
Berbeda dengan Ajaran Sedulur Sikep, Gerakan Samin yang berakar pada Ajaran Sedulur Sikep lebih kepada gerakan perlawanan terhadap penjajahan colonial Belanda. Gerakan tanpa kekerasan yang ditunjukkan dengan Sikap Diam, diam tidak membayar pajak, diam tidak mau bekerja paksa, diam tidak mengikuti peraturan penguasa. Gerakan Saminisma tentu sangat berbeda pada saat ini, walau tidak menentang pemerintah Reupblik Indonesia tetapi sampai hari ini Masyarakat atau Komunitas Samin tetap menolak berbagai bentuk bantuan pemerintah. Demikian pula berbagai bantuan dari program corporate social responsibility (CSR) perusahaan-perusahaan minyak di daerah Cepu ditolak oleh Komunitas Samin walau warga-warga setempat lain menerimanya dengan sukacita. Â
Demikian pula pada kondisi terakhir, pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng membangkitkan semangat perlawanan Komunitas Samin. Perlawanan yang dikobarkan bukan untuk sekedar melawan, tetapi perlawanan yang dilakukan untuk menyelamatkan tanah dan air untuk hidup, bukan saja kehidupan saat ini tetapi juga keberlangsungan hidup anak cucu. Perlawanan dengan semangat lama walau dengan pendekatan kekinian, perlawanan yang bukan hanya dilakukan sendiri tetapi juga merangkul jaringan yang lebih luas. Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) dengan gerakan Lumbung Pangan dan Omah Kendeng menjadi pusat gerakan perlawanan terhadap perusakan kawasan kendeng sejak tahun 2009 melawan PT Semen Gresik Tbk., yang saat ini bersalin musuh menjadi PT Sahabat Mulia Sakti anak perusahaan dari PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk.
PEGUNUNGAN KARST KENDENG