PANGKALAN BALAI - Resah dengan ulah pengendara ketek pengangkut kelapa yang acap kali kebut -kebutan serta ugal - ugalan saat melintas di parit lll Desa Sri Tiga Kec.Sumber Marga Telang. Kab. Banyuasin, hal ini menyulut emosi ratusan warga melupakan kekesalan mereka dengan pernyataan sikap di lokasi paret 3.
Keresahan warga memuncak saat insiden tabrakan antara ketek (perahu) pengangkut kelapa dengan ketek warga setempat pada beberapa hari lalu, kejadian tersebut persisnya di simpang tiga pertemuan parit 3 dengan Parit gantung yang hampir saja terjadi bentrok karena warga kesal atas perilaku pengemudi ketek anggukan kelapa ngebut tanpa mengurangi kecepatan ketika ada tikungan.
Rizal (37) warga Desa Sri Tiga yang juga salah satu penumpang ketek yang ditabrak (ketek-red) angkutan kelapa ketika dibicangi awak media menuturkan. Panik bukan kepalang ketika terjadi tabrakan.
"Ya kejadian begitu cepat kami sedang melaju lurus dengan kecepatan sedang membawa penumpang ibu-ibu dan anak dari arah Palembang tiba-tiba saja dari simpang parit gantung muncul ketek angkutan kelapa menghantam bagian tengah ketek yang kami tumpangi," jelas terlihat panik sambil mengingat kejadian kecelakaan.
Lanjut Rizal anehnya memang ketika ditegur penyebab kecelakaan tersebut karena ketek kelapa terlalu ngebut dan tidak memperhatikan ketika tikungan harus mengurangi kecepatan malah penumpang ketek angkutan kelapa yang berjumlah lebih kurang 8 orang melotot dengan mengeluar sajam jenis pisau, tidak ingin memperparah keadaan rizal memilih diam takut berimbas pada ibu dan anak kecil yang ada di ketek mereka.
Sementara Mulkandani tokoh mudah Desa Sri Tiga Menyesalkan kejadian tersebut. Kenapa sampai terjadi intimidasi yang seharusnya mereka minta maaf sudah salah malah mengancam dengan menunjukan pisau.
"Nah ini sudah tidak benar, seharusnya  mereka (ketek angkutan kelapa) hanya numpang lewat di parit 3 ini kok kenapa nekat menujukan pisau dengan warga setempat dan ini jelas melanggar hukum mengintimidasi warga dengan menunjukan pisau," jelasnya.
Kejadian ini tidak bisa dibiarkan luapan emosi warga sudah sangat memuncak, mulai dari sering rusaknya tempat bersandar ketek warga, anak - anak yang sedang mandi terbawa arus begitu juga warga yang sedang mencuci kehilangan pakaian yang sedang di cuci, linangan minyak limbah kelapa yang sering ditemukan mencemari sungai yang notaben tempat keperluan MCK warga, parahnya lagi setiap ketek warga karam karena tendangan ombak ketek pengepul kelapa rasa empati mereka untuk mintak maaf tidak ada apalagi mau menolong mereka.
Tambah Mulkan dengan ini langkah tegas harus diambil kami meminta kepada pemerintah daerah segera menutup semua pengusaha pengepul kelapa yang membangkang dari aturan desa atau perdes atau aturan lainnya, yang ternyata keberadaan mereka bukan mensejahterakan gerakan rakyat malah menimbulkan keresahan.
"Kami minta kepada Pemda agar bertindak cepat dan tegas supaya tidak menimbulkan keresahan berkepanjangan serta ditakutkan warga bertindak main hakim sendiri ketika persoalan ini dibiarkan berlarut-laru," tegasnya
Kalaupun dirunut dari sejarah parit 3 memang dibuat oleh kepala parit nenek moyang kami terdahulu pada tahun 1932 itu digali dengan parang, sepanjang 8 KM yang di kerjakan bergantian oleh penerus kepala paret sampai saat ini dipegang pak Samsul.
"Kalau pun tidak ada solusi lebih baik kami tutup saja parit gantung yang jelas-jelas tidak ada manfaat buat warga dan malah bikin resah sebab parit gantung sebelumnya di ijinkan melintas karena ijin hanya ingin mengalirkan air,"tegasnya. (den)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H