Oleh:Â Deni Darmawan, Penulis buku "Menulis itu Gampang"
Indonesia dengan beragam keunikkannya, tidak hanya kaya akan alam tapi juga tradisi dan budaya. Salah satunya adalah tradisi halal bi halal, sebuah tradisi corak nusantara yang perlu dilestarikan dan perlu diperkenalkan ke anak bangsa dan berbagai negara.
Tradisi ini diselenggarakan ketika usai hari raya Idul Fitri, atau disebut juga sebagai hari lebaran. Bagi masyarakat Betawi di Jakarta, suasana lebaran itu seminggu, walaupun di kalender nasional tanggal merah hanya dua hari saja.
Namun, kegiatan halal bi halal biasa diselenggarakan ketika lebaran sudah lewat seminggu. Ketika sudah berlebaran ke semua sanak famili. Ketika usai menjelajahi dari satu pintu ke pintu rumah saudara yang terdekat maupun yang terjauh.
Berbagai warga di kampung, komunitas, perusahaan, organisasi, akan menggelar kegiatan halal bi halal. Intinya kegiatan ini adalah berkumpul dan saling memaafkan satu dengan yang lainnya. Selama bermasyarakat, bergaul, bekerja, dan berinteraksi terkadang khilaf berbuat dosa, disadari atau tidak.
Moment halal bi halal agar lebih semarak dan berkesan, selain bertabur kue dan beragam makanan-makan khas lebaran, juga menghadirkan Ustadz kondang agar bisa memberikan tausiah dan siraman rohani kepada para hadirin.
Halal bi halal adalah sebuah kekayaan tradisi dan budaya di Indonesia. Tradisi ini berlandaskan nilai-nilai agama yang luhur. Memang, tidak ada dalil khusus terkait tradisi halal bi halal, tapi perintah secara umum dalam agama agar setiap manusia saling bermaaf-maafan dan menjaga silaturahmi.
Begitupun tradisi mudik ke kampung halaman, dan nyekar setelah lebaran. Keduanya tidak ada dalil agama yang memerintahkan, tapi perintah agama secara umum untuk menjaga hubungan silaturahmi, sungkem meminta maaf kepada kerabat di kampung serta berdoa untuk almarhum/ah sangat dianjurkan.
Tradisi halal bi halal, mudik dan nyekar adalah tiga tradisi yang kerap kali digelar setelah lebaran dan ke-tiganya menjadi kekayaan tradisi dan budaya Indonesia. Tradisi-tradisi itu mempunyai dasar dan pijakan kepada nilai-nilai luhur agama yang sangat kuat.
Namun, anjuran saling memaafkan dan menjaga hubungan silaturahmi itu bukan saja pada saat halal bi halal atau ketika mudik saja, kapan pun dan dimana pun bisa kita lakukan. Tidak harus menunggu tradisi tersebut.
Sda beberapa sifat manusia untuk memaafkan orang lain dan menjalin hubungan silaturahmi butuh waktu yang cukup lama. Nah, pada saat tradisi halal bi halal itulah, mereka memanfaatkan untuk meminta dan membuka pintu maafnya serta merajut kembali silaturahmi yang terkoyak.
Hal inilah yang pernah dilakukan oleh Soekarno ketika meminta saran kepada KH. Wahab Chasbullah di istana negara. Soekarno menginginkan agar para politisi saat itu mau duduk bersama  dan tidak saling menyalahkan, tidak saling membenci, tapi saling memaafkan.
Halal bi halal menjadi cara ampuh pada saat itu dalam mempersatukan para elit politik untuk kumpul bersama dalam situasi hangat setelah lebaran untuk saling berjabat tangan dan merajut silaturahmi kembali demi persatuan bangsa.
Hingga kini, tradisi halal bi halal terus selenggarakan dan dilestarikan. Tradisi kekhasan corak nusantara ini harus dipertahankan agar anak bangsa bisa terus berdamai dan menjaga persatuan. Jangan sampai pandangan politik yang berbeda, hingga saling tuduh, menghina dan memfitnah, malah menjadi ancaman serius yang berdampak pada persatuan bangsa.
Tradisi halal bi halal tidak hanya membawa manfaat bagi persatuan bangsa, tapi juga sesama hubungan antar manusia (habluminnnas).
Setelah hubungan vertikal terbangun, antara hamba dengan Tuhan semakin baik ketika di bulan Ramadan, maka hubungan horizontal antar sesama manusia perlu juga diperbaiki. Jika hubungan antar manusia tidak diperbaiki, bisa jadi kita menjadi orang yang bangkrut di akhirat kelak.
Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, bahwa Nabi Saw pernah bertanya kepada para sahabat terkait orang yang bangkrut. Para sahabat menduga orang yang bangkrut karena tidak punya uang atau harta benda. Kemudian Nabi Saw menjelaskan, bahwa orang yang bangkrut pada umatku yaitu orang yang membawa pahala dari amal ibadahnyanya, tapi ketika di dunia ia pernah berbuat buruk kepada manusia lainnya.
Tradisi halal bi halal bisa juga menjadi ajang saling introspeksi dan evaluasi diri. Semakin dewasa dan matang dalam menghadapi permasalahan antar pribadi dan permasalahan bangsa. Â Bahkan, tradisi halal bi halal menjadi kesempatan agar kita menjadi orang yang tidak bangkrut di akhirat kelak.
Inilah Indonesia dengan segala keberagamannya. tradisi ini tidak akan dijumpai di negara-negara muslim lainnya, kecuali di Indonesia. Ditempat asal mulanya agama Islam lahir pun tidak ada. Bahkan, ada negara lain belajar keberagaman dari Indonesia. Tradisi-tradisi inilah yang menjadikan Indonesia menjadi negara yang besar dan bermartabat. Tradisi khas corak nusantara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H