Mohon tunggu...
Deni Darmawan
Deni Darmawan Mohon Tunggu... Dosen - Ikatlah Ilmu Dengan Tulisan - silahkan berkunjung ke www.denidarmawan.id

- Penulis Buku Menulis itu Gampang, Kreativitas Menulis Kaum Rebahan, Legenda Sang Dakwah - Penulis buku dan artikel populer di Media Massa - Nominator dan Penerima Hibah Penelitian Kemenag RI Moderasi Beragama tahun 2021. - Dosen dan Tutor Online Agama Islam Univ. Pamulang dan Univ. Terbuka

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Takut Allah atau Takut Corona?

4 April 2020   14:55 Diperbarui: 4 April 2020   14:59 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di masa social distancing karena Covid-19 dan ramainya hashtag dirumah aja menjadi ramai dibicarakan dalam dunia maya khususnya di media sosial (medsos). Semenjak himbauan dari Pemrov DKI dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI agar melaksanakan ibadah sholat Jum’at dan ibadah fardhu di rumah saja banyak pro dan kontra. Himbauan ini kemudian mencuat ke berbagai medsos bahkan whatsapp group hingga menjadi perdebatan.

Ada yang menyatakan “jangan takut sama virus Corona, tapi takutlah kepada Allah saja.” Pernyataan tersebut harus hati-hati untuk dipahami, bahkan bisa jadi gagal paham membandingkan takut corona dengan takut Allah. Hakikatnya semua musibah, bencana dan segala ujian termasuk wabah atau virus corona merupakan dari Allah Swt. Namun, bagaimana sikap orang-orang beriman termasuk bagaimana sikap nabi Muhammad Saw dan para sahabat tatkala menghadapi wabah mematikan.

Nabi Muhammad Saw adalah utusan Allah Swt, sebaik-baik contoh dan teladan namun beliau juga orang yang paling takut kepada Allah. Namun dalam menyikapi wabah atau virus, Rosul Saw memberi peringatan kehatian-hatian kepada sahabat dan umatnya terhadap orang yang terkena penyakit menular atau wabah. Bahkan beliau memperingatan kepada umatnya agar jangan berada di dekat atau jaga jarak (social distancing) orang yang terkena penyakit menular atau jangan masuk ke wilayah yang  terkena wabah bahkan me-lockdown jika ada wilayah yang terkena wabah.

Pada masa Rosul pernah terjadi wabah atau penyakit penular yaitu lepra atau kusta. Penyakit ini ditakuti dan menyeramkan karena dampaknya yang menyebabkan kecacatan atau kematian. Nabi Saw mengambil sikap untuk menjaga jarak atau jangan mendekati orang yang terkena penyakit tersebut, bahkan Nabi Saw memberikan perumpamaan agar berlarilah atau menghindarlah sebagaimana engkau berlari atau menghindar dari se-ekor singa. Karena untuk menjinakkan singat tersebut harus ada orang yang tahu bagaimana menjinakkan singa, sama halnya untuk menangani wabah atau virus tersebut harus ada orang yang memang mengerti untuk menanganinya.

Adanya wabah atau virus juga pernah terjadi pada masa Sayyidina Umar ibn Khathab. Ketika Umar sedang dalam perjalanan menuju Syam, saat sampai di wilayah Sargh, saat itu Umar mendapat kabar adanya wabah di wilayah Syam. Umar sebagai pimpinan bermusyawarah hingga beradu pendapat dengan Ubaidah ibn al-Jarrah. Ubaidah mengatakan bahwa Umar lari dari takdir Allah. Umar mengatakan tidak lari dari takdir Allah, tetapi memilih takdir Allah yang lain.

Hal ini dilakukan Umar karena diingatkan oleh Abdurrahman bin Auf akan perintah Rasolullah agar tidak memasuki sebuah wilayah yang terkena wabah atau virus dan jika seseorang di wilayah tersebut kena wabah maka jangan keluar. Sedangkan beberapa sahabat yang melanjutkan ke Syam akhirnya meninggal terkena wabah yaitu Abu Ubaidah ibhn Jarrah, Muadz bin Jabbal, Yazid bin Abu Sufyan, Syarhbil bin Hasanah dan Al Fadh bin Abbas.

Maka jelas anjuran Al-Qur’an kepada sesuatu yang berbahaya terhadap diri kita agar janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan atau kematian (Qs. 2/195). Bahkan kaidah fiqhiyyah mengatakan “ laa dhororo wa laa dhirooro” artinya tidak boleh membahayakan diri dan membahayakan orang lain.

Kaidah fiqhiyyah yang lain juga mengatakan “Dar ul mafasid muqaddamun 'ala jalbil mashalih” artinya menolak mafsadah (kerusakan) didahulukan dari pada mencari kemaslahatan (kebaikkan)”.  Kaidah fiqih ini semua untuk menjaga jiwa manusia dari sesuatu yang bisa membinasakan dan berakibat buruk terhadap orang lain.

Melawan musuh yang tampak masih bisa dihadapi dengan berbagai strategi. Namun melawan Virus Covid-19 yang tidak tampak, akan lebih sulit namun dampaknya bisa kita rasakan dari berbagai aspek termasuk banyaknya manusia yang meninggal dengan jumlah yang besar. Virus yang bermutasi dari kekelawar dan ular pertama kali terjadi di pasar tradisional, China, kota Wuhan, Provinsi Hubei.  Memakan satwa liar dan menjijikan menjadi kebiasaan sebagian orang di Wuhan.

Akibatnya, virus muncul. Virus corona yang dianggap biasa-biasa saja awalnya, kini penularannya yang sangat cepat dari binatang ke manusia, dari manusia ke manusia hingga ke seluruh dunia. Dampaknya pun cukup serius hingga banyak manusia yang meninggal. Sehingga virus ini menjadi pandemi yang penyebarannya terjadi diseluruh dunia dengan kurun waktu yang sangat singkat.

Saat ini, Pemerintah, Pemrov, MUI bahkan DKM Masjid berupaya membangun kesadaran masyarakat agar tidak keluar rumah atau ibadah di rumah saja karena antasipasi penyembaran virus  yang semakin meningkat. Ada yang kontra jika sholat jumat jangan ditiadakan karena tidak ada alasan yang tepat, sebab ini perintah Allah, virus corona lebih ditakuti daripada Tuhannya. Ibadah memang perintah Allah, namun ditengah merebaknya wabah corona  khususnya di Jakarta harus diputus mata rantainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun