[caption id="attachment_268040" align="aligncenter" width="556" caption="sumber: www.arsenal.com"][/caption] Senin, 2 September 2013, publik Real Madrid bersuka cita menyambut pemain Britania Raya yang telah lama dikaitkan dengan klub Ibukota Spanyol tersebut. Ya, Gareth Bale berhasil diakuisisi klub pemilik sembilan gelar Liga Champions. Tidak main-main, 105 juta pounds atau sekitar Rp 1,63 triliun jadi mahar pelepas sang bintang dari klub terdahulu, Tottenham Hotspurs.
Acara penyambutan pemuda Wales yang dianugerahi pemain terbaik Liga Inggris versi PFAitu pun menjadi gegap gempita. Sebabnya jelas, Gareth Bale memecahkan rekor transfer sebelumnya yang disandang personel tim lainnya, CR7. Riuh rendah sambutan fans tidak dielakkan ketika si megabintang tampil di panggung utama Santiago Bernabeu bersama keluarga yang turut mendapinginya. Sang presiden, Florentino Perez, dengan bangga bersanding dengan pemain impian publik Los Merengues dengan jersey bernomor punggung 11 bernama ‘Bale’disandang bersama-sama. Perburuan Madrid pun berakhir dengan sukses!
[caption id="attachment_267999" align="alignleft" width="392" caption="Bale resmi bela Madrid (sumber: www.oddfootball.com)"]
Namun, konferensi pers perdana Bale, pada bagian lain dari pendukung mengeluarkan nada sumir. Umpatan dan makian turut mewarnai ajang angkat bicara si pemain termahal jagat sepak bola. Ternyata kesan kurang baik itu bukan ditujukan kepada GB11. Kekesalan fans diarahkan kepada sang presiden. Perez dianggap sebagai dalang hengkangnya salah satu pemain kesayangan publik Madrid.
Beberapa saat jelang ditutupnya jendela transfer, setelah rampungnya negiosasi Madrid-Spurs, pendukung Los Merengues harus menerima kabar buruk. Pemain nomor punggung 10 yang telah kadung dicintai harus angkat koper dari Bernabeu. Mesut Oezil, pemain yang telah mentas 105 kali dengan torehan 19 golnya selama tiga musim berbaju putih-putih, menerima pinangan klub dari London Utara, Arsenal.
Fakta transfer yang sebenarnya tidak begitu mengejutkan, namun tetap jadi kabar yang luar biasa buruk bagi pendukung Madrid. Oezil memang terus masuk dalam spekulasi di bursa transfer. Ia diramalkan menjadi salah satu pemain yang mesti keluar dari Bernabeu. Bergantinya nahkoda dari Mourinho ke Don Carlo menjadi sinyalemen awal.
Diperburuk dengan didatangkannya wonder kid Isco dari Malaga turut mendorong si pemain makin mendekati pintu keluar Madrid. Selain itu, Performa yang cenderung menurun diperlihatkan pemain internasional Jerman tersebut pada musim terakhir juga menjadi bahan pertimbangan para pengamat. Posisi Oezil di posisi inti bisa jadi akan tergeser dengan potensi besar dalam diri Isco. Akibatnya bisa fatal, Oezil gagal menjadi pemain reguler, peluang tampil di Piala Dunia Brazil tahun depan bisa jadi pupus.
Berita resminya kepergian Oezil ke dataran Inggris segera dikonfirmasi ke beberapa pihak di kubu El Real. Mantan rekan setim pemain kelahiran Gelsenkirchen, Cristiano Ronaldo, merasa kesal dengan fakta yang didapatnya. CR7 mengatakan bahwa Oezil adalah penyuplai bola terbaik di tim, sebuah kehilangan besar untuk Madrid. Ramos tidak kalah sedih. Ia tidak menyangka, keakraban yang telah terjalin antara dirinya dan Oezil ternyata harus berakhir.
Kegundahan publik Bernabeu berbanding terbalik dengan semangat fans Arsenal menyambut pujaan baru mereka. Kabarnya, gelontoran dana 42,5 juta poundsterling atau sekitar Rp 719,66 miliar sulit ditolak Perez yang memang ingin menambal kas Madrid pascatransfer Bale. Sebelum kabar resmi hijrahnya Oezil ke London Utara, Gooners memang mesti sabar menanti realisasi janji Wenger. Pelatih asal Prancis itu mengatakan ingin merekrut pemain berlabel bintang pada jendela transfer awal musim. Anggaran yang diberikan petinggi klub untuk belanja pemain sama sekali belum disentuh The Professor. Hingga nyaris jendela transfer ditutup, Arsenal baru mengisi keranjang belanjanya dengan satu nama, Yaya Sanogo, pemain muda Prancis yang diboyong gratisan.
Tak dinyana lagi, kabar merapatnya Oezil ke Emirates bagai mimpi besar yang jadi kenyataan bagi para Gooners. Bagaimana tidak? Pada tiap musim sebelumnya, pendukung Meriam London mesti menyaksikan para idolanya mesti berkemas, lalu pergi meninggalkan London. Dua musim lalu, pangeran Emirates, Fabregas memilih menukar jersey dengan klub kebanggaan publik Catalan, Barcelona. Clichy dan Nasri ikut ganti seragam ke klub Rival, City.
Alexander Song menyusul kolega Spanyolnya di musim berikutnya. Yang paling telak dan menyakitkan adalah pilihan pujaan publik Emirates dan goal getter Gunners, van Persie, memilih menggadaikan kecintaan terhadap klub impian masa kecilnya dengan menyeberang ke Old Trafford, stadion milik musuh bebuyutan Manchester United.
Eksodus pemain memang tidak bisa dihindari. Arsenal nyaris satu dekade ini tampil seperti macan limbung. Akar masalah dimulai ketika pengetatan anggaran diberlakukan sekira musim awal musim 2005. Kala itu, Gooners dengan penuh semangat menanti kehadiran stadion baru yang berkapasitas lebih besar dari rumah lama, Highbury. Stadion yang dibangun di Ashburton Grove itu dianggap merepresentasikan kebesaran nama Arsenal yang pada masa itu memang menjadi salah satu kekuatan besar di dataran Inggris dan Eropa. Dengan kapasitas 60.355 tempat duduk, pembangunan stadion ini menelan biaya tidak kurang dari 430 juta pounds.
Akibatnya di luar perkiraan. Arsenal dipaksa berhemat demi memenuhi kebutuhan anggaran pembangunan stadion. Mengingat model finansial Arsenal yang mengharuskan klub hidup mandiri. Pendapatan klub digunakan untuk pengeluaran klub itu sendiri. Tidak adanya pengeluaran lain, selain dari pendapatan dan utang. Demi menjaga kestabilan pembayaran cicilan utang per tahun dari pinjaman untuk pembangunan stadion, anggaran untuk belanja pemain pun diketatkan.
Dampaknya, The Professor mesti mencari talenta dengan harga murah atau gratis, sekaligus berinovasi memainkan penggawa-penggawa belia dari binaan yang berasal dari akademi klub. Hal ini mesti dilakukan, mengingat pemain-pemain brilian yang mengisi skuat telah melewati usia emas. Ljungberg, Pires, Campbell, dan Lauren, bagian penting Arsenal dalam beberapa tahun ke belakang harus mengalami regenerasi.
Raja Arsenal pun kurang kerasan merumput di stadion baru. Sujud terakhir King Henry, pascatorehan hat-trick terakhirnya di Highbury di laga terakhir versus Wigan pada musim 2005/06 adalah kenang-kenangan terindah bagi Gooners. Setahun berselang, kepergian sang raja ke Barcelona setelah kegagalan di final Liga Champions musim sebelumnya menjadi tamparan keras bagi Wenger.
Henry tidak bisa berlama-lama hanya menjadi mentor pasukan muda, Fabregas cs. Ia butuh satu gelar prestisius pelengkap torehan lainnya, Liga Champions, yang kemudian diwujudkannya kala berseragam Azulgrana. Sosok sentral dan anutan penggawa Young Gunners pergi. Ketakutan akan sulitnya kembali ke persaingan tingkat atas makin kentara di musim berikutnya.
[caption id="attachment_268022" align="aligncenter" width="416" caption="Selebrasi unik Henry yang membuat Gooners terkesan (sumber: pbs.twimg.com)"]
Selepas kepergian para bintang, Arsenal memang tidak kehilangan sentuhan ajaibnya. Dengan memasang pemain-pemain muda bertalenta, publik Emirates tetap disuguhkan permainan atraktif dari kaki ke kaki khas Wenger, dikombinasikan kemampuan teknik menjanjikan pemain-pemain yang masih hijau.
Fans pun seperti dibuat lupa akan kepergian sang raja, setelah menyaksikan permainan apik Young Gunners angkatan pertama yang dikomandoi Fabregas kala itu. Nama van Persie pun kian terkatrol setelah ia berhasil keluar dari bayang-bayang sang senior, Henry. Publik berharap banyak pada talenta Belanda tersebut.
Sayangnya, kerap dibekap cedera, Persie gagal memenuhi ekspektasi. Koleksi gelar juara yang terakhir kali direngkuh Pasukan Meriam di musim 2005 saat memboyong trofi piala FA, tak ada susulan gelar lain menyesaki lemari trofi mereka. Emirates belum pernah berpesta. Akibatnya, banyak pemain yang meraih ketenaran ketika berseragam Arsenal, tapi berprestasi dengan kostum tim lain.
Masa-masa getir bagi Wenger, yang mana ia berhasil mendatangkan pundi-pundi keuntungan penjualan pemain, tapitak sekeping medali juara pun mengalung di leher anak asuhnya. Yang juga akhirnya mendorong anak emasnya, Fabregas, mudik ke klub masa kecilnya. Kekurangan biaya transfer yang disanggupi Barcelona pun sanggup dibayar si pemain, demi dapat mengukir prestasi dalam CV karir sepakbolanya.
Mengulas peta persaingan era awal Premier League, tentu menelurkan pertarungan gengsi antarklub yang berpotensi juara. Persaingan klub London Utara dengan Manchester United memang menjadi sajian menarik bagi penikmat liga Inggris kala itu. Sejak kedatangan Arsene Wenger tahun 1996, Arsenal bermetamorfosis menjadi klub yang mampu menjadi tandingan sepadan bagi anak asuh Ferguson. Dua musim menangani Arsenal, Wenger menghadirkan trofi Liga Inggris yang pertama sejak1991. Memasuki milenium baru, The Gunners yang digdaya dengan rekor tidak terkalahkannya, harus rela menghentikan laju hitungan di angka 49,penggawa MU jadi biang keladinya, pada 24 Oktober 2004.
Tapi cerita tadi hanya sekadar nostalgia jika didiskusikan pada masa dua-tiga tahun ke belakang. Arsenal gagal bersaing dalam perebutan Mahkota Singa. The Gunners terpental dari resistensi calon peraih gelar hasil amatan penikmat sepakbola. Klub kaya baru Chelsea dan Manchester City merobohkan dominasi persaingan The Gunners-Red Devil. Walcott cs. pun dibuat tersengal ketika berhadapan dengan klub-klub yang dahulu medioker, lalu sekarang menjelma menjadi kekuatan besar. Untuk menghadapi Spurs, mantan klub Bale-pun, Arsenal harus mengeluarkan kemampuan maksimalnya apabila ingin meraih poin penuh.
[caption id="attachment_268027" align="aligncenter" width="400" caption="Gelar Premier League terakhir Arsenal di musim 2003/04 (sumber: 4.bp.blogspot.com)"]
Ironis, jikamengingat kembali permainan duo maut Arsenal di milenium awal. Saat itu, Wiltord- Henry menjadi mimpi buruk siapapun pemain lini belakang yang menghadapi mereka. Didukung daya jelajah tinggi Ljungberg dan Pires, Arsenal benar-benar menjadi klub yang komplet dalam penyerangan. Menjaga kedalaman pertahanan sekaligus penerapan kick and rush gaya konvensional Inggris, The Gunners memiliki nama Gilberto Silva dan Vieira. Di lini belakang, nama Sol Campbell menjadi jaminan kokohnya pertahanan.
Tentu Gooners merindukan formasi emas yang melahirkan gelar-gelar prestisius bagi Arsenal. Harapan besar membumbung tinggi ketika kebijakan transfer pemain kembali dinormalisasi. ProfWenger diberikan anggaran besar musim lalu. Ia dibebaskan ‘jajan’ pemain setelah Meriam London babak belur di awal musim 2011/12. Nama-nama berpengalaman seperti Per Mertesacker dan Mikel Arteta didatangkan menyusul keberhasilan perekrutan Vermaelen di awal musim 2009/10. Nama terakhir kini menjabat sebagai kapten tim. Harapan belanja besar, jelas, gelar di akhir musim. Namun, hasilnya masih nihil.
Publik dipaksa menunggu hingga musim berganti. Bukan kabar baik yang didapat lepas gelaran Euro 2012. Van Persie positif berganti kostum. Penyebabnya, ia ingin jadi jawara. Jawabannya, menjadi anak buah Ferguson di MU.
[caption id="attachment_268024" align="aligncenter" width="437" caption="Senyum ramah The Professor kepada mantan anak asuhnya (sumber: images.football365.com)"]
Belum lagi dahaga gelar juara terhapus, Wenger harus dibuat kelimpungan mencari goal getter baru bagi Arsenal. Tidak dapat dipungkiri, selepas kepergian Henry, Wenger terus dibuat kecele dengan penampilan suksesor-suksesor Si Raja. Sebut saja nama-nama seperti Striker Kroasia, da Silva,dan yang paling anyar adalah kegagalan Maroane Chamakh memenuhi ekspetasi sang profesor. Persie telah menjadi pengganti ideal dengan gelar topskor dan pemain terbaik di akhir musim. Tapi keputusan telah diambil, Wenger harus ikhlas melepas si anak emas.
Sosok pengganti selanjutnya tertampil. Arsenal yang memang akrab dengan talenta-talenta dari Tim Ayam Jantan, Prancis, memboyong rising star dari Montpellier, Giroud. CV-nya mengkilat dengan lesatan 21 gol dari 36 kali tampil yang menahbiskan dirinya menjadi topskor musim sebelumnya. Mahar yang Arsenal keluarkan pun tidak sedikit untuk mengakuisisi jasa si pemain.
Giroud terus dipasang sepanjang musim. Permainannya cenderung biasa-biasa saja. Belum memenuhi ekspektasi sang juru taktik. Tapi kepercayaan terhadap si pemain belum pupus. Wenger tetap mempercayai penyerang internasional Prancis itu di awal musim ini. Sejauh ini hasilnya positif. Giroud berhasil membayar kepercayaan pelatih bergelar derajat master bidang Ekonomi itu.
Sejak 1996, Arsenal memang belum pernah terlempar dari empat besar klasemen liga inggris hingga musim ini ini. Torehan berturut-turut tampil di pentas teratas Eropa memang dapat diapresiasi sebagai salah satu keberhasilan Wenger dalam membangun tim. Tapi saat ini yang sangat dibutuhkan fans adalah gelar juara. Tidak bisa dipinggirkan, fans butuh pesta kemenangan yang menandakan kembalinya klub pujaan dari tidur panjang.
Kampanye Arsenal dalam mendatangkan gelar juara di musim ini pun tidak main-main. Kembali ke pembelian Oezil. Pemain yang satu ini memang seakan dianggap sebagai pemain ‘buangan’ dari Madrid. Tapi ingat, mahar yang diberikan Arsenal ke kubu Los Galacticos sama sekali tidak merepresentasikan Oezil adalah pemain buangan.
‘Si Mata Burung Hantu’ masih dalam usia emasnya. Ditambah lagi, penampilan apik perdananya di ajang Premier League membuahkan dua assist bagi The Gunners kala menggulung Sunderland di Stadium of Light akhir pekan kemarin. Selain itu, yang perlu menjadi catatan, label ‘pemain buangan Madrid’ dikenal cukup bertuah. Ingat bagaimana dua mantan penggawanya, Sneijder dan Robben berhasil mengangkat trofi Liga Champions? Gelar yang sebenarnya ditunggu-tunggu publik Bernebau dan terkemas dalam kampanye La Decima-nya.
Melihat komposisi tim Arsenal saat ini pun bisa dikatakan cukup lengkap di setiap lini. Duo Young Gunners angkatan kedua, Willshare dan Ramsey, makin padu menjadi dirigen permainan tim. Dengan skema menyerang, menempatkan Giroud sebagai goal getter yang disokong kekuatan sayap Walcott dan Oezil di lini depan seperti pada dua laga terakhir, Wenger sepertinya telah mendapatkan solusi komposisi penyerang maut bagi Arsenal.
Hadirnya pemain berdarah Turki pada musim ini sangat membantu kampanye Arsenal dalam mengawali musim dengan hasil positif. Sempat jatuh mental ketika diempaskan Aston Villa di laga awal dengan skor 1-3, Arsenal kini nyaman dengan koleksi 9 poin dari empat laga yang telah dijalani. Di Liga Champions pun pasukan Arsene Wenger tampil impresif dengan mengemas tripoin setelah melucuti kekuatan Marseille di partai tandang.
Yang dibutuhkan saat ini adalah konsistensi permainan yang akan terus menyuplai poin maksimal di setiap laga. Fokus Arsene Wenger kini bisa optimal setelah kendala di setiap lini permainan telah teratasi. Target jawara Inggris di akhir musim pun sepertinya bukan hal yang irrasional. Tiga klub yang selalu menjadi pesaing dalam merebut posisi empat teratas kini kedatangan nahkoda baru. Opa Fergie lebih memilih mengunyah permen karetnya di bangku penonton musim ini. Ia pensiun dan digantikan oleh David Moyes. Suksesornya yang dianggap banyak pihak masih perlu tempaan mental jawara.
City, jawara dua musim lalu, sepertinya masih dalam kondisi yang sama dengan kubu tetangga. Kekalahan dari klub promosi Cardiff jadi faktanya. Calon kampiun musim ini, Chelsea, dengan kembalinyaThe Only One, Mourinho, juga sepertinya tengah dalam situasi adaptasi. Tetangga biru baru saja menderita kekalahan di Goddison Park, sinyal belum matangnya racikan juru taktir Portugal.
Pesaing lain, seperti Spurs yang jor-joran belanja di awal musim pun sepertinya belum dapat merusak peta persaingan. Pasukan AVB sepertinya akan melewati panjangnya musim dengan sindrom inkonsistensi seperti musim lalu.Apakah The Reds Liverpool bisa jadi batu sandungan? Sepertinya masalah kepaduan dan kesiapan mental skuat masih menjadi PR Branden Rodgers musim ini.
[caption id="attachment_268028" align="aligncenter" width="568" caption="Giroud dan Oezil, harapan bangkitnya mental juara Arsenal (sumber: assets.kompas.com)"]
Ini bisa jadi momen bangkitnya The Gunners. Kesempatan besar bagiThe Professor merasakan sampanye kemenangan di musim! Kaya pengalaman dan memiliki komposisi pemain yang tidak hanya mumpuni dari kemampuan, tapi juga memiliki mentang persaingan yang telah teruji adalah modal utamanya. Kedatangan Oezil bagai seorang sinterklas yang memberikan kado natal istimewa bagi para Gooners.
Apakah hal itu bisa terwujud? Mungkin terlalu lama untuk dapat dibuktikan di akhir musim nanti. Sebelum menyaksikan pengangkatan piala di bulan Maret, mungkin ada baiknya Gooners berharap pada Natal tahun ini, Arsenal dapat merasakan empuknya singgasana juara paruh musim Premier League. Pasti akan jadi hadiah natal paling indah di pengujung tahun!Victoria Concordia Crescit.
@dennisafri
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI