Mohon tunggu...
Denia Dwi Citra Resmi
Denia Dwi Citra Resmi Mohon Tunggu... Lainnya - Biologi

Universitas Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Bioteknologi Tanaman Rotan (Calamus thwaitesii(i)): Potensi Agroforestri dan Restorasi Ekosistem

17 Desember 2020   22:15 Diperbarui: 17 Desember 2020   22:19 655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Calamus thwaitesii (Dinesh Valke, 2011)

Rotan merupakan tanaman yang sangat digemari hasil produknya. Batang rotan yang lentur dan elastis dapat dibengkokkan dan dianyam menjadi produk-produk furniture, kerajinan tangan dan, tikar, dan berbagai komoditas bernilai tinggi lainnya. 

Sumber daya rotan asli saat ini dieksploitasi secara berlebihan sehingga ketersediaannya di alam saat ini terbatas. Rotan juga merupakan salah satu sumber mata pencaharian berpengaruh yang sangat mempengaruhi pendapatan masyarakat lokal yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya hutan.

Dalam menghadapi eksploitasi berlebihan dan menjaga mata pencaharian tetap ada, diperlukan suatu system yang baik untuk memperbanyak tanaman rotan. Salah satu upaya untuk mengatasinya adalah dengan menanam rotan sebagai Agroforestri. 

Agroforestri merupakan system penggunaan lahan bersama untuk pertanian dan tanaman hutan yang dapat meningkatkan fungsi lahan dan memiliki manfaat sosial dan ekonomi. System ini dapat dibantu pengembangannya dengan perbanyakan rotan secara mikropropagasi.

Gambar 2. Agroforestri (USDA NATIONAL AGROFORESTRY CENTER, 2011)
Gambar 2. Agroforestri (USDA NATIONAL AGROFORESTRY CENTER, 2011)

Proses mikropropagasi dapat dilakukan dengan kultur jaringan. Multiplikasi  dimulai dengan kultur eksplan rotan berasal dari buah berwarna hijau yang belum matang. 

Penggunaan eksplan ini dikarena buah yang belum matang belum mengalami banyak diferensiasi, sehingga tingkat keberhasilan kultur lebih tinggi. Selanjutnya adalah sterilisasi medium. Hal ini dilakukan agar tidak adanya kontaminan  berupa bakteri atau jamur. 

Embrio di tanam dalam medium MS (Murashige dan Skoog) yang berisi hormone hormone yang sesuai dan dilengkapi dengan berbagai konsentrasi arang aktif (0,05– 0,3%) dan sukrosa (1-6%). Jika embrio tersebut telah tumbuh menjadi tunas berukuran 4-8 cm, dipindahkan ke dalam polybag. Setelah 6 bulan, tunas tersebut tumbuh menjadi tanaman yang cukup kuat, lalu dipindahkan kehutan untuk pengembangan sistem agroforestri.

Calamus thwaitesii(i) berbunga pada bulan Agustus hingga September setiap tahun. Untuk proses isolasi dan kultur yang dilakukan, bagian yang digunakan adalah buah yang belum matang berumur 2,5 bulan karena dapat mencapai tingkat keberhasilan isolasi hingga 95%. 

Pada proses kultur yang dilakukan ini melibatkan beberapa unsur lainnya, seperti garam, arang aktif, dan sukrosa. Konsentrasi garam yang cukup tinggi lebih cocok bagi kultur embrio untuk proses pertumbuhan dan diferensiasinya. Arang aktif 0,1% pada media memfasilitasi pembentukan haustoria yang diikuti dengan perkecambahan cepat dan perkembangannya. 

Selanjutnya, konsentrasi sukrosa 3% merupakan konsentrasi optimal untuk perkembangan tunas, sedangkan konsentrasi sukrosa 5% merupakan konsentrasi optiomal dalam membantu pembentukan akar.

Penelitian ini menunjukkan tahap perkembangan embrio somatik atau disebut juga sebagai embryoid dari embriogenik (Gambar 3) dan tahap perkembangan mikro multiplikasi dari embryoid dan tunas aksenik Calamus thwaitesii(i) (Gambar 4).

Pembentukan akar memerlukan waktu 8 minggu. Rotan merupakan spesies tropis lembab, sehingga membutuhkan tingkat kelembaban yang tinggi di dalam mist house untuk kelangsungan hidup yang optimal. 

Tanaman yang sudah kokoh perlu dipindahkan ke media pot dengan kandungan nutrisi yang terdiri dari pasir : top soil : pupuk kandang (3: 1: 1) untuk memfasilitasi pertumbuhan berkelanjutan dan pertumbuhannya yang optimal.

Pengamatan ini dilakukan selama tiga tahun yang menunjukkan tingkat keberhasilan tumbuh mencapai 81-86% yang terus tumbuh di lokasi penanaman. 

Metode-metode ini dapat digunakan untuk produksi skala besar, penanganan yang aman, dan rehabilitasi hutan yang tidak produktif untuk menstabilkan kawasan perladangan berpindah, serta dapat membantu konservasi keanekaragaman hayati dan meningkatkan sosial ekonomi bagi kesejahteraan rakyat. 

Selain itu, metode produksi ini sesuai untuk konservasi keanekaragaman serta pengiriman bahan baku berkualitas secara berkelanjutan untuk industri rotan melalui pengembangan sistem agroforestri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun