Mohon tunggu...
Deni Saputra
Deni Saputra Mohon Tunggu... Guru - Seorang Guru dan Penggiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar menulis untuk memahami kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Antara Pemerolehan Bahasa dan Mengenal Teori Morfologi dan Sintaksis

2 Februari 2022   11:02 Diperbarui: 2 Februari 2022   11:32 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Antara Pemerolehan Bahasa dan Mengenal Teori Morfologi & Sintaksis

Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang diliputi berbagai macam kebutuhan untuk mempertahankan kahidupannya. Selain kebutuhan primer seperti seperti makan dan minum. Hal terpenting yang sangat dibutuhkan oleh manusia adalah bahasa. Hanya dengan komponen bahasalah manusia dapat berinteraksi dengan sesamanya, memberdayakan manusia, dan memanusiakan manusia. Segala aspek kehidupan dapat berjalan dengan lancar karena adanya bahasa. Tanpa adanya bahasa musykil segala elemen kehidupan dapat berlangsung dan berkembang dengan pesat.

Namun, bahasa bukanlah sesuatu hal yang diturunkan secara genetik. Melainkan harus dipelajari. Artinya, kemampuan berbahasa seorang anak tidak dikuasainya begitu saja semenjak kelahirannya. Agar anak tersebut dapat berbahasa dengan sesuai dengan bahasa ibunya. Maka, ia harus melalui tahapan-tahapan tertentu dalam proses mempelajari bahasa ibunya. Setelah melalui tahapan-tahapan tersebut, yakni bahasa ketika masih bayi, berkembang menjadi balita, dan tumbuh sebagai anak berusia remaja yang telah memguasai bahasa ibunya dengan baik. Kemampuan berbahasa yang telah dikuasai oleh anak berumur delapan tahun sampai dengan tiga belas tahun atau masa pubertas, biasa digunakan untuk mengutarakan gagasan-gagasan mereka secara lisan maupun tulisan.

Pada masa-masa pubertas inilah, pemerolehan bahasa dapat diperoleh dengan cepat. Sebab, belahan otak kanan dan kiri mereka belum mengalami lateralisasi. Maka  dikatakan  bahwa masa puber  merupakan masa keemasan yang biasanya diebut dengan golden age. Hal ini dikarenakan, belahan otak kanan dan  belahan otak kiri  dapat saling mengisi. Keadaan yang belum terlateralisasi inilah yang menyebabkan proses pemerolehan bahasa lebih mudah daripada proses tersebut berlangsung sebelm terjadinya lateralisasi.

Masa-masa golden age  atau masa keemasan tidak hanya terjadi pad masa-masa pubertas. Melainkan pula dapat terjadi pada anak sejak dini, khususnya pelajar kelas sekolah dasar, yang merupakan masa paling produktif untuk menyerap, menguasai, dan mengembangkan bahasa pertamanya maupun dalam mempelajari bahasa asing. Sebab otak manusia pada masa itu masih bersifat elastis.

Kajian Teori

  • Teori Pemerolehan 

Teori pemerolehan bahasa, seperti halnya teori ilmiah lainnya, menampilkan berbagai hipotesis yang dijadikan dasar kajiannya. Beberapa di antara beraneka hipotesis yang muncul dirumuskan secara utuh dan mendalam serta dikaji adan diuji terutana oleh Krashen (1982; 1985). Krashen (1982; 1985:10)  berpendapat bahwa ada dua cara yang masing-masing berdiri sendiri dalam mengembangkan kemampuan B2, yakni dengan pemerolehan dan pembelajaran.

Pemerolehan dalah proses yang serupa dengan yang dilalui oleh anak dalam mengembangkan kemampuan B1-nya. Pemerolehan bahasa merupakan ambang sadar; pemerolehan bahasa biasanya tidak sadar bahwa ia tengah memperoleh bahasa, tetapii hanya sadar akan kenyataan bahwa ia tengah menggunakan bahasa untuk komunikasi. Hasil pemerolehan bahasa, yaitu kompetensi yang diperoleh, juga bersifat diambang sadar. Pemerolehan B1 dan B2 itu tidak sepenuhnya sama. Perbedaannya digambarkan oleh Titone (1981:73) sebagai berikut:

  • Pemerolehan B1 bersifat spontan dan jarang; dorancang; sedangkan pemerolehan B2 pada umumnya diniatkan dan dirancang.
  • Pemerolehan B1 dikondisikan dengan pemerkokoh primer seperti kebutuhan untuk mengkomunikasikan keinginan, kebutuhan untuk membina hubungan afektif dengan orang tua. Sebaliknya, pemerolehan B2 sering dikondisikan pemerkokoh yang lebih lemah, misalnya angka di sekolah.
  • Tidak seperti bayi yang bergerak dari tanpa pengetahuan melalui tahapan yang teridentifikasi dan pasti, pembelajar B2 telah mengetahui bahasa ibunya. Bi ini dapat merupakan aset yang dapat ditransfer pada waktu belajar B2. Tetapi, apabila B1 dan B2 berbeda, maka dapat lahir interferensi.
  • Pembelajar B2 telah mempunyai kemampuan untuk mendikriminasikan bunyi dan struktur sedangkan bayi mulai nol.
  • Pembelajar B2 telah mempunyai persepsi tertentu dan juga sikap terhadap budaya asing yang dapat mempengaruhi proses belajarnya.

Dalam hal pemerolehan bahasa ini Bloomfield dan Chomsky berpendapat bahawa misteri perbuatan belajar berasal dari dua fakta utama tentang penggunaan bahasa, yaitu bahasa itu taat azas dan kreatif. Bloomfield (1933:1945:276) mengatakan bahwa penutur yang mengetahui konstituen dan pola gramatis dapat berharap mampu daftar konstituen dan pola gramatis itu karena kemungkinan kombinasinya itu tak terbatas. Sedangkan analisis Chomsky tentang masalah si pembelajar dimulai lampir hampir secara serupa, yaitu dengan asumsi bahwa data masukan itu adalah kalimat-kalimat yang didengar dan bahwa prosedur pembelajaran itu mesti merupakan semacam generalisasi induktif dari korpus semacam itu.

Slogan-slogan  yang muncul pada zaman Bloomfield adalah 1) bahasa itu tuturan, bukan tulisan. 2) bahasa itu adalah seperangkat kebiasaan-kebiasaan, 3) ajarkan bahasa bukan tentang bahasa, 4) bahasa itu adalah apa yang dituturkan penutur asli, 5) bahasa itu berbeda (Moulton, dikutip dari Diller 1978:10). Adapun proposisi yang diketengahkan oleh Chomsky adalah 1) bahasa yang hidup itu ditandai dengan kreatifitas yang taat azas, 2) kaidah tata bahasa itu psikologi nyata, 3) manusia itu secara khusus diperlengkapi untuk belajar bahasa, dan  4) bahasa yang hidup adalah bahasa yang di dalam bahasa itu kita dapat berpikir (Diller 1970:23).

Teori pemerolehan bahasa ini terus berkembang hingga samapai pada era tata bahasa  generatif (TG). Dalam teori TG seorang anak memperoleh kompetensinya dalam tahap awal bahasa ibunya. Dalam tahapan anak membentuk hipotesis tertentu tentang kode dan mengetesnya dengan ujaran yang didengarnya, sampai pad akhirnya anak mempelajari keseluruhan kode menurut pandangan ini ujaran anak yang menyimpang dari dewasa bukanlah suatu kesalahan melainkan suatu manifestasi dari sejenis kode yangtelah dia kontrol dalam tahapan yang bersangkutan.

Pada sisi lain, pemerolehan atau penguasan  bahasa dapat dihubungkan dengan pertumbuhan biologis manusia. Seperti apa yang dijelaskan oleh Soenyono (1981:149) dalam hipotesis umur kritis. Berpijak pada bagian dan fungsi otak belahan kanan dan kiri dalam proses memperolehan bahasa.timbullah suatu hipotesis yang menghubungkan pertumbuhan biologis manusia dengan taraf-taraf penguasaan bahasa. Yang kemudian terkenal dengan nama hipotesis umur kritis. Pada dasarnya hipotesis ini mengatakan bahwa 1) penguasaan bahasa itu tumbuh sejajar dengan pertumbuhan biologis, dan 2) sesudah masa puber, penguasaan bahasa secara natural sudah tidak bisa lagi.

Sehubungan dengan hal itu pemerolehan bahasa Lennberg (1967:156) merinci tahapan-tahapan perkembangan bahasa itu ke dalam mintakat-mintakat (zones) berikut:

NO LANGUANGE ( belum ada bahasa )

Mintakat ke-1- kata --kata tunggal

Mintakat ke-2- kata dari frasa ke kalimat

Mintakat ke-3- kesalahan tata bahasa di sana-sini

Bahasa sepenuhnya terbentuk

  • Teori Morfologi

Dalam bahasa ada bentuk (seperti kata) yang dapat 'dipotong-potong' menjadi bagian yang lebih kecil, yang kemudian  dapat dipotong lagi menjadi bagian yang lebih kecil sampai ke bentuk yang jika dipotong lagi, tidak mempunyai makna. Mislanya, kata memperbesar dapat dipotong menjadi:

mem---perbesar

                        per---besar

Bentuk seperti mem-, per-, dan  besar disebut morfem. Morfem yang dapat berdiri sendiri, seperti besar, dinamakan morfem bebas. sedangkan yang melekat pada bentuk lain, seperti mem-, dan per-, dinamakan morfem terikat. Anggota satu morfem yang wujudnya berbeda, tetapi mempunyai fungsi dan makna yang sama dinamakan alomorf.

Kemudian pada bentuk seperti duduk, darat, dan  temu  dapat dipakai sebagai dasar untuk membentuk kata. Dengan kata lain, kata yang diturunkan dari dasar tertentu dapat pula menjadi dasar pembentukan kata turunan yang lain. Selanjutnya, kata seperti pendudukan, pendaratan, dan pertemuan tidak dibentuk atau diturunkan dari dasar duduk, darat, dan temu, tetapi dari dasar menduduki, mendarat, dan bertemu.

1) Analogi 

            Kesamaan pola pembentukan kata disebut analogi. Misalnya pada pembentukan kata pendaratan dan pertemuan dikaitkan dengan mendarat dan bertemu. Contoh lain yang dianalogikan adalah kata petatar, pesuluh, dan pesapa yang berdasarkan pola penyuruh dan pesuruh yang sudah lama ada dalam bahasa

2) Proses Morfofonemik

Proses perubahan bentuk yang disyaratkan oleh jenis fonem atau morfem yang digabungkan dinamakan proses morfofonemik. Jadi, seperti pada contoh di atas  proses perubahan meng- menjadi mem-, men-, meny-, menge-, dan me-  adalah proses morfofonemik.

3) Afiks, Prefiks, Sufiks, Infiks, dan Konfiks

Bentuk (atau moefem) terikat yang dipakai untuk  merunkan kata digunakan afiks atau imbuhan. Afiks yang ditempatkan dibagian muka suatu kata dasar disebut prefiks atau awalan. Bentuk atau morfem terikat seperti Iber-, meng-, peng-, dan per-. Adalah prefiks atau awalan. Maka namanya adalah sufiks atau akhiran. Morfem terikat seperti --an, -kan, dan  -i  adalah contoh sufiks atau akhiran. Infiks atau sisipan adalah afiks yan diselipkan di tempat kata dasar. Seperti --el-,dan --er-. Sedangkan gabungan prefiks dan sufiks yang membentuk suatu kesatuan dinamakan konfiks, seperti pada konfiks ber---an, misalnya.

4) Afiks Homofon

Afiks homofon adalah afiks yang wujud bunyinya sama tetapi merupakan dua morfem atau lebih yang berbeda. Afiks homofon terlihat pada prefiks ter- pada tertulis dan terkecil.  Karena ter- pada tertulis  menyatakan makna 'sudah di....', sedangkan ter- pada terkecil menyatakan 'paling'.

5) Verba Transitif dan Taktransitif

Verba transitif menyatakan  peristiwa yang melibatakan dua maujud atau entitas: manusia, binatang, atau hal yang dapat menjadi titik tolak untuk memerikan peristiwa itu, baik dengan menggunakan verba aktif maupun verba pasif. Sedang misalnya duduk, bercukur, tertawa, dan membisu. Namun, adapula verba taktransitif yang diikuti nomina, tetapi nomina ini berfungsi sebagai pelengkap dan bukan objek. 

  • Teori Sintaksis

Sintaksis membicarakan kata dalam hubungannya dengan kata lain, atau unsur-unsur lain sebagai suatu satuan bahasa. Satuan- satuan sintaksis itu berupa:

Frase

Frase adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat predikatif.

Klausa

Kalusa adalah satuan sintaksis yang berupa runtunan kata-kata... predikatif. Artinya, di dalam kkonstruksi itu ada komponen berupa kata atau frase yang berfungsi sebagai predikatif, dan yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, dan sebagai  keterangan.

Kalimat

Kalimat adalah susunan kata-kata  yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap.

Penutup

Berdasarkan teori pemerolehan dan teori linguistik, yang meliputi bidang morfologi dan sintaksis dapat disimpulkan bahwa proses pemerolehan bahasa dapat diperoleh melalui proses pemerolehan dan pembelajaran.

Dalam pemerolehan ini Bloomfield dan Chomsky berpendapat bahwa misteri pembuatan belajar berasal dari dua fakata utama tentang penggunaan bahasa, yaitu bahasa itu taat azas dan kreatif.

Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan pemerolehan bahasa ini terus berkembang hingga pada era tata bahasa generatif (TG) yang berpendapat bahwa seorang anak memperoleh kompetensinya dalam tahap awal bahasa ibunya. 

Pada sisi lain, Soenyono berpendapat bahwa penguasaan bahasa dapat dihubungkan dengna pertumbuhan biologi manusia yang terkenal dengan hipotesi umur kritis. Sehubungan dengan hal itu, Lenneberg merinci tahapan-tahapan perkembangan itu ke dalam mintakat-mintakat (zones).

Pada teori morfologi pemahaman tentang pengguanaan kata dasar, analogi, proses morfofonemik, afiks, prefiks, ufiks, infiks, dan konfiks. Serta afiks homofon dan verba transitif dan taktransitif. Kemudian dalam teori sintaksis dijelaskan mengenai pengertian frasa, klausa,  dan kalimat.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun