Pendahuluan
Manusia sebagai makhluk sosial yang berpikir dan senantiasa ingin selalu melakukan perubahan-perubahan disegala sendi-sendi kehidupannya yang mengarah kepada efisiensi hidup. Keinginan tersebut mengarahkan dan melahirkan pemikiran modern. Abad ke-15 sampai awal abad ke-17 menjadi abad terpenting dalam manusia modern karena, di abad itulah tercapai kedewasaan pemikiran.
Hadirnya zaman modern yang hampir serba praktis dan menggunakan rasio membuat manusia dipandang sebagai pribadi yang kritis, rasional, individualis, dan materialistis (Ladmann, 1996:72-73). Dengan demikian terciptalah manusia-manusia instan yang berpikir pragmatis yang pada akhirnya juga menjadi masalah atau problem bagi masyarakat modern itu sendiri. Zaman modern bukan berarti semua masalah telah selesai karena kemajuan pemikiran manusia, tetapi merupakan awal pembabakan baru yang menghadapkan pada permasalahan dan masalah yang disebabkan oleh kemodernan itu sendiri. Â Â Â Â
Ilmu sering ditautkan dengan rasionalisme karena justru dalam ilmu akallah yang tampil, lebih dari kemauan, perasaan, atau intuisi. Di samping itu, aliran rasionalisme berpendat bahwa sumber pengetahuan yang mencukupi dan yang dapat dipercaya adalah rasio (akal). Hanya pengetahuan (ilmu) yang diperoleh melalui akallah yang memenuhi syarat yang perlu mutlak, yaitu syarat yang dituntut oleh semua pengetahuan ilmiah atau dengan kata lain harus rasional.
Renaissance; Babak Baru
Abad pertengahan yang juga terkenal dengan sebutan abad kegelapan (the dark ages) merupakan pengantar bagi tibanya suatu zaman baru yang amat besar dampaknya terhadap perkembangan alam pikiran di Eropa Barat, bahkan perkembangan peradaban manusia umumnya. Zaman itu disebut renaissance,suatu kebangkitan baru yang ditandai oleh kian leluasanya pengungkapan daya manusia secara menyeluruh tampa terlalu menghiraukan berbagai tabu yang tadinya secara apriori menjadi pembatas terhadap perkembangan alam pikiran umumnya dan filsafat khususnya. Renaissance tampil sebagai zaman yang ditandai oleh tercurahnya perhatian pada berbagai bidang kehidupan manusia, sebagai individu maupun secara kolektif. Pemikiran-pemikiran renaissance bercorak penyegaran dan pembaharuan.
Renaissance juga merupakan babak baru dalam arti diujinya berbagai tata nilai yang sebelumnya tidak tergoyahkan, yaitu tata nilai yang bersangkutan dengan pusat-pusat kekuasaan, seperti yang berkaitan dengan keagamaan maupun politik dan kenegaraan. Memasuki era renaissance itu Eropa Barat berada di depan ambang tumbuhnya etos baru.Â
Di samping telah terciptanya teleskop dan mikroskop, serta berkembangnya ilmu mengeanaai gas, daya listrik, dan magnet penyebaran gagasan-gagasan semasa renaissance itu terdukung oleh telah ditemukannya teknik cetak, sehingga berbagai tulisan para filusuf dan ilmuwan masa itu dengan mudah dapat diperbanyak dan disebarluaskan.Â
Di samping teknik cetak, penemuan kompas telah memungkinkan pula dilakukannya penjelajahan ke wilayah-wilayah yang makin luas ternmsuk penjelajahan di lautan bebas yang menghasilkan penemuan benua dan wilayah baru (seperti antara lain perjalanan colombus, magelhains). Melalui pertemuan antarbudaya itu tebukalah jendela-jendela yang memperluas cakrawala pandangan. Semangat menjelajah (adventurism) merupakan ciri yang amat menonjol dalam era renaissance, baik penjelajahan yang tertuju pada penemuan wilayah-wilayah baru maupun penjelajahan-penjelajahan berupa kebebasan mengembangan pemikiran yang sebelumnya serba dibatasi.
Ciri utama renaissance ialah humanisme, individualisme, lepas dari agama (tidak mau diatur oleh agama), empirisme dan rasionalisme hasil yang diperoleh dari watak itu ialah pengetahuan rasional berkembang. Filsafat berkembang ukan pada zaman renaissance itu, melaikan kelak pada zaman sesudahnya (zaman modern). Sains berkembang karena semangat dan hasil empirisme itu. Agama (Kristen) semakin ditinggalkan, ini karena semagat humanisme itu. Rupanya setiap kegiatan pemikiran mempunyai kecendrungan yang positif, tetapi sekaligus yang negatif.
Jadi, zaman modern filsafat di dahului oleh zaman renaissance. Sebenarnya secara esensial zaman renaissance itu, dalam filsafat tidak berbeda dari zaman modern. Ciri-ciri filsafat renaissance ada pada filsafat modern. Tokoh pertama filsafat modern adalah Descrates. Ciri itu antara lain ialah menghidupkan kembali rasionalisme Yunani (renaissance), individualisme, humanisme, lepas dari pengaruh agama dan lain-lain.
Secara garis besar keistimewaan zaman ini meliputi tiga bidang, yaitu: berkembangnya filsafat, sosial dan politik; reorientasi filsafat tentang kemanusiaan; dan perkembangan ilmu beserta percabangannya dalam berbagai disiplin.
Di Italia, Niccolo Machiavelli, tokoh filsafat dan politik terkenal oleh karyanya yang berjudul Il Principe yang terbit tahun 1513. dalam karyanya tersebut ia menjabarkan cara-cara untuk mempertahankan kekuasaan dan kewibawaan dalam memimpin negara.
Di Perancis terkenal Jean Bodin dengan filsafatnya tentang masalah kemasyarakatan dan kenegaraan. Pemikirannya dipengaruhi oleh terjadinya kekacauan di Perancis akibat sengketa antara gereja Katolik dengan kaum Huguenot.
Di Inggris, Thomas Hobes bertolak pada dalilnya yang terkenal 'homo homini lupus' (manusia adalah serigala bagi manusia lainnya). Ini berarti bahwa manusia senantiasa terancam keselamatannya oleh sesamanya. Oleh karena itu, maka setiap kemasyarakatan manusia memerlukan adanya lindungan bagi keselamatan warganya.
Humanisme era renaissance ingin menegaskan kedudukan manusia sebagai pusat orientasi terhadap dunianya, dan dengan demikian juga sebagai pusat penghayatan nilai-nilai kehidupan. Karya yang memelopori gagasan ini antara lain terpantul dari karya filsuf Italia Pico della Mirandola yang berjudul Oratio de hominis dignitate.
Di Inggris periode enlightenment diwakili oleh tokoh-tokoh penganjur empirisme. Satu di antaranya yang terkenal ialah John Locke dengan karya utamanya berjudul Essay Concerning Human Understanding. John Locke mempunyai latar belakang puritan dan rasa tanggung jawab terhadap tugas yang sangat kuat.
Locke percaya bahwa semua pengetahuan datang melalui pengalaman, bukan dibawa sejak lahir. Ia membagi ide ke dalam bentuk yang sederhana dan yang kompleks. Locke percaya akan adanya tiga macam pengetahuan:
- Pengetahuan intuitif, yang melaluinya diperoleh pengetahuan mengenai diri sendiri.
- Pengetahuan demonstratif, yang melaluinya diperoleh pengetahuan akan Tuhan.
- Pengetahuan indrawi, yang melaluinya diperoleh pengetahuan mengenai dunia luar.
Pengetahuan yang pertama, intuitif mempunyai sifat pasti secara absolut. Yang kedua bersifat pasti seperti bukti-bukti matematis bersifat pasti. Sedangkan yang ketiga, bersifat problematik.
Kebebasan berpikir memungkinkan pesatnya laju perkembangan berbagai disiplin ilmu dan sejalan dengan itu berkembang pula banyak temuan ilmiah yang menyangkal berbagai anggapan yang tadinya diterima.
Peran Rasionalisme Terhadap Manusia Modern
Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes pengetahuan. Jika empirisme mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan alam mengalami objek empiris, maka rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir. Alat dalam berpikir ialah kaidah-kaidah logis atau kaidah-kaidah logika.
Secara umum rasionalisme adalah pendekatan filosofis yang menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului aatau unggul atas, dan bebas dari pengamatan indrawi. Beberapa aajaran pokok:
Dengan proses pemikiran abstrak kita dapat mencapai kebenaran   fundamental, yang tidapat disangkal.
Realitas dapat diketahui tidak tergantung dari pengamatan, pengalaman, dan penggunaan metode empiris.
Pikiran mampu mengetahui kebenaran tentang realitas yang mendahului pengalaman apa pun.
Akal budi adalah sumber utama pengetahuan.
Kebenaran tidak diuji dengan prosedur verifikasi-indrawi, tetapi dengan kriteria (konsistensi logis).
Tokoh dan Pengaruhnya Terhadap RasionalismeÂ
Rene Descartes atau Cartesius (1596-1650), yang juga disebut sebagai "Bapak filsafat modern" sangat mempengaruhi aliran rasionalisme. Ia berpendapat, bahwa ilmu pengetahuan haruslah satu, tanpa bandingnya, serta harus disusun oleh satu orang sebagai satu bangunan yang seluruhnya berdiri sendiri menurut metode yang umum. Ia menambahkan, bahwa adapun yang harus dipangdang yang benar adah apa yang jelas dan terpilah-pilah (clear and distinctly), artinya, bahwa gagasan-gagasan atau idea-idea itu harusnya dapat dibedakan dengan persis dari gagasan-gasan atau idea-idea yang lain.
Ilmu pengetahuan harus mengikuti jejak ilmu pasti. Ilmu pasti menjadi suatu contoh bagi cara mengenal atau mengetahui yang maju. Sekalipun demikian ilmu pasti bukanlah metode yang sebenarnya bagi ilmu pengetahuan. Ilmu pasti hanya dipandang sebagai penerapan yang paling jelas dari metode ilmiah. Metode ilmiah itu adalah lebih umum. Segala gagasan yang kita kenal dari kebiasaan dan pewarisan atau dari kecendrungan, baru bernilai, jikalau secara medis diperkembangkan dari intuisi yang murni. Â Â Â
Pada waktu itu pemikiran orang masih terlalu dipengaruhi oleh khayalan-khaayalan. Oleh karena itu seolah-olah Descrates merasa terdorong untuk membebaskan diri dari segala pemikiran tradisional dan segala gagasan filsafati yang ada pada zamannya. Ajaran Descrates tentang manusia sesuai dengan pandangannya yang dualistis, yang diturunkan dari asas-asas metafisis yaitu jiwa dan tubuh.
Ungkapan atau perkataan Descartes yang peling terkenal dan sangat mempengaruhi pemikiran modern khususnya rasionalisme adalah "aku berada karena aku berpikir". Jadi aku adalah sesuatu yang berpikir, suatu substansi yang seluruh tabiat dan hakikatnya terdiri dari pikiran dan yang untuk berada tidak memerlukan suatu tempat atau suatu yang bersifat bendawi. Cogito (aku berpikir) adalah pasti, sebab cogito adalah jelas dan terpilah-pilah. Cirri khas kebenaran yang dapat dipastikan adalah "jalas dan terpilah-pilah.
Mengenai hali ini tidak ada orang atau bahkan iblis yang dapat menipu kita, yaitu: Aku ragu-ragu (aku meragukan segala sesuatu). Ini bukan khayalan, melainkan kenyataan. Aku ragu-raku, atau aku berpikir dan oleh karena aku berpikir, maka aku ada(cogito ergo sum). Â
Rasionalisme ada dua macam: dalam bidang agama dan dalam bidang filsafat. Dalam bidang agama rasionalisme adalah lawan autoritas, dalam bidang filsafat rasionalisme adalah lawan dari empirisme. Rasionalisme dalam bidang agama biasanya digunakan untuk mengkritik ajaran agama, rasionalisme dalam bidang filsafat terutama berguna sebagai teori pengetahuan. Sebagai lawan empirisme, rasionalisme berpendapat bahwa sebagian dan bagian penting pengetahuan datang dari penemuan akal.
Kesimpulan
Manusia sebagai makhluk sosial yang berpikir dan senantiasa ingin selalu melakukan perubahan-perubahan disegala sendi-sendi kehidupannya yang mengarah kepada efisiensi hidup. Keinginan tersebut mengarahkan dan melahirkan pemikiran modern. Abad ke-15 sampai awal abad ke-17 menjadi abad terpenting dalam manusia modern karena, di abad itulah tercapai kedewasaan pemikiran.
Peran rasionalisme dalam pemikiran modern sangat penting serta sangat berpengaruh. Rasionalisme ada dua macam: dalam bidang agama dan dalam bidang filsafat. Dalam bidang agama rasionalisme adalah lawan autoritas, dalam bidang filsafat rasionalisme adalah lawan dari empirisme.Â
Rasionalisme dalam bidang agama biasanya digunakan untuk mengkritik ajaran agama, rasionalisme dalam bidang filsafat terutama berguna sebagai teori pengetahuan. Sebagai lawan empirisme, rasionalisme berpendapat bahwa sebagian dan bagian penting pengetahuan datang dari penemuan akal.
Rasio selalu ada, tetapi tidak selalu ada dalam bentuk yang masuk akal itulah kata-kata Karl Marx. Dari kata tersebut pula dapat disimpulkan peran agama dalam kehidupan modern tidak harus selalu rasional. Serta pemaksaan atau merasionalisasi (merasionalkan yang irasional) tidak diperlukan dalam sesuatu yang ada. Biarkan ada itu sendiri menjadi ada. Â
Daftar PustakaÂ
Delfgaauw, Bernard. 1992. Sejarah Ringkas Filsafat Barat. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Hassan, Fuad. 1996. Pengatar Filsafat Barat. Jakarta: Pustaka Jaya.
Peursen, C. A. Van. 1985. Susunan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Gramedia.
Poole, Ross. 1991. Moralitas dan Modernitas. Yogyakarta: Kanisius.
Smith, Linda. 2000. Ide-ide. Yogyakarta: Kanisius.
Tafsir, Ahmad, Prof., Dr. 2003. Filsafat Umum. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H