Mohon tunggu...
hartawan -
hartawan - Mohon Tunggu... kementerian keuangan ri -

Pencinta seni, hobby membaca, menulis dan IT, saat ini bekerja di sebuah instansi pemerintah. Tidak suka basa-basi, pendiam dan tidak banyak omong. Pecinta Rasulullah dan ajarannya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sampai kapankah Negara kita bisa bangkit

12 September 2010   02:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:17 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap tahun anggaran baru, jalan raya di jalur pantura di "kuliti" lagi oleh Pemkab setempat. Dengan alasan yang klise dan terkesan mengada-ada : Aspal jalan bolong di sana-sini, menggerinjal, naik dari posisi pengaspalan awal. Kita jadi bertanya, kenapa kejadiannya selalu di triwulan II tahun anggaran berjalan, sehingga finishingnya pas mendekati hari raya idul fitri? Dan kenapa pula harus menggunakan aspal jalan yang dibeli secara curah dari Pertamina Cilacap? Apakah tidak sebaiknya di cor dengan beton bertulang? Anggarannya tidak cukup walaupun sudah ditambah dengan Anggaran Belanja Tambahan. Ada apa sih sebenarnya? kenapa kog kualitas jalan utama yang di kerjakan oleh kontraktor-kontraktor lokal selalu saja mempunyai masa guna yang sangat sebentar.  Walaupun saat ini "cerita" tentang korupsi di negara ini mulai berkurang setelah terbentuknya satu badan  di pemerintahan yang khusus menangani korupsi, tapi tokh ternyata di daerah-daerah pekerjaan yang datang dari dinas pekerjaan umum selalu menjadi ajang cari duit bagi pejabat-pejabat setempat. Setiap pekerjaan yang berkaitan dengan dinas tersebut ada bobot persentasinya yang harus dibayar oleh kontraktor "PEMENANG TENDER" baik yang menang melalui tender resmi atau tender najis! Biasanya tim-tim pengadaan barang dan jasa serta tim lelang sudah mengantongi nilai persentasi atas pekerjaan atau pengadaan barang yang di tenderkan. Jadi dimanakah benang merahnya? yah di tim pengadaan dan tender tersebut.  Solusi yang terbaik adalah mensentralisir tim tersebut kedalam sebuah badan, sehingga jadwal lelang dan pelaksanaan kerja bisa tepat waktu, menghindari kebiasaan "Pesan Sponsor" dan pernik-pernik lainnya.  Tinggal sekarang masalahnya, seandainya badan/wadah itu terbentuk akan adakah orang-orang profesional yang benar-benar bekerja hanya untuk gaji semata tanpa iming-iming komisi? Wallahu A'lam, mohon maaf saya belum melihat ada sosok manusia indonesia era abad millenium yang bersedia bekerja keras dan tanpa korupsi layaknya Almarhum Hoegeng........

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun