Adapun munkret adalah rasa sedih dan kecewa serta marah ketika keinginan manusia selalu tidak tercapai. Munkret memiliki dua makna. Pertama, menurunkan rasa keinginan dari yang tinggi ke yang rendah saat keinginanya tidak tercapai. Kedua, mengalami rasa susah karena keinginannya tidak tercapai.
Hubungan antara Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram (NemSA= 6-SA) dalam konteks Transformasi Audit Pajak dan Memimpin Diri Sendiri
Kebatinan, sebagai bagian dari tradisi spiritual dan budaya Indonesia, memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat. Salah satu tokoh kebatinan yang menonjol adalah Ki Ageng Suryomentaram. Beliau dikenal tidak hanya sebagai seorang penganut kebatinan yang mendalam, tetapi juga sebagai seorang pemimpin yang mampu menginspirasi banyak orang untuk memahami dan memimpin diri sendiri.Â
Artikel ini akan membahas bagaimana kebatinan Ki Ageng Suryomentaram dapat dihubungkan dengan transformasi audit pajak dan konsep memimpin diri sendiri.
Filosofi Nemsa dari Ki Ageng Suryomentaram adalah konsep yang mendalam dan kaya akan makna, yang mengajarkan cara hidup yang seimbang, bijaksana, dan penuh kesadaran. "Nemsa" adalah singkatan dari "enem sa" atau "enam sa", yang terdiri dari enam prinsip dasar yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut penjelasan tentang keenam prinsip tersebut:
 1. Sakepenake (Senyamannya)
Prinsip ini mengajarkan bahwa setiap tindakan yang dilakukan hendaknya dilakukan dengan perasaan nyaman dan tanpa paksaan. Hidup seharusnya dijalani dengan cara yang membuat diri merasa nyaman, baik secara fisik maupun mental. Ini bukan berarti hidup dalam kemalasan, tetapi lebih kepada menjalani kehidupan dengan cara yang tidak menimbulkan stres berlebihan atau tekanan yang tidak perlu.
 2. Sabutuhe (Sebutuhnya)
Sabutuhe berarti hidup sesuai dengan kebutuhan, bukan keinginan. Prinsip ini mengajarkan pentingnya membedakan antara apa yang kita butuhkan dan apa yang kita inginkan. Dengan fokus pada kebutuhan, kita dapat menjalani kehidupan yang lebih sederhana dan tidak terjebak dalam konsumsi berlebihan. Hal ini membantu menghindari pemborosan sumber daya dan hidup yang lebih berkelanjutan.
 3. Saperlune (Seperlunya)