Mohon tunggu...
Muhammad Dendy
Muhammad Dendy Mohon Tunggu... Seniman - menulis adalah obat hati

"saya adalah orang yang selalu ingin belajar dan selalu ingin mengembangkan segala potensi yang ada dalam diri saya"

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Isu Anies Capres dan Eksistensi Oposisi

8 Juli 2018   20:34 Diperbarui: 8 Juli 2018   22:20 797
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertanda menguatnya kekuatan kubu oposisi mulai terlihat dari menanjaknya perolehan suara calon-calon Gubernur usungan Gerindra pada pilkada serentak 2018, terutama yang menarik Perhatian Publik adalah perolehan Suara Sudrajat Syaikhu di jawa barat dan sudirman-Ida di jawa tengah.

Memang calon usungan Gerindra kalah di kedua daerah potensial Pulau jawa tersebut, tetapi yang menjadi perhatian adalah melonjaknya perolehan suara kedua calon usungan Prabowo dan Gerindra tersebut.

Sudrajat misalnya, yang awalnya menjadi salah satu calon dengan urutan terbawah versi berbagai lembaga survey menjelang pilkada jabar 2018, ternyata mampu membalikkan prediksi lembaga survey yang menempatkannya pada posisi ketiga seteah RK-UU dan Duo dedi, dengan raihan elektabilitas 6-10 persen.

Secara logika, sudrajat sangat sulit untuk menang, karena memang popularitas beliau yang jauh lebih rendah dibandingkan duo Dedi dan RK-UU yang sudah lebih dahulu dikenal oleh kalangan masyarakat Jabar.

Tetapi, secara mendadak sudrajat mampu menembus posisi kedua versi real count KPUD Jabar dengan perolehan suara 30 persen.

Seolah memberikan kejutan yang sama di jawa barat, Sudirman-Ida yang merupakan jagoan Prabowo di jawa tengah, ternyata membuat eksistensi Prabowo dan Gerindra mulai menguat di provinsi yang sering disebut media massa sebagai "Kandang Banteng" tersebut.

Jawa tengah selama ini memang dikenal sebagai basis pendukung pemerintahan Jokowi-JK, sehingga eksistensi Gerindra dan Prabowo sangat redup disini.

Sebagai contoh, Pada pilpres 2014 lalu Prabowo hanya mampu meraup suara 25 persen di jawa tengah, berbanding jomplang dengan perolehan suara Jokowi-Jk yang mencapai 75 persen.

Tetapi pada Pilkada jateng 2018 lalu Sudirman-Ida mampu mencatat perolehan suara 40-41 persen, angka yang cukup mengejutkan banyak pihak, sehingga tak berlebihan jika saya menyebut, ada kemungkinan penguatan eksistensi Prabowo dan Gerindra di jawa tengah.

Anies baswedan sebagai capres Gerindra??

Hasil Pilkada serentak 2018 memamg sedikit banyak memberikan angin segar bagi kubu oposisi, sehingga menjelang pendaftaran akhir capres 4-10 agustus mendatang, dari pihak kubu penantang Jokowi mulai menggodok-godok nama Capres maupun Cawapres.

Selama ini pemimpin kekuatan kubu oposisi memang selalu dipelopori oleh Prabowo Subianto, sebagai tokoh yang selama ini konsisten diluar pemerintahan, Prabowo selalu dipandang sebagai "leader of oposisi" yang menjadi tempat berkumpulnya para pemilih "Anti Jokowi"

Aspirasi masyarakat oposisi ada pada ketokohan Prabowo tersebut, sehingga sebagai pemimpin kubu oposisi dan masyarakat oposisi, Prabowo tentu memiliki beban yang berat menjelang Pilpres 2019, apalagi pendaftaran Capres dan Cawapres akan berlangsung sebulan lagi. Yakni 4-10 Agustus 2018.

Perpecahan memang terjadi dalam kubu oposisi dalam hal penentuan Capres dan Cawapres, yang mana saat ini ada dua kubu dalam kubu oposisi ini. Anggaplah saat ini ada 4 partai yang potensi menjadi kubu oposisi kali ini, yakni Gerindra-PKS-PAN dan Demokrat.

Ada 2 bagian dalam kubu oposisi yang terdiri dari 4 partai tersebut, yakni yang menginginkan Prabowo Capres dan menginginkan figur baru selain Prabowo. Dalam tubuh Gerindra serta PKS dan PAN nama anies baswedan menguat sebagai "Penantang Jokowi", apalagi dalam beberapa kesempatan anies semobil dengan wakil Presiden Jusuf kalla. Nama anies mulai diperhitungkan kini, apalagi anies memiliki panggung politik, yaitu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Banyak media massa menyebut JK mengendorse anies agar maju dalam Pilpres 2019, kode politik yang ditunjukkan JK tersebut bak gayung bersambut bagi Gerindra itu sendiri. Dimana ada kode politik dari Prabowo maupun beberapa tokoh Gerindra, bahwa anies bisa saja menjadi capres dari Gerindra menggantikan Prabowo.

Keputusan ada ditangan Prabowo, itulah ungkapan dari beberapa tokoh Gerindra, maupun yang disampaikan oleh anies baswedan itu sendiri.

Ada beberapa hal yang saya tangkap dari kode-kode politik Prabowo, para tokoh Gerindra,maupun anies baswedan serta manuver JK yang memberikan kode mendukung anies pada Pilpres 2019 mendatang. Yang pertama, bisa saja Prabowo tengah melakukan endorse terlebih dahulu terhadap anies, lalu belakangan anies akan menjadi cawapresnya.

Yang kedua, memang bisa saja Prabowo memang ingin memajukan anies yang dianggap mewakili tokoh muda yang bisa meraup suara pemilih milenial, yang terdiri dari 40 persen suara pemilih. Atau hal yang ketiga, adalah mulai memudarnya sosok Prabowo sebagai leader dalam kubu oposisi.

sejak tahun 2008 sebagai tahun Berdirinya Gerindra hingga saat ini, Prabowo memang selalu berada dalam posisi oposisi alias berada diluar pemerintahan. Stigma tokoh utama oposisi memang melekat kuat dalam diri Prabowo terutama usai Pilpres 2014.

Sebagai leader dalam kubu oposisi, Prabowo dinilai adalah pengambil keputusan kedepannya, terutama dalam 1 bulan kedepan masa penentuan Capres-Cawapres. Tentu sebagai tokoh utama kubu oposisi diperlukan keputusan bijak Prabowo dalam penentuan pasangan Capres dan Cawapres kedepannya. Meskipun Prabowo tidak mampu mengambil keputusan sendiri yang mana harus mempertimbangkan suara partai-partai koalisi pendukungnya. Tetapi Prabowo tetaplah menjadi leader utama kubu penantang Jokowi nantinya, entah itu maju sebagai Capres maupun king maker.

Apapun itu, ditengah penguatan kekuatan kubu oposisi dibeberapa daerah berdasarkan hasil Pilkada serentak 2018 lalu, akan membuat bursa Capres-Cawapres dari kubu oposisi akan semakin bergairah untuk membentuk "rezim baru". Tetapi ada yang perlu diperhatikan para elit, bahwa yang rakyat butuhkan saat ini bukan hanya drama politik saja, tetapi subsidi kebutuhan pokok serta lapangan kerja yang luas bagi para pemuda yang terdiam di jalan ujung aspal.

Salam Damai selalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun