Pilkada serentak 2018 baru saja usai, aroma pemilihan kepala daerah memang masih terasa hingga kini. Karena disamping sebagai pemanasan untuk Pilpres 2019, pilkada serentak juga merupakan awal penjajakan sebuah koalisi parpol untuk menatap pilpres 2019 mendatang.
Pilkada serentak 2018 boleh dibilang meninggalkan kejutan, terutama di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Kejutan apa itu? Kejutan itu tentu saja adalah melonjaknya elektabilitas Sudrajat-Syaikhu di jawa barat serta Sudirman Said-Ida Fauziah di jawa tengah.
Kedua paslon yang diusung oleh Gerindra tersebut, awalnya memiliki elektabilitas yang cukup kecil, bahkan tak jarang ada lembaga survey yang menyebut elektabilitas keduanya dibawah 10 persen.
Pada periode akhir menjelang pilkada jawa barat 2018, Sudrajat-syaikhu hanya memiliki elektabilitas 6-10 persen dan menempatkan pasangan dari PKS dan Gerindra tersebut ada diposisi ketiga setelah Demiz-Dedi. Tetapi hitung cepat berkata lain, Sudrajat mampu menembus elektabilitas 28-29 persen, yang hanya terpaut tipis dengan Ridwan Kamil yang memiliki elektabilitas seusai pilkada jawa barat sebesar 32-33 persen
Serupa dengan jawa barat, sudirman said yang diprediksi akan kalah telak dengan ganjar pranowo dengan elektabilitas dikisaran 10 persen, dan ganjar pranowo dengan elektabilitas 70 persen. Ternyata dari hasil hitung cepat baik dari KPU maupun lembaga survey mampu menembus elektabilitas 40-41 persen.
Jawa tengah juga bisa menjadi perhatian, karena sebagai basis massa kuat PDIP, elektabilitas sudirman said yang lumayan tinggi di basis massa PDIP tersebut, dapat menjadi patokan bahwa kekuatan mesin partai Gerindra di jawa tengah sudah cukup meningkat. Meskipun peran PKB yang menjadi pendukung sudirman-ida tak bisa dihindarkan, karena ida fauziah yang maju sebagai cawagub bersama sudriman said berasal dari PKB dan kader NU, peran NU juga berperan besar dari hampir menempelnya elektabilitas sudirman dengan ganjar pranowo.
Prabowo effect di Jawa Barat
Beberapa bulan yang lalu jauh sebelum Pilkada serentak 2018, saya sudah menulis artikel tentang Mayjen Purn. Sudrajat dan Prabowo effect di jawa barat. Artikel itu saya tulis diawal-awal Prabowo melakukan manuver dengan secara mendadak mengusung Mayjen Purn. Sudrajat yang dianggap kurang begitu populer dibandingkan Ridwan Kamil dan Deddy Mizwar, yang sebelumnya diprediksi akan diusung oleh Gerindra.
Saya sudah memprediksi, jika Sudrajat nantinya akan besar namanya dengan Prabowo effect karena nama prabowo yang nempel pada dirinya. Ternyata benar adanya, sudrajat yang beberapa bulan sebelum pencoblosan pilkada jawa barat 2018 hanya berada diposisi ketiga setelah Rindu dan duo Dedi, ternyata mampu menyodok diposisi kedua menempel elektabilitas Ridwan Kamil.
Bahkan ada beberapa lembaga survey yang memprediksi dipuncak atas dan suara masyarakat jabar sebelum pencoblosan hanya didominasi oleh duo Dedi dan Ridwan Kamil UU atau sering disebut Rindu.
Kejutan melonjaknya suara sudrajat setelah pemilihan gubernur jawa barat 2018, adalah bukti ternyata Prabowo effect masih cukup kuat di jawa barat, selain prabowo effect yang kuat. Kekuatan mesin politik Gerindra dan PKS di jawa barat juga patut di acungi jempol, karena bagaimana mungkin didetik akhir sudrajat menyodok diposisi kedua yang mana hampir menang jika ada penambahan suara lebih dari 4 persen lagi.
Bahkan SBY mengakui kekuatan mesin politik Gerindra dan PKS yang mampu membuat perolehan suara Sudrajat-Syaikhu melonjak drastis didetik terakhir. Menurut saya, tak berlebihan jika menyebut Peran prabowo cukup kuat karena sudrajat yang menyodok diposisi kedua setelah hasil real count KPU Jabar keluar.
Logikanya begini, sudrajat yang kurang begitu populer di jawa barat saja mampu terpaut suara cukup tipis dengan pasangan Rindu. Bagaimana lagi jika Gerindra memajukan tokoh sepopuler Deddy Mizwar di pilkada jawa barat 2018 lalu? Melonjaknya suara sudrajat adalah contoh Prabowo effect masih cukup kuat di jawa barat.
Hasil Pilkada serentak 2018, Prabowo effect dan kekuatan oposisi?
Dalam negara demokrasi sebesar Indonesia, rasanya kurang lengkap jika kita tidak membahas kekuatan oposisi yang berlaku sebagai check and balance, alias penyeimbang. Nah, sebagai pilkada terbesar yang akan mempengaruhi peta koalisi pilpres 2019 kedepannya. Maka hasil Pilkada serentak 2018 Â akan menjadi kajian dan evaluasi masing-masing parpol.
Kejutan dalam Pilkada serentak 2018 terutama dari jawa barat dan jawa tengah yang saya sebutkan diawal, bisa saja ada suara-suara masyarakat yang mulai mengalihkan suaranya kepada partai-partai oposisi. Terutama jawa tengah, dimana pada Pilpres 2014 lalu Prabowo hanya mampu meraup suara 25 persen saja di jawa tengah, tetapi sudirman said mampu meraih 40 persen suara di jawa tengah.
Memang saya tahu, rasanya tidak seimbang membandingkan sudirman said dan prabowo karena kedua tokoh ini memiliki basis massa tersendiri. Serta kekuatan PKB yang mendukung sudirman juga bisa menjadi alasan terbesar suara sudirman said bisa melampaui apa yang diraih Prabowo di jawa tengah pada Pilpres 2014.
Akan tetapi, dengan turun gunungnya Prabowo dan Gerindra pada pemenangan Sudirman Said, bahwa bukti pengaruh Pabowo effect juga sedikit banyak mempengaruhi hasil pilkada jawa tengah 2018 lalu.
Berkaca dari hasil pilkada serentak 2018 yang penuh kejutan ini, bisa saja peta koalisi pilpres 2019 akan kembali mengulang pertarungan Jokowi-Prabowo, karena pemetaan basis massa antara massa Jokowi dan Prabowo mulai terlihat dari hasil Pilkada serentak 2018 lalu.
Ditambah lagi menguatnya kekuatan oposisi juga bisa menjadi sebab, bahwa Prabowo Effect juga masih berpengaruh dalam Pilkada serentak 2018. Karena meskipun pasangan usungan koalisi parpol oposisi Gerindra-PKS berkaca dari real count kpu terkini kalah di jawa barat dan jawa tengah, tetapi indikator penguatan kekuatan mesin parpol oposisi dapat terlihat dari melonjaknya elektabilitas Sudrajat-Syaikhu dan Sudirman-Ida pada detik terakhir.
Artikel Terkait sebelumnya : https://www.kompasiana.com/dendy166/5a2feb5eab12ae2b522c23d2/mayjen-tni-purn-sudrajat-dan-prabowo-effect-di-jawa-barat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H