Jika para pembaca warga Jakarta, apa yang ada dalam benak kita ketika berada dalam kawasan Tanah Abang? Sudah pasti kesan sembrawut, tidak tertib, dan banyaknya aturan yang dilanggar adalah pemandangan umum yang kita jumpai di kawasan pusat perdagangan tekstil terbesar di Asia Tenggara tersebut.
Dari era Gubernur Sutioso, bahkan semenjak era Gubernur Ali Sadikin pun, tanah abang selalu identik dengan sembrawut dan macet. Sehingga ketika kita mengendarai kendaraan roda empat, kemacetan terkadang membuat kita jenuh dan emosi. Apalagi ditambah dengan sembrawutnya para pengendara lainnya.
Tetapi ternyata di era Jokowi dan Ahok penataan tanah abang mendapat perhatian serius. Pada era Gubernur Jokowi dan Ahok konsep penataan tanah abang, yaitu merelokasi para pedagang ke Blog-G.
Ternyata, meskipun kebijakan tersebut terlihat cukup baik, karena dengan kebijakan tersebut tanah abang sedikit tertata dan hilang dari kesan sembrawut. Tetapi ternyata pedagang merasa berdagang di Blok-G kurang pembeli, sehingga banyak para pedgang yang telah direlokasi ke Blok-G pada akhirnya kembali berjualan di trotoar jalan jatibaru.
Pada era Jokowi dan Ahok jalan jatibaru steril dari kegiatan para pedagang kaki lima, meskipun kebijakan ini memang baik, tetapi sepinya pembeli menjadi masalah serius pedagang. Sehingga para pedagang sering kucing-kucingan dengan satpol PP. Karena masih banyak pedagang yang kembali berjualan disepanjang trotoar jalan jatibaru
Gebrakan Penataan tanah abang era Anies
Beda Gubernur sudah pasti berbeda kebijakannya, Anies yang konsen membangun Jakarta dari manusianya terdahulu, menawarkan konsep penataan tanah abang yang jauh berbeda dengan penataan era Jokowi dan Ahok.
Menurut saya perbedaan yang mencolok inilah yang masih menyebabkan perbedaan dan pertentangan pendapat, sehingga timbullah saling membandingkan antara kebijakan era Gubernur Jokowi, Ahok, dengan Anies.
Hal tersebut adalah hal yang lumrah dalam demokrasi, karena kritik yang membangun tentu adalah hal yang baik, asalkan koridornya masih dalam kritik yang membangun.
Konsep penataan tanah abang ala Anies, memang sangat berbeda, atau bisa dibilang sebuah "Gebrakan". Dimana dengan mengevaluasi kebijakan-kebijakan Gubenur sebelumnya yang melakukan penataan jalan jatibaru yang steril dari pedagang kaki lima. Ternyata Anies punya pemikiran lain.
Nah, Anies tentu sudah melakukan evaluasi terhadap kebijakan-kebijakan Gubernur sebelumnya, sehingga Anies "nekat" menutup jalan jatibaru dimana sepenuhnya akan digunakan para PKL yang telah terlebih dahulu direlokasi di Blok-G.
Menurut saya, jalan yang Anies ambil adalah jalan tengah diantara kebijakan era Jokowi Ahok dengan kebijakannya. Dimana Anies tetap berkomitmen mengedepankan konsep penataan yang berkeadilan, dimana keberpihakan terhadap pedagang kecil apalagi seperti PKL adalah pedagang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang seharusnya mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah.
Konsep jangka pendek yang akan terus di evaluasi
Jika merujuk pada konsep jangka pendek, sudah pasti kebijakan ini akan terus di evaluasi oleh Pemprov DKI Jakarta dalam setiap harinya. Rekayasa lalu lintas sudah pasti akan menjadi polemik atau pro dan kontra para pengguna jalan, karena memang jalan jatibaru yang ditutup dari pukul 08:00 hingga 18:00 WIB.
Sehingga banyak yang menilai Anies sangat "Sayang" terhadap PKL, hal perlu digarisbawahi adalah "Â Rencana Jangka Pendek". Jika kita merujuk pada kata tersebut sudah pasti dalam hal ini masih dalam tahap uji coba dalam beberapa bulan kedepannya.
Bukankah dahulu Gubernur Ahok telah sukses dalam penutupan kalijodo, yang mana menurut para pengamat takkan pernah ada Gubernur yang berani menutupnya. Tetapi ternyata terbukti Ahok menutupnya dikala itu.
Sehingga serupa dengan Ahok, meskipun berbeda dalam konsepnya, Anies ingin membuat gebrakan yang langsung terasa manfaatnya bagi masyarakat. Apalagi penataan tanah abang ibarat salah satu masalah yang menahun di Jakarta.
Penutupan jalan jatibaru adalah suatu gebrakan, dalam setiap gebrakan sudah pasti ada pro dan kontra, seperti contohnya penutupan alexis oleh Gubernur Anies beberapa waktu lalu.
Sehingga memang membutuhkan beberapa tahap evaluasi bagi Anies, dalam kebijakan jangka pendeknya tersebut. Seperti yang saya bilang sebelumnya, berbeda Gubernur tentu berbeda konsep. Toh dalam memasak makanan saja, beda koki beda rasa kan?
Beda Jokowi, beda Ahok, tentu beda juga dengan Anies, karena setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing
Salam Damai Selalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H