Maskapai Penerbangan, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) tampaknya sangat terpukul sekali dengan adanya Pandemi Covid-19. Dengan adanya beberapa faktor mulai dari Covid-19, Penerapan PSBB dan kondisi new normal, membuat Perseroan mengalami penurunan kapasitas guna menyesuaikan tren demand yang terjadi saat ini
Laporan terakhir perusahaan menggungkapkan, hingga Agustus 2020, terdapat penurunan pada trafik yang diangkut oleh Perseroan baik untuk penumpang maupun kargo diangkut masing-masing sebesar 72% dan 50% dibandingkan dengan tahun lalu. Disamping itu, Perseroan juga mengalami penurunan produksi domestik sebesar 55% dan internasional sebesar 88% dari tahun lalu.
Situasi ini tentunya sangat memukul perusahaan-perusahaan di Indonesia salah satunya perusahaan Garuda Indonesia dalam menjalankan roda usahanya karena biaya produksi yang kian membengkak, dan tingginya tidak adanya penghasilan membuat perusahaan Garuda Indonesia mengalami kerugian yag sangat besar.
Kondisi keuangan Garuda Indonesia saat ini mempunyai ekuitas negatif sebesar 2,8 miliar dollar AS atau sekitar Rp 40 triliun per September 2021. Berarti, perusahaan mempunyai utang yang lebih besar dibandingkan asetnya. Liabilitas atau kewajiban Garuda Indonesia mencapai 9,8 miliar dollar AS, sedangkan asetnya hanya sebesar 6,9 miliar dollar AS. Neraca Garuda sekarang mengalami negatif ekuitas 2,8 miliar dollar AS.
Penurunan pendapatan dipengaruhi oleh anjloknya jumlah penumpang. Keadaan ini membuat Garuda merugi. Pada kuartal III 2020, emiten berkode GIAA tersebut mengalami rugi bersih sebesar US$ 1,07 miliar atau Rp 16,03 triliun.
Meski belum memberikan laporan pembukuan hingga kuartal IV 2020, dalam laporan terakhir menggambarkan rata-rata pendapatan Garuda hanya 60 persen dalam setahun. Tahun lalu, pendapatan perusahaan masih ditopang dari sisi pergerakan penumpang pada Januari-Februari atau saat pandemi Covid-19 belum masuk ke Indonesia.
Tak bisa bertumpu pada bisnis penumpang reguler, Garuda sebetulnya telah berbelok mengandalkan penerbangan kargo dan certer. Namun, upaya pun tak cukup menolong keuangan perusahaan.
Garuda akhirnya melakukan sejumlah efisiensi, termasuk memangkas jumlah karyawan. Manajemen perusahaan telah mengurangi lebih dari 20 persen karyawan sejak pandemi Covid-19. Pengurangan dilakukan dalam skema pensiun dini dan percepatan masa kontrak.
Kondisi pandemi yang terjadi yang mengakibatkan kodnsis neraca keuangan yang dialami oleh Garuda Indonesia menjadi tidak sehat ditambah keputusan-keputasan bisnis yang dilakukan sebelumnya membuat adanya ancaman kepailidan yang akan terjadi pada Garuda Indonesia namun demikian karena Garuda Indonesia adalah salah satu BUMN negara maka harus adanya penyelamatan terhadap perusahaan tersebut dengan cara merestukturisasi perusahaan tersebut dari pengelolaan hulu ke hilir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H