Mohon tunggu...
Dendinar
Dendinar Mohon Tunggu... Penulis - Aktivis yang hobi nulis.

Aktivis , Penulis dan Perasa.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

KPAI adalah Penilaian Kita terhadap Realitas

13 September 2019   01:09 Diperbarui: 14 September 2019   13:39 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Beberapa hari ini jagat dunia maya Indonesia viral akan permasalahan yang dihadapi antara Perkumpulan Bulu Tangkis Djarum yang diresmikan pada tahun 1969. 

Awalnya perkumpulan ini didirikan hanya sebagai kegiatan penyaluran hobi bagi karyawan pabrik rokok Djarum di Kudus namun berkembang menjadi Tempat Para Atlel Bulu Tangkis Indonesia Berlatih dan di naungi oleh PB Djarum sebagai club Bulu Tangkis. 

Dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang di singkat KPAI yang notabene sebagai Lembaga Independen yang hampir serupa dengan KPK, KPU dan KPPU namun memiliki fungsi yang berbeda, KPAI memiliki fungsi sebagai lembagai perlindungan anak Indonesia.

Permasalahan terjadi ketika Penghentian audisi umum beasiswa bulutangkis oleh PB Djarum dikarenakan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menuding PB Djarum yang memanfaatkan anak-anak untuk mempromosikan merek Djarum yang identik dengan produk rokok. 

PB Djarum diminta KPAI untuk melepas semua atribut yang identik dengan usaha utama mereka, rokok Djarum. KPAI sendiri menilai anak-anak menjadi media promosi produk rokok dengan memakai atribut sebab Djarum identik dengan rokok.

Hal itu sontak di respon negatif oleh netizen di media social twitter yang mempertanyakan maksud dari KPAI menuding PB Djarum Mengeksploitasi anak, bahkan banyak yang menyerang atau membully KPAI yang harusnya lebih vokal terhadap permasalahan eksploitasi anak di bidang politik di banding menuding PB Djarum yang telah 50 tahun berdiri dan menciptakan berbagai atlet bulu tangkis yang menjadi juara dunia.

Banyak netizen yang membela dan berpendapat bahwa apa yang dilakukan PB djarum dalam audisi beasiswa bulutangkis untuk anak-anak adalah hal yang positif bukan sesuatu yang membuat generasi bangsa ini hancur karena adanya eksploitasi anak seperti apa yang di tudingkan KPAI kepada PB djarum. 

Bahkan dalam media sosial twitter pertanggal 8 September 2019 trendding #PBDJarumJanganPamit menjadi salah satu trending di Twitter Indonesia. Lebih dari 9 ribu cuitan yang dilakukan oleh netizen dalam mendungkung program Pb Djraum dengan trending tersebut.

Pb Djarum sendiri sebenarnya telah beraudensi dengan pihak KPAI untuk mencari jalan keluar dari permasalahan ini, namun hasil audensi tersebut tidak menghasilkan solusi bagi kedua belah pihak, padahal dalam audensi tersebut Pb Djarum telah sepakat akan permintaan utama dari KPAI untuk melapas kata djarum pada nama audensi dan kaos yang digunakan. 

Namun pihak KPAI menolak penuh keterlibatan total djarum di pembinaan bulutangkis. Hal itu direspon oleh pihak Pb djarum dengan tidak akan mengadakan kembali audisi tersebut pada tahun 2020.

Dengan berakhirnya audisi tersebut tentunya menjadi kabar yang tidak mengenakan bagi pecinta bulutangkis Indonesia. Pasalnya Pb djarum telah banyak menciptakan atlet yang berprestasi ke kancah internasional dan mendulang banyak piala dan medali untuk Indonesia.

Sebenarnya apa yang terjadi kepada KPAI adalah cerminan kita yang hanya menilai dari siapa yang melakukan bukan apa yang dilakukan. Ketika yang melakukan suatu hal dianggap buruk maka apa yang dilakukan otomatis memiliki nilai buruk bagi kita. 

Padahal minke sendiri pernah dapat nasihat dari sahabatnya jean marais. Sahabat minke itu mengatakan kepada minke "bahwa orang bijak harus adil sejak dalam pikiran" yang kemudian di dengar dan dijadikan prinsip hidup oleh minke dalam novel maupun film Bumi Manusia.

Prinsip "adil sejak dalam pikiran" mungkin terdengar sepele dan cenderung mudah dilakukan. Namun pada realitasnya sungguh sulit bagi kita untuk tidak menilai terlebih dahulu subjek yang melakukan dibandingkan objek yang dilakukan. Hal itu mungkin yang menjadi dasar pertimbangan KPAI dalam menilai Kasus ini. 

KPAI hanya menilai PB Djarum sebagai perusahaan rokok bukan apa yang dilakukan oleh PB djarum dalam membina atlet muda. Nampaknya KPAI dan kita harus belajar banyak dari sosok minke dalam hal menilai sesuatu.

Seringkali kita lupa bahwa nilai dari sebuah perlakuan adalah apa yang dilakukan dan seberapa besar manfaat atau mudarat nya terhadap orang banyak. Kita juga sering mendengar frasa "jangan nilai buku dari covernya" frasa tersebut juga semakin menguatkan bahwa penilaian kita harusnya bukan dari sesuatu yang terlihat atau subjek dari sesuatu itu. Melainkan objek dari yang dilakukan.

Ketika frasa "adil sejak dalam pikiran" dan "jangan menilai buku dari covernya" di lakukan dalam kehidupan kita sehari-hari kita tidak akan memandang dunia ini dengan warna hitam-putih karena apabila kita memandang dunia dengan wanra hitam-putih maka dunia ini hanya tentang benar dan salah. 

Padahal diantara nilai tersebut ada nilai sosial baik dan buruk yang menjadi kaca mata kita terhadap apa yang di lakukan oleh seseorang. Walaupun KPAI menilai perusahaan rokok yang ada dalam ruang lingkup anak-anak adalah hal yang salah.

Namun harus kita akui dengan apa yang di lakukan  PB Djarum dalam membina anak-anak Indonesia menjadi atlet-atlet bulutangkis professional adalah hal yang baik bagi anak-anak Indonesia.

Kasus yang dialami PB Djarum dan KPAI mengisyaratkan bahwa KPAI hanya menilai PB Djarum sebagai penyelenggara adalah klub buatan perusahaan rokok yang dapat merugikan anak-anak jika logo dan nama yang disematkan dalam PB Djraum dalam udisi tersebut adalah suatu upaya untuk mengeksploitasi anak-anak. 

KPAI tidak melihat bahwa walaupun PB Djarum bentukan perusahaan rokok namun hal yang dilakukan dalam audisi Bulu tangkis untuk pemain muda memiliki manfaat yang besar bagi bulutangkis Indonesia dan anak-anak yang memiliki mimpi dalam menggapai cita-citanya menjadi atlet bulutangkis professional.

KPAI adalah kita saat kita sedang bucin. KPAI adalah kita saat kita sedang mendukung capres hehehe.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun