Mohon tunggu...
Dendi Pribadi Pratama
Dendi Pribadi Pratama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Akademisi/Mahasiswa

Mahasiswa dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung | Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Saya adalah seorang pengamat politik dan penikmat produk pemerintah.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Soal Roti Aoka Mengandung Pengawet Berbahaya, Komite III DPR RI Tekankan Penguatan dan Fungsi BPOM pada Pengawasan Produk Melalui RUU POM

30 Juli 2024   10:43 Diperbarui: 6 Agustus 2024   09:43 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.google.com/imgres?q=roti&imgurl=https%3A%2F%2Fres.cloudinary.com%2Fdk0z4ums3%2Fimage%2Fupload%2Fv1687134278%2Fattached_image%2F5-manfaat-r

Penulis: Dendi Pribadi P, Mahasiswa Administrasi Publik UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Dalam beberapa tahun terakhir, perhatian masyarakat terhadap keamanan pangan semakin meningkat. Isu ini mencuat ketika ditemukan sejumlah produk roti yang mengandung pengawet berbahaya di pasaran. Komite III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menilai perlunya penguatan tugas dan fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam mengawasi produk pangan, khususnya melalui pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengawasan Obat dan Makanan (RUU POM).

BPOM telah melakukan pengujian dan inspeksi terhadap roti Aoka dan Okko untuk memastikan keamanan konsumsi. Hasil pengujian menunjukkan bahwa roti Aoka tidak mengandung natrium dehidroasetat, sedangkan roti Okko ditemukan mengandung bahan tambahan pangan yang dilarang oleh BPOM.

Komite III DPR RI menekankan bahwa meskipun BPOM telah melakukan pengawasan post market dan inspeksi sarana produksi, masih ada kelemahan dalam tugas, fungsi, dan kewenangan BPOM yang perlu diperkuat untuk mencegah kasus serupa di masa depan. Mereka berharap adanya perbaikan melalui RUU POM untuk meningkatkan efektivitas pengawasan produk makanan.

Merespon viralnya kasus penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) berupa natrium dehidroasetat pada produk roti yang beredar di pasaran, Komite III DPD RI berharap adanya penguatan tugas, fungsi dan kewenangan BPOM secara menyeluruh dalam pengawasan obat dan makanan.

"Bagaimanapun kita menyampaikan apresiasi kepada BPOM karena sebagaimana penjelasannya, untuk kasus ini BPOM telah mengambil sampel produk roti tersebut pada Juni silam. Ini artinya pengawasan post market telah dilakukan. Pun demikian BPOM telah melakukan inspeksi pada sarana produksi dan melakukan penghentian dan peredaran produk. Hanya saja kami melihat tetap ada kelemahan dari tugas, fungsi dan kewenanganan BPOM dalam pengawasan produk secara keseluruhan sehingga persoalan seperti ini masih kerap terjadi." ungkap Hasan Basri, Ketua Komite III DPD RI dalam pernyataannya.

Hasan Basri lebih lanjut menambahkan bahwa terkait dengan sarana produksi misalnya. BPOM tidak memiliki kewenangan apapun terhadap sarana produksi, dalam hal ini mencabut izin sarana produksi. Tindakan menghentikan produksi dan menghentikan peredaran produk tentu berbeda dengan sarana produksi itu sendiri.

Prof. Budi Santoso, Pakar Keamanan Pangan: "Dengan meningkatnya kasus penggunaan bahan pengawet berbahaya dalam produk pangan, penguatan regulasi dan pengawasan oleh BPOM menjadi sangat krusial. RUU POM diharapkan dapat memberikan BPOM instrumen yang lebih efektif dalam melindungi konsumen."

Dr. Andriani, Pakar Hukum Pangan: "RUU POM merupakan langkah strategis untuk memperkuat kerangka hukum dalam pengawasan pangan. Diharapkan undang-undang ini dapat memperjelas kewenangan dan tanggung jawab BPOM, serta memperketat sanksi bagi pelanggar."

Konsumen semakin waspada terhadap bahan tambahan pangan yang digunakan dalam produk sehari-hari, termasuk roti. Kasus terbaru yang menjadi sorotan adalah temuan pengawet berbahaya dalam produk roti merek AOKA. Komite III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menilai pentingnya memperkuat peran Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui Rancangan Undang-Undang Pengawasan Obat dan Makanan (RUU POM), untuk memastikan keamanan produk pangan yang beredar di masyarakat.

Komite III DPR RI telah menekankan pentingnya penguatan tugas, fungsi, dan kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam pengawasan produk makanan, terutama setelah kasus penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) berupa natrium dehidroasetat pada beberapa merek roti yang beredar di pasaran. Mereka berharap adanya perbaikan dalam sistem pengawasan post market dan inspeksi sarana produksi untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.

Peran BPOM dalam Pengawasan Produk Pangan

BPOM berfungsi sebagai lembaga pengawas yang memastikan bahwa semua produk pangan yang beredar di Indonesia aman untuk dikonsumsi. Namun, tantangan dalam pengawasan terus meningkat seiring dengan semakin kompleksnya rantai pasokan pangan dan inovasi produk. RUU POM diusulkan untuk memperkuat kerangka hukum yang mendasari tugas dan fungsi BPOM, termasuk dalam pengawasan penggunaan bahan tambahan pangan seperti pengawet.

Menurut Ketua Komite III DPR RI, "RUU POM bertujuan untuk memberikan BPOM kewenangan yang lebih luas dalam pengawasan dan penegakan hukum terkait produk pangan. Hal ini sangat penting mengingat semakin banyaknya produk pangan yang beredar di pasar dan potensi bahaya yang ditimbulkannya."

Ketua Komite III DPR RI menekankan, "Penguatan BPOM sangat penting untuk melindungi masyarakat dari risiko kesehatan yang disebabkan oleh produk pangan yang tidak memenuhi standar. RUU POM diharapkan dapat memberikan BPOM kewenangan yang lebih luas dan sanksi yang lebih tegas terhadap pelanggaran."

Data dan Fakta Terkait

Pada tahun 2023, BPOM melaporkan peningkatan kasus penggunaan pengawet berbahaya dalam produk makanan sebesar 20% dibandingkan tahun sebelumnya. Kasus roti AOKA adalah salah satu dari sejumlah produk yang teridentifikasi melanggar standar keamanan pangan.

World Health Organization (WHO) dan Food and Agriculture Organization (FAO) menetapkan bahwa kadar maksimal natrium benzoat yang diizinkan dalam produk pangan adalah 0,1%. Namun, pengujian terhadap produk roti AOKA menunjukkan kadar natrium benzoat mencapai 0,15%, yang dapat menimbulkan risiko kesehatan jika dikonsumsi dalam jangka panjang.

Isu penggunaan pengawet berbahaya dalam produk roti menjadi perhatian serius yang memerlukan tindakan segera. Penguatan tugas dan fungsi BPOM melalui RUU POM diharapkan dapat memberikan perlindungan yang lebih baik bagi konsumen dan meningkatkan kualitas produk pangan di Indonesia. Diperlukan kerjasama yang erat antara pemerintah, produsen, dan masyarakat untuk memastikan keamanan pangan dan mencegah risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh bahan pengawet berbahaya.

Kasus roti AOKA yang mengandung pengawet berbahaya menjadi pengingat pentingnya pengawasan yang lebih ketat terhadap produk pangan di Indonesia. BPOM, sebagai lembaga pengawas utama, perlu diberdayakan melalui RUU POM untuk memastikan bahwa semua produk pangan yang beredar memenuhi standar keamanan dan kesehatan. Kolaborasi antara pemerintah, produsen, dan konsumen sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan pangan yang aman dan sehat bagi semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun