Mohon tunggu...
Denden Deni Hendri
Denden Deni Hendri Mohon Tunggu... Analis Pemilu dan Kebijakan Publik -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Membaca Langkah Ridwan Kamil dalam Pilkada Jabar 2018

17 Maret 2017   14:04 Diperbarui: 21 Maret 2017   20:00 993
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam perspektif ilmu kebijakan publik, fundamental lingkungan kebijakan yang kondusif merupakan salah satu unsur dan prasyarat sebuah kebijakan publik terimplementasi dengan baik selain tentunya faktor aktor kebijakan dalam hal ini figur dan pesona RK sendiri dan tentunya yang utama adalah gagasan kebijakan publik yang dibawanya untuk masyarakat kota bandung.

Langkah Ridwan Kamil dalam Pilgub Jabar 2018   

Beranjak dari uraian pikiran singkat tersebut di atas, dengan modal sosial (social capital) yang tinggi maka teramat wajar dan cukup beralasan apabila RK memutuskan untuk tandang ke gelanggang pilkada jabar 2018 dengan membawa serta diri yang sebenarnya yaitu sosok yang penuh percaya diri, antusias, fokus, optimis dan totalitas. Tentunya juga akan meninggakan  kursi kosong walikota dengan standar yang tinggi, karena sekali lagi apa yang telah diwariskan tidak hanya kebijakan publik yang kompetitif melainkan juga mewariskan value, culture dan social enggagement baru dalam relasi komunikatif antara masyarakat dengan pemimpinnya.

Untuk maju dalam pilkada jabar 2018, tingginya social capital dan terpenuhinya syarat calon saja tidak cukup, berdasarkan pasal 40 dan pasal 41 UU pilkada No 10/2016 selain pencalonan bisa menempuh jalur independen, juga bisa menempuh jalur dukungan partai politik dan atau gabungan partai politik dengan memenuhi syarat 25% akumulasi suara sah di DPRD atau 20% dari jumlah total kursi di DPRD maka pilihan paling realistis dan rasional. RK harus mulai membuka komunikasi secara intensif dengan partai politik dan tidak memilih maju dari jalur independen mengingat telah terpenuhinya social capital tersebut di atas. 

Selanjutnya berdasarkan pasal 40A UU pilkada No 10/2016 bahwa yang dapat mengusung pasangan calon adalah partai politik di tingkat pusat maka agenda pertama dari perjalanan pencalonan RK dalam pilkada jabar 2018 adalah mendapatkan endorse dan veto dari dewan pimpinan pusat partai politik untuk memperoleh modal politik pencalonan (political capital) melengkapi social capital yang telah ada, tentunya tetap harus bersopan santun dengan dewan pimpinan partai politik di tingkat kota bandung untuk sinergi dan harmonisasi.

Sehingga dalam hemat analis, komunikasi politik RK mulai berubah secara elitis, membuka keran komunikasi dengan para elit politik nasional di Jakarta untuk mendapatkan endordse dan veto tersebut mengingat perkiraan tahapan persiapan pilkada serentak tahun 2018 akan jatuh di bulan agustus 2017 meskipun tahapan pendaftaran calon kepala daerah diproyeksikan akan jatuh pada bulan januari 2018. Namun demikian hanya butuh kurang lebih 5 bulan untuk memastikan tiket pencalonan tersebut berada dalam genggaman RK agar kemudian RK fokus pada agenda kebijakan publik yang masih tersisa di Kota Bandung selama kurang lebih 1,5 tahun efektif dan pada saat yang sama fokus pada kerja-kerja pemenangan di gelanggang pilkada Jabar 2018 tidak disibukkan oleh proses politik praktis pencalonan sepanjang tahapan pilkada jabar nanti. 

Dalam deret waktu yang berkejaran inilah RK dituntut mendapatkan endorse dan veto partai politik di tingkat pusat secepatnya supaya proses politik pencalonan selesai dan diputus di luar tahapan pilkada agar tidak mempengaruhi dua agenda penting di atas yaitu sisa agenda kebijakan publik kota bandung dan juga agenda politik pemenangan pilkada jabar 2018. Wajarlah kemudian partai politik yang pertama gayung bersambut memberikan endorse dan veto-nya dijadikan kendaraan politik pencalonan tanpa ada niat untuk memecah sinergi dengan partai politik pengusung pada pilkada Kota Bandung sebelumnya yang tentunya dari sisi platform, visi, dan program lebih dekat dengan dirinya sendiri dari pada partai baru.

Sikap politik RK yang antisipatif, responsif, dan kontekstual inilah yang kemudian akan membuka babak konstelasi pencalonan kepala daerah lebih awal dan memposisikan dirinya sebagai mainplayer yang kelak dijadikan rujukan awal para bakal calon kepala daerah dan partai politik dalam membangun koalisi dan membuat keputusan politik. Sehingga dalam hemat analis, RK kemudian akan leading dari aspek figur calon kepala daerah karena masuk pertama ke gelanggang pencalonan pilkada dan agenda RK berikutnya sepertinya memastikan dirinya pun leading dari aspek isu kebijakan publik yang akan diramu dan ditawarkan kepada masyarakat pemilih dalam pilkada jabar 2018. 

Kalau berkaca pada bakal calon yang namanya bertebaran di ruang publik saat ini, berkebalikan dengan DKI isu kebijakan publik dalam pilkada Jabar 2018 sepertinya akan lebih dominan dibanding isu sosial politik, panggung pilkada akan berjalan seperti beauty contest karena banyaknya stock figur calon kepala daerah yang derajat keartisan politiknya cukup tinggi, figur yang populer dan juga elektabel ditambah rancangan gagasan kebijakan publik yang paling menyentuh struktur demografi masyarakat Jabarlah yang akan menguasai gelanggang pilkada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun