Mohon tunggu...
Denden Deni Hendri
Denden Deni Hendri Mohon Tunggu... Analis Pemilu dan Kebijakan Publik -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Debat Publik Rasa Uji Publik

21 Januari 2017   12:55 Diperbarui: 21 Januari 2017   13:13 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam pandangan ilmu kebijakan publik, debat kandidat sebagai salah satu proses politik dan pelembagaan demokrasi mengandung dimensi kebijakan publik yang khas, sekali lagi debat kandidat merupakan langkah awal dalam suatu deret proses kebijakan yaitu formulasi kebijakan, implementasi kebijakan dan evaluasi kebijakan, juga sebagai salah satu agenda settingagar suatu kebijakan dapat diterima dengan baik oleh publik hingga kelak masuk ke dalam sistem administrasi pemerintahan daerah, dengan demikian pilkada dan debat kandidat adalah pintu gerbang pertama masuk dan bergulirnya suatu materi kebijakan publik yang digagas oleh para aktor kebijakan (kandidat) menjadi rancangan atau semacam blueprint awal atau landscapesuatu kebijakan publik yang kemudian disinergikan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) DKI Jakarta.

Di lain pihak apa yang pernah diramalkan Jurgen Habermas (dalam McCharty, 2006) tentang teori kritis dan public sphere saat ini telah menjelma ke permukaan menjadi ruang publik baru yaitu perpaduan interaksi media elektronik, media cetak, penerbitan, seminari dan media sosial dll membuat deret proses kebijakan publik tidak berada dalam ruang hampa melainkan tumbuh dan berkembang dalam ruang publik baru yang dinamis dan kritis, bahkan saling mempertentangkan dan meniadakan satu sama lainnya, menimbulkan keterbelahan secara dikotomis dan diametral.

Dalam perspektif ilmu kebijakan publik inilah maka preferensi pemilih tidak hanya dipengaruhi oleh aspek personalitas kandidat (policy actor) maupun materi argumentasi kebijakan (policy argument) baik berbasis nilai maupun berbasis manajemen teknis melainkan juga dipengaruhi instrument kebijakan (policy instrument) yang dipergunakan dan jaringan kebijakan (policy networks) yang berkembang serta terutama ruang publik baru yang menciptakan social engagementantara pemilih dengan kandidat. Social engagementini adalah keterikatan perasaan, pemikiran dan perbuatan pemilih dengan personalitas dan gagasan kandidat dalam debat publik artinya pemilih merasa memiliki bagian dari dirinya dalam diri  kandidat tertentu yang melampaui batas-batas rasionalitas, emosionalitas dan sekat-sekat psikologis.

Sehingga munculnya ruang publik baru ini membuat agak sulit sekali menarik kesimpulan bahwa debat kandidat pilkada DKI tanggal 13 Januari 2017 dikuasai oleh salah satu pasangan calon, dari aspek personalitas (policy actor) pasangan nomor urut 1 unggul sebagai kandidat yang berhasil menyesuaikan diri masuk gelanggang politik berikutnya, dari aspek materi argumentasi kebijakan pasangan nomor urut 3 unggul karena berhasil membawa suasana debat ke dalam wacana konflik nilai antara materialisme dan humanisme sedangkan dari aspek politik pasangan nomor urut 2 sangat unggul karena berhasil menarik kembali rekening kepercayaan publik yang hilang sebelumnya di luar panggung, pada akhirnya menurut hemat penulis undecided voters maupun swing voters belum final menentukan pilihan dan lebih menahan diri untuk melihat babak baru debat kandidat berikutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun