Dimas Putra Rahmadan, itulah nama lengkapku. Aku tinggal di sebuah desa yang masih terjaga kelestarian alamnya. Aku merupakan anak sulung, dan aku mempunyai dua adik, namanya Bagus dan raden. Bagus sekarang duduk di kelas 8 sekolah menengah pertama, sedangkan raden kelas 4 SD.
Saat ini, aku telah duduk di bangku SMA kelas 3. Aku memilih jurusan IPA, karena aku menyukai biologi.
Alarm ku berbunyi pukul 05.00 Wib. Aku pun terbangun dengan lesu karena ini masih terlalu awal bagiku, walaupun setiap hari aku bangun pada jam segini, ntah mengapa aku merasa ngantuk hari ini, apa mungkin karena semalam aku tidur sekitar jam 11 akibat tugas yang menumpuk. Ah sudahlah, dengan semangat yang masih ada, aku mulai merapikan isi rumah.
Mulai dari merapikan tempat tidur, menyapu, sampai mencuci. Ya, walaupun tidak ada perempuan di rumah selain ibu, bukan menjadi alasan untuk malas memabantu mengurus rumah.
Setelah selesai dengan urusan rumah, akupun bergegas untuk pergi mandi untuk pergi ke sekolah. Setelah selesai mandi dan berpakaian, aku pun pergi ke sekolah sambil mengantar Bagus menuju sekolahnya.
Akhirnya aku pun sampai ke sekolah. Di sana 4 orang sahabatku sudah menungguku di depan kantin sekolah. Aku pun langsung menghampiri mereka yang tengah asik sarapan.
“eh, makan kok ngga mau bagi-bagi sih”, ucapku.
Robi pun menjawab” siapa yang suruh kamu datangnya belakangan, hahaha…”
“Kamu mau, ambil saja di meja” tutur si Ahmad.
Aku ragu dengan apa yang diucapkan oleh Ahmad, pasalnya setiap perkataannya tidak bisa dipercayaai begitu saja. Aku ingin memastikan apa yang diucapkannya itu benar atau bohong.
“Terima kasih Ahmad, kamu bayarin ya?” ucapku
“Enak saja, bayar sendiri lah, hahaha….” Ucap Ahmad
Benar saja apa yang kupikirkan ternyata benar, bagaimana mungkin aku tidak mengetahui sifatnya yang tidak pernah serius. Lonceng pertanda masuk pun berbunyi, belum sempat ku mengambil jajan ku namun apa daya jika sudah ada pemberitahuan dari sekolah bahwa kegiatan belajar mengajar akan segera dimulai.
“woy, ayo buruan masuk panggilan masuk dari neraka (sekolah) sudah berbunyi.” Ucap Ivan.
Kami pun bergegas pergi ke kelas dengan terburu-buru. Setelah sampai kamipun langsung memulai aktivitas belajar kami. Akhirnya, lonceng pulang pun berdering. Setelah lelah menunggu lama sepanjang jam sekolah tadi. Aku, Robi, Ahmad,dan Ivan berjalan bersama menuju parkiran sekolah, merasa ada yang kurang lengkap, Ivan pun bertanya “Dika dimana ya?”
“oh iya, pantesan ada yang kurang lengkap disini.” Ucapku. Tak lama kemudian datanglah Dika dari belakang tampak Dika tengah berlari, dan menghampiri kami. Ini dia yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga.
“Eh, nanti sore kita belajar bareng ya, kan kita udah mau UN nih.” Ucap si Ahmad
“tumben ngajak belajar bareng, biasanya di kelas ngga pernah mau ngerjain tugas” olok Robi.
“Iyalah, kan kita harus mempersiapkan diri untuk Ujian Nasional yang ngga lama lagi, lagipula, kita berlima kan berjanji akan sama-sama kuliah di satu perguruan.” Balas si Ahmad.
aku setuju dengan apa yang dipikirkan temanku ini, maklum kami berlima merupakan anak yang terkenal dan pasti menjadi pusat perhatian anak-anak yang lain di sekolahku, apalagi kami berlima memiliki tingkah aneh tapi menghibur banyak orang. Dan julukan untuk kami berlima adalah ‘Lima Serigala.’
kami pun setuju dengan ide tadi, lalu kami pun memutuskan untuk belajar di rumah Ahmad terlebih dahulu karena dialah yang mencetuskan ide tersebut. Akhirnya kami pun balik ke rumah kami masing-masing. Sampai di rumah, aku merasa lelah dan memutuskan untuk tidur siang terlebih dahulu untuk menenangkan pikiran.
Handphone ku berdering sehingga membuat ku tersadar, aku teringat untuk belajar bersama. Aku pun bergegas untuk pergi ke rumah Ahmad, di perjalanan aku melihat seseorang mirip dengan Dika tengah berkumpul bersama orang yang tak ku kenal sambil memakai narkoba.
Sekitar dua puluh menit dari rumahku, akhirnya aku sampai juga di kediaman Ahmad, dimana Robi dan Ivan sudah datang terlebih dahulu. Tanpa berlama-lama, kamipun langsung memulai kegiatan belajar bersama kami. Merasa ada sesuatu yang kurang, Ahmad pun bertanya”sebentar,aku merasa ada sesuatu yang kurang disini, oh iya Dika, kok dia belum datang sih.
“Mungkin dia lupa atau berhalangan datang.” Ucap Robi.
“Ya sudah, dia pasti punya alasan kok kenapa dia tidak datang.” Ucapku kepada mereka.
Hari demi hari telah kami lewati bersama, semakin lama ujian pun sudah mau datang. Tapi aku merasa senang dapat melewati segalanya dengan tertawa bersama. Walaupun sampai sejauh ini Dika tidak pernah bergabung bersama kami selama 3 minggu. Rasa penasaran pun muncul dari kami, pasalnya dia tidak mau bergaul bersama kami walau dia melihat kami tengah asik bercanda.
Apakah kami memiliki salah kepada Dika? Tidak, rasanya tidak ada permasalahan diantara kami berlima. Sejak dia bergaul dengan Wahyu, anak yang baru pindah ke sekolahku dia tidak pernah lagi mau bertegur sapa.
Sampai pada akhirnya kamipun memutuskan untuk berkumpul membahas tentang Dika.
“eh, Dika kok ngga pernah lagi mau bergaul bersama kita, belajar bersama, padahalkan kita telah lama berteman.” Ucapku.
“iya, jika diantara kita memiliki masalah pasti kita akan membantu menyelesaikan masalah, apalagi kita kan sudah mau UN.” Ucap Ivan.
Kami pun berusaha menyelidiki apa yang membuatnya menjauhi kami. Satu per satu orang yang dekat dengan Dika kami tanyai mengenainya. Tapi, tak ada yang tahu persis tentang apa yang terjadi.
Sampai suatu hari, Ahmad mendapat telepon dari ibu Dika bahwa Dika kecelakaan saat mengendarai motor saat pergi ke sekolah dan dibawa ke rumah sakit. Kami berempat pun langsung bergegas ke rumah sakit tempat Dika di rawat. Setelah sampai kami pun langsung menuju tempat ibunya Dika.
“Ibu, bagaimana keadaan Dika saat ini?” tanya Ahmad.
Ibu Dika pun menjawab ”Dika saat ini mengalami kondisi yang lumayan parah, alasan karena dia jatuh berkendara karena menggunakan narkoba saat mau pergi kesekolah, dia mendapatkan narkob tersebut dari Wahyu.”
Kami pun kaget mendengar hal tersebut, padahal Dika anak yang baik, semenjak dia bergaul dengan Wahyu semuanya berubah. Pantasan dia terlihat pucat di sekolah. Tak lama kemudian Dika mulai sadarkan dirinya. Syukurlah.
Setelah kejadian tersebut, kami pun mulai mengajak Dika untuk kembali ke jalan yang benar, dengan cara belajar bersama di rumahnya, dan lain-lain. Sehingga kami dapat mempersiapkan untuk hari ke depan.
Ujian yang ditunggu pun tiba, kami berlima berkumpul untuk menghadapi ujian tersebut. Setelah beberapa hari melangsungkan ujian, beberapa bulan kemudian hasil kelulusan pun diumumkan, dan kami dapat lulus dengan nilai yang lumayan tinggi. Kami pun menangis bahagia dengan apa yang kami lalui di masa SMA selama ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H