Diharapkan juga dengan revisi UU ITE, penegak hukum dalam menerapkan pasal di dalamnya menjadi lebih selektif. Mengimplementasikan pasal UU ITE terhadap suatu kasus juga lebih berhati-hati. Semoga dengan adanya Revisi, lebih ada kejelasan definisi dan kualifikasi perihal perbuatan yang masuk dalam kategori ujaran kebencian, pencemaran nama baik dan sejenisnya. Sehingga nantinya tidak ada perbedaan dalam menginterpretasikan pasal yang ada di dalam UU ITE.
Harus dipahami oleh masyarakat luas bahwa kebebasan berpendapat bukan berarti secara bebas menyerang kehormatan dan nama baik orang lain. Harus ada norma yang dipatuhi dalam berbicara. Mengkritik atau berpendapat tidak harus menggunakan cacian. Tidak juga harus memfitnah dan menimbulkan kegaduhan dengan menyinggung SARA. Sekali lagi pertahanan hukum penting dimiliki agar negara tidak kacau.
Revisi UU ITE untuk memperjelas norma atau aturan yang tumpang tindih memang harus didukung agar penerapannya berjalan dengan benar. Masyarakat dapat mengawal revisi UU ITE nantinya agar tidak membuka celah untuk mengacaukan perdamaian, membebaskan orang-orang untuk saling menghina, membenci, bahkan mengganggu keamanan dan persatuan bangsa. Bagaimanapun juga penggunaan ruang digital harus beretika. Adanya UU ITE harus menjadi literasi digital bagi siapa saja, bagaimana membuat komentar dan konten yang bijak dan mendidik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H