Disinilah peran teknologi dalam perubahan sosial sangatlah terlihat. Dengan memperlihatkan cara, metode, dan media berdakwah dulu dan kini berbeda seiring perkembangan teknologi. Dulu , para dai berdakwah secara langsung dengan berpindah dari mimbar ke mimbar, majelis taklim, atau rumah ke rumah. Interaksi tatap muka memungkinkan kedekatan emosional, seperti tertawa bersama, makan bersama, hingga mencium tangan dai sebagai tanda hormat.
Kini, dengan kemajuan teknologi informasi dan mumculnya berbagai aplikasi, terutama Tiktok, dakwah menjadi lebih sederhana. Para dai bisa berceramah di depan kamera, sementara jamaah menonton dari rumah melalui media digital. Dakwah tak lagi memerlukan pertemuan fisik, sehingga lebih efisien, luas jangkauannya, hemat biaya, dan dapat diakses oleh berbagai kalangan berkat internet yang semakin terjangkau.
Namun, cara berdakwah seperti ini, bukan sepi persoalan alias juga memiliki dampak negatif, peluang orang-orang jahat melakukan manipulasi konten terbuka lebar. Mereka bisa memotong, menghilangkan, mengganti, atau menyatukan beberapa konten, baik video, gambar, maupun teks, untuk tujuan yang tidak baik.Untuk tindakan kejahatan seperti ini, jelas sulit kita hindari. Sebab, setiap kali kita menemukan cara untuk mencegahnya, pada saat yang sama, mereka juga akan menemukan cara lain untuk memuluskan kejahatannya.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebenarnya sudah berupaya meminimalkan dampak negatif seperti ini. MUI telah mengeluarkan fatwa bernomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial.Di antara isi fatwa tersebut berbunyi, "Setiap Muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan untuk menyebarkan konten yang benar tapi tidak sesuai tempat dan/atau waktunya."Fatwa tersebut juga menjelaskan hal-hal yang harus diperhatikan masyarakat dalam menyikapi konten yang berasal dari media sosial. Â
Masyarakat harus menyadarai bahwa konten tersebut memiliki kemungkinan benar, juga kemungkinan salah."Konten yang baik belum tentu benar. Konten yang benar, belum tentu bermanfaat. Dan, konten yang bermanfaat, belum tentu cocok untuk disampaikan ke ranah publik," tulis fatwa yang dikeluarkan pada 13 Mei 2017 tersebut.Intinya, menurut fatwa tersebut, tidak semua konten atau informasi yang benar boleh dan pantas disebar ke ranah publik.Â
Perkembangan teknologi internet adalah keniscayaan. Kita tak bisa mengelak darinya. Yang bisa kita harapkan adalah kedewasaan masyarakat menyikapi perkembangan teknologi tersebut.Mudah-mudahan masyarakat Indonesia paham dan sadar akan pentingnya melaksanakan fatwa ini sehingga para juru dakwah tak lagi khawatir akan salah kaprah dalam berdakwah.
ReferensiÂ
Sephia May Wulansari. Metode Dakwah Habib Husein Ja'far Al Hadar Di Aplikasi Tiktok.Skripsi.Riau : UIN Sultan Syarif Kasim,2024
Azizs Iskandar,Mulkan Habibi. Gaya Komunikasi Dakwah Habib Jafar Di Media Sosial (Studi Akun Instagram @husein_hadar) : Universitas Muhammadiyah Jakarta
Hisny Fajrussalam dkk. Konten Dakwah Habib Jafar Al Hadar di Media Sosial Tiktok : Universitas Pendidikan Indonesia 2023
MUI Digital. Beda Cara Dakwah,Metode,dan Media di Era Digital: Meminimalkan Dampak Negatif https://mirror.mui.or.id/opini/30900/beda-cara-dakwah-metode-dan-media-di-era-digital-meminimalkan-dampak-negatif/