Mohon tunggu...
Dena Mustika
Dena Mustika Mohon Tunggu... Dosen - Social Studies Education

Do hard as you can for your life well

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pandemi Covid-19 dalam Perspektif Sosial

11 April 2020   16:37 Diperbarui: 11 April 2020   16:42 2635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Bumi sedang beristirahat. Semua umat manusia juga bersiap. Bersiap untuk membuat perubahan atau larut dalam kepanikan yang tak berarti. Covid-19 membuat semua orang tertuju pada permasalahan ini. Bagaimana tidak, Covid-19 sudah merubah aspek kehidupan masyarakat global. Dan pada bulan Maret 2020 WHO telah menetapkan Covid-19 sebagai pandemi. Covid-19 berawal dari epidemi di China, kemudian menyebar ke seluruh dunia dalam hitungan bulan sehingga menjadi pandemi. Suatu penyakit dikategorikan sebagai pandemi jika penyakit tersebut berkembang secara meluas dan menyebar di berbagai wilayah dunia. 

Dalam perspektif sosial, dengan adanya covid-19 tentu telah terjadi perubahan sosial di masyarakat global. Perubahan tersebut terjadi pada cara berpikir, berkomunikasi maupun berperilaku. Menurut Sztompka dalam Supardan, Dadang (2011: 142) bahwa masyarakat senantiasa berubah di semua tingkat kompleksitas internal dan eksternalnya.

Di tingkat mikro terjadi perubahan interaksi dan perilaku individual. Di tingkat mezzo terjadi perubahan kelompok, komunitas, dan organisasi. Sedangkan, di tingkat makro terjadi perubahan ekonomi, politik, dan kultur yang berskala internasional. Covid-19 telah menyebabkan terjadinya perubahan di tingkat makro hal ini dapat dikaji berdasarkan perspektif disiplin ilmu-ilmu sosial.

Disipilin ilmu sosiologi tentunya identik dengan masyarakat. Bagaimana setiap individu berinteraksi dengan individu lainnya, individu berinteraksi dengan kelompok, serta kelompok berinteraksi dengan kelompok lainnya. Dalam interaksi tersebut terjadi pula perubahan dalam tatanan sosial. Tatanan sosial mendapat stimulus tertentu, misalnya dalam rasa takut atau kepanikan yang berlebih akan Covid-19.

Kondisi perubahan ini bersifat interpenden. Artinya,  sulit untuk dapat membatasi perubahan-perubahan pada masyarakat karena masyarakat merupakan mata rantai yang saling terkait. Masyarakat membutuhkan otoritas kesehatan yang dapat dipercaya sebagai panduan mereka dalam menghadapi wabah. Era digitalisasi ini sebagai wadah interaksi sekunder untuk mengimplementasikan menjadi smart and good citizenship.

Pentingnya etika berkomunikasi, berinteraksi sangat dibutuhkan dalam pandemi ini. Dan yang paling dibutuhkan dalam konsep sosiologi yaitu konsep "peran". Bagaimana peran negara dan bangsa dalam mengontrol ataupun mengendalikan informasi, juga tanggung jawab setiap individu agar tidak merugikan individu lainnya.

Dalam disiplin ilmu antropologi, terdapat suatu inovasi budaya. Inovasi tersebut akan cepat berdifusi jika melalui komunikasi saluran tertentu. Misalnya, bagaimana sistem sosial warga masyarakat terhadap pembaharuan. Kelompok masyarakat elit dan terdidik akan cepat menyikapi perubahan pembaharuan budaya. Sedangkan, dalam masyarakat tradisional dan yang kurang terdidik akan cenderung lebih lambat dalam menerima pembaruan budaya. Hal ini selalu berkaitan dengan disiplin ilmu sosial lainnya.

Faktanya, work from home menimbulkan dampak positif dan negatif juga. Satu sisi, mencegah penyebaran Covid-19, di sisi lain banyak masyarakat yang mengalami kesulitan dalam mengimplementasikannya, entah dari beban kerja, ataupun tidak didukung sarana dan prasarana yang baik.

Selanjutnya, dalam kajian disiplin ilmu geografi, interaksi manusia dengan ruang menjadi hal yang utama. Teori posibilis dan determinis yang sudah dipelajari seakan pudar begitu saja. Dalam konsep lingkungan kita menyadari secara kodrati bahwa betapa uniknya kehidupan di bumi ini. Kosmos dimana kita hidup tak tergantikan.

Kekuatan-kekuatan lingkungan dalam hubungannya dengan kehiduapan melanggengkan kontradiksi manusia. Hal ini memiliki kekuatan untuk menaklukkan, namun diliputi juga berbagai kelemahan yang membuat individu lainnya terancam. Seperti dalam hal lockdown, hal ini menjadi dilematis. Ingin menekan persebaran Covid-19, namun disisi lainnya banyak masyarakat yang masih belum tercukupi kebutuhan primernya.

Kita beranjak ke disiplin ilmu sejarah. Pembelajaran suatu kajian terhadap peristiwa-peristiwa masa lampau sebagai pembelajaran di masa kini dan masa yang akan datang tentu selaras dengan hakikat ilmu itu sendiri. Bagaiamana mengamalkan sikap tertib sosial. WHO telah mengumumkan Covid-19 sebagai siaga tertinggi, Hendaknya sikap siap siaga tersebut juga dipahami oleh masyarakat global, dengan mengambil langkah yang strategis. Kemudian, jika dikaji dalam disiplin ilmu ekonomi, tentu hal ini menjadi kebutuhan primer seluruh masyarakat global.

Kebutuhan dasar tersebut tidak cukup didefinisikan hanya dengan mengacu kepada kebutuhan fisik individu saja, melainkan harus melibatkan syarat-syarat fisik serta layanan lainnya yang dibutuhkan oleh komunitas. Penguraian kebutuhan dasar tersebut bergantung pada beberapa asumsi mengenai berfungsi dan berkembangnya masyarakat.

Penyebaran Covid-19 terjadi secara masif di Indonesia membuat penurunan pada kegiatan ekonomi. Hal ini tentu terjadi pada berbagai sektor lembaga keuangan di Indonesia, seperti perbankan hingga konsumsi rumah tangga yang menurun. Gangguan aktivitas bisnis juga akan menurunkan kinerja bisnis sehingga menyebabkan pemutusan hubungan kerja dan bahkan mengalami ancaman kebangkrutan. Sedangkan, berdasarkan kajian ilmu politik, telah banyak sekali isu-isu sosial kontemporer di masyarakat luas, baik melalui teori konspirasi, teori politik normatif, dan lain sebagainya. Hendaknya selalu mengacu pada politik yang bermartabat. Pemerintah dan masyarakat perlu bersinergi mengalahkan Covid-19 ini, bukan saling menyalahkan, namun saling membangun satu sama lainnya.

Adapun menurut Stephen W. Littlejohn, dalam bukunya Theories of Human Communication (Sendjaja, 2014), terdapat tiga pendekatan dalam berkomunikasi antarmanusia, antara lain pendekatan scientific (ilmiah-empiris), pendekatan humanistic (humaniora interpretatif), dan pendekatan social sciences (ilmu sosial). Dalam aliran pendekatan scientific yaitu berlaku di kalangan ahli ilmu eksakta.

Cara pandang ini menekankan unsur objektivitas dan pemisahan antara obyek yang ingin diketahui dan diteliti serta subyek pelaku atau pengamat. Pendekatan ini berbeda dengan pendekatan humanistic, yang mengasosiasikan dengan prinsip subyektivitas. Melalui metode ini, manusia mengamati sikap dan perilaku orang-orang di sekitarnya, membaur dan melibatkan diri secara aktif dalam kehidupan orang-orang di lingkungannya.

Adapun pendekatan ilmu sosial yaitu gabungan dari pendekatan scientific dan humanistic, dimana obyek studinya adalah kehidupan manusia, termasuk di dalamnya memahami tingkah laku manusia. Sesuai dengan kajian pendidikan IPS yaitu harus secara komprehensif dan integral, dimana manusia sejatinya butuh kesempatan secara langsung untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan di sekitarnya.

Untuk dapat berpartisipasi aktif di lingkungan masyarakat tentunya harus memahami dulu psikologi diri sendiri. Kajian psikologi yaitu mengenai proses perilaku dan proses mental. Sebagaimana yang diungkapkan Gubernur Jawa Barat, Bapak Ridwan Kamil bahwa, "Siapakah aku di era Covid-19?".

Kita berada di zona ketakutan, yang membeli stok barang berlebihan, sering mengeluh, dan lain sebagainya, atau berada di zona belajar yang mulai menyadari situasi dan berpikir untuk bertindak, ataukah di zona bertumbuh yang memikirkan, membantu orang lain, yang menjalin relasi dan kreativitas dengan baik, serta mampu beradaptasi dengan perubahan. Karena sebenarnya yang terpenting adalah tanggung jawab moral individu masing-masing. Bagaimana melaksanakan work from home menjadi work from heart, melakukan segala sesuatu yang produktif, dan tidak hanya memenuhi kebutuhan diri sendiri, namun bisa bermanfaat bagi manusia lainnya.

Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa hakikat ilmu itu bukan tujuan, tetapi sarana.

Karena, hasrat akan kebenaran itu berimpit dengan etika pelayanan bagi sesama manusia dan tanggung jawab secara agama. Mulailah tanggung jawab moral dari diri sendiri dan bagaimana mengamalkan ilmu dan akhlak tersebut kepada orang lain. Mulailah terbiasa melakukan aktivitas yang produktif, beresensi, serta mengimplementasikan kemampuan di abad-21 ini.

Kemampuan berkomunikasi, berpikir kritis, kreativitas, dan kolaborasi lah yang menjadi kunci utama perubahan yang baik. Semoga Covid-19 ini cepat berlalu dan proses sosial bisa terjalin kembali sebagaimana mestinya. Aamiin YRA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun