Pendahuluan
Prenduan, sebuah desa di Kabupaten Sumenep, Madura, terkenal dengan tradisi keagamaannya yang kaya dan unik. Salah satu tradisi yang menonjol adalah Hataman Jumat Manis (Legi), sebuah ritual keagamaan yang dilaksanakan setiap hari Jumat Legi menurut penanggalan Jawa. Tradisi ini bukan hanya sebagai bentuk ibadah, tetapi juga sebagai simbol kebersamaan dan keberkahan bagi masyarakat setempat.
Sejarah dan Makna Hataman Jumat Manis
Tradisi Hataman Jumat Manis berakar dari kebiasaan masyarakat Prenduan dalam memperingati hari-hari baik dalam kalender Jawa. Hari Jumat Legi dianggap istimewa karena dipercaya membawa keberkahan dan keberuntungan. Hataman, atau pembacaan Al-Qur'an secara bersama-sama hingga khatam, dilaksanakan sebagai bentuk syukur dan permohonan berkah kepada Allah SWT.
Sejarah tradisi ini dimulai dari para ulama dan tokoh agama di Prenduan yang mengajarkan pentingnya membaca dan mengamalkan Al-Qur'an. Mereka memilih hari Jumat Legi sebagai waktu yang tepat untuk mengumpulkan masyarakat dalam rangka memperkuat keimanan dan kebersamaan. Seiring berjalannya waktu, tradisi ini terus dilestarikan dan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Prenduan.
Pelaksanaan Hataman
Hataman Jumat Manis dimulai sejak pagi hari dengan persiapan di masjid-masjid dan surau di seluruh Prenduan. Masyarakat, dari anak-anak hingga orang dewasa, berkumpul dengan membawa Al-Qur'an mereka. Acara dimulai dengan salat Dhuha bersama, dilanjutkan dengan pembacaan Al-Qur'an secara bergiliran.
Setiap peserta membaca satu juz, sehingga dalam satu kali pertemuan, seluruh Al-Qur'an dapat selesai dibaca. Prosesi ini biasanya dipimpin oleh seorang kyai atau tokoh agama setempat yang memberikan arahan dan memastikan kelancaran acara. Setelah hataman selesai, acara diakhiri dengan doa bersama, memohon keselamatan, rezeki, dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat.
Kebersamaan dan Solidaritas
Tradisi Hataman Jumat Manis juga menjadi ajang untuk mempererat hubungan sosial antarwarga. Setelah acara hataman, masyarakat biasanya mengadakan makan bersama dengan hidangan khas Madura, seperti nasi serpang dan rujak selingkuh. Makan bersama ini melambangkan rasa syukur dan kebersamaan, serta memperkuat ikatan sosial di antara mereka.
Selain itu, tradisi ini juga menjadi kesempatan untuk saling berbagi. Masyarakat yang lebih mampu seringkali menyumbangkan makanan atau bantuan finansial kepada mereka yang kurang beruntung. Dengan demikian, Hataman Jumat Manis tidak hanya sebagai bentuk ibadah, tetapi juga sebagai wujud nyata dari nilai-nilai sosial yang tinggi.