Salah satu "kepingan surga" Indonesia ini seolah tak ada habisnya untuk diperbincangkan, diteliti dan dikembangkan oleh para ahli dan stakeholder dari Indonesia maupun mancanegara.Â
Danau Toba merupakan danau yang dihasilkan dari ledakan maha dahsyat super volcano hingga menjelma menjadi harta warisan di bumi pertiwi dan berhasil "mencuri" perhatian dunia.Â
Legenda dan sains pun turut menghiasi cerita sejarah "keajaiban" terbentuknya danau yang memiliki bentangan panjang 100 kilometer (62 mil), lebar 30 kilometer (19 mil) dengan kedalaman 505 m dan menjadikannya sebagi danau terdalam kedua di Indonesia dan ke-15 di dunia (Data dikutip dari situs Kemenparekraf).
Ada suatu ungkapan cerita yang mengatakan bahwa proses terbentuknya Danau Toba hampir sama dengan proses terbentuknya planet ini. Cerita keduanya sama -- sama menghasilkan kehidupan dan manfaat bagi makhluk hidup.Â
Secara geografis letak Danau Toba berada di wilayah 7 (tujuh) Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yakni Kabupaten Samosir, Simalungun, Humbang Hasundutan, Dairi, Karo dan Toba Samosir.Â
Artinya ada 7 (tujuh) Pemerintahan Daerah yang lokasinya berada di kawasan Danau Toba. Maka dari itu wajah Danau Toba tidak cukup bila dilihat atau dinilai hanya dari satu Kabupaten saja, melainkan harus menjelajah 7 (tujuh) Kabupaten tersebut untuk mendapatkan pesona Danau Toba seluruhnya.
Karena Danau Toba merupakan Danau terbesar di Indonesia dan juga merupakan salah satu Danau vulkanik terbesar di dunia, tentu bukanlah hal yang mudah untuk mengelola dan mengembangkannya menjadi destinasi wisata kelas dunia.Â
Di sinilah letak tantangan bagaimana seluruh stakeholder mulai dari Lembaga terkait, Pemerintah Daerah hingga Pemerintah Pusat saling bersinergi guna merumuskan kebijakan yang strategis, berkelanjutan dan ramah lingkungan serta memberikan nilai tambah bagi masyarakat luas.
Â
Memperkuat Pengembangan berbasis Collaborative Governance
Sebagai salah satu tujuan wisata dengan kategori Destinasi Super Prioritas (DSP) ditingkat nasional dan sebagai salah satu UNESCO Global Park di dunia, Pemerintah sebagai Policy Maker memiliki peranan yang sangat strategis dalam menentukan arah visi pengembangan Danau Toba.Â
Namun untuk mewujudkan visi tersebut tentu tidak cukup hanya peran dari Pemerintah saja, butuh sinergi yang konsisten dan berkelanjutan antara Pemerintah, Pengusaha (swasta) dan Masyarakat.Â
Sinergi ini dikemas menjadi satu ekosistem tata kelola, yakni Collaborative Governance yang di implementasikan melalui pengaturan kolaboratif antar pihak yang melibatkan pemangku kepentingan dalam merancang kebijakan yang konstruktif.
Pengembangan Danau Toba di era Pemerintahan Presiden Jokowi sangat pesat, hal ini terbukti dari semakin masifnya pembangunan infrastruktur dan pengembangan jalur transportasi menuju kawasan Danau Toba.Â
Manfaat dari pembangunan ini dapat dirasakan secara langsung oleh wisatawan dan masyarakat, terutama dengan dibangunnya Bandara Silangit yang merupakan Bandara Internasional di wilayah Siborong-borong Kabupaten Tapanuli Utara. Saat ini Bandara Silangit telah terhubung dengan Bandara Soekarno Hatta dan Bandara lain di Indonesia.Â
Demikian juga telah tersedianya akses jalan tol dari Kota Medan menuju Kota Tebing Tinggi dan bahkan pembangunannya pun terus dilanjutkan sampai menuju kawasan Danau Toba, sehingga waktu tempuh dari Bandara Kualanamu Medan maupun dari Bandara Soekarno Hatta menuju kawasan Danau Toba menjadi sangat singkat dan cepat.
Melihat pengembangan yang sedang berjalan saat ini, maka patut diakui bahwa Pemerintah telah menerapkan Collaborative Governance yang cukup baik dalam pembangunan infrastruktur pariwisata Danau Toba.Â
Boleh dikatakan bahwa salah satu hasil Collaborative Governance telah melahirkan country branding yang kuat yakni Wonderful Indonesia yang berhasil menduduki peringkat ke 40 dunia berdasarkan Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI).
Memang infrastruktur merupakan jantung bagi pariwisata, namun ketersediaan infrastruktur masih belum cukup dalam upaya pengembangan pariwisata Danau Toba secara keseluruhan.Â
Masih terdapat hal lain yang juga harus menjadi perhatian serius Pemerintah, antara lain adalah soal pelestarian lingkungan dan budaya bagi masyarakat dan pengunjung hingga pemanfaatan sosial ekonomi untuk masyarakat lokal.Â
Seluruh hal ini tentunya harus diperkuat dan didukung melalui ekosistem tata kelola yang baik yakni kolaborasi antara pihak Pemerintah, sektor swasta dan masyarakat.
Keterlibatan sektor swasta merupakan pilar penting sebagai penopang pengembangan pariwisata yang berkelanjutan. Dari sektor swasta dapat mengambil peran dalam melakukan pengembangan fasilitas penunjang wisata, seperti hotel, resort dsb.Â
Hal ini bertujuan guna menjawab kebutuhan dan tren pariwisata masa kini yakni meeting, incentive, convention and exhibition (MICE) yang sejalan dengan program Pemerintah dalam mengkampayekan MICE di Indonesia Aja.
Partisipasi masyarakat juga tak kalah penting dalam upaya pengembangan pariwisata Danau Toba, khususnya masyarakat sekitar kawasan Danau Toba.Â
Ketersediaan pangan merupakan salah satu hal yang vital  yang dapat diakomodir oleh masyarakat, terutama dari sisi sektor pertanian dan perikanan yang dipastikan permintaannya akan terus meningkat seiring dengan tumbuhnya pariwisata Danau Toba.Â
Kreativitas masyarakat juga dituntut dalam mengembangkan kerajinan lokal yang ramah lingkungan, hal ini bertujuan untuk membangun ciri khas pariwisata Danau Toba.
Guna mendukung partisipasi swasta dalam pengembangan Danau Toba, dibutuhkan sentuhan stimulus dari Pemerintah, antara lain adalah kemudahan dan transparansi dari Pemerintah terkait soal perijinan usaha.Â
Namun segala jenis pengembangan Danau Toba yang mengatasnamakan pembangunan harus mengedepankan lingkungan sebagai prioritas pertama dan yang utama, karena lingkungan alam Danau Toba merupakan salah satu Heritage of Toba yang harus dijaga kelestariannya.Â
Keterlibatan sektor swasta selain dari membangun fasilitas, juga tak kalah penting adalah membangun sumber daya manusia. Sektor swasta melalui dana Corporate Social Responsibility (CSR) dapat menyelenggarakan pelatihan yang berkelanjutan kepada komunitas masyarakat lokal, antara lain seperti pelatihan bercocok tanam dan budidaya ikan, pelatihan kuliner, pelatihan dan workshop kerajinan tangan guna meningkatkan kreativitas dan daya saing produk lokal.
Dari sisi permodalan, salah satu langkah konkret yang dapat dilakukan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat lokal adalah memberi stimulus melalui insentif keuangan seperti program subsidi bunga tanpa agunan dengan kolaborasi antara Perbankan dan Fintech guna menyelenggarakan proses digitalisasi pendanaan rantai pasok bahan baku (Supply Chain Financing) kepada pelaku usaha mikro yang bergerak di sektor pertanian, perikanan, kuliner dan ekonomi kreatif, sehingga hal tersebut berdampak positif terhadap iklim sosial dan ekonomi serta peningkatan inklusi keuangan masyarakat kawasan Danau Toba.
Â
Kuliner dan Gastronomi
Keindahan alam dan budaya di kawasan Danau Toba memang tidak perlu diragukan lagi, bahkan pada Maret 2020, Raja Belanda Willem-Alexander dan Ratu Maxima yang berkunjung ke Danau Toba sangat mengagumi keindahan alam dan budaya Danau Toba. Sebagai salah satu kawasan Destinasi Super Prioritas (DSP) di Indonesia, maka DSP Toba harus memiliki terobosan yang inovatif agar mampu menjawab tantangan yang beraneka ragam.
Salah satu hal pengembangan yang inovatif menurut penulis adalah pengembangan wisata kuliner dan wisata gastronomi, karena kawasan Danau Toba menyimpan kekayaan rempah dan hasil bumi yang luar biasa.Â
Berwisata tak lengkap rasanya bila tidak mencicipi kuliner khas daerah guna mendapatkan pengalaman dan pengetahuan akan cita rasa dan sejarah dari makanan dan minuman tersebut.Â
Seperti andaliman misalnya, yang merupakan rempah khas kawasan Danau Toba yang sangat terkenal karena memiliki keunikan rasa yang kaya akan kandungan vitamin.
Khusus pengembangan wisata gastronomi, seperti diketahui bahwa wisata gastronomi menekankan pengalaman, tidak hanya menikmati cita rasa pada hidangan makanan, tetapi juga menggali informasi mengenai sejarah, budaya, dan praktik keseharian masyarakat lokal, sehingga satu makanan dapat tercipta.Â
Melihat kompleksitas sejarah, budaya, kekayaan alam dan kulinernya, maka kawasan Danau Toba sangat strategis dalam mengembangkan wisata kuliner dan gastronomi yang dikombinasikan dengan wisata alam dan budaya.
Pemerintah harus bergerak mencari talent dari masyarakat lokal atau komunitas lokal yang memiliki bakat atau minat pada dunia kuliner untuk dikirim belajar ke daerah Ubud Bali guna mendapatkan ilmu dan pengalaman secara langsung dari praktik gastronomi tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa Ubud Bali merupakan salah satu destinasi wisata gastronomi dunia.
Demikian halnya dengan kopi dari kawasan Danau Toba yang rasanya tak kalah dari kopi kekinian yang digemari generasi millennial saat ini.Â
Mungkin informasi ini jarang diketahui, bahwa salah satu kopi yang berasal dari wilayah Danau Toba, tepatnya di Kabupaten Humbang Hasundutan yang dikenal dengan nama Kopi Lintong, telah menembus pasar Internasional yang dipasarkan secara daring melalui marketplace Amazon Amerika Serikat dan Amazon Kanada.Â
Demikian juga Kopi Pardosir yang berasal dari Kabupaten Samosir yang memiliki aroma dan rasa yang khas ini bahkan sangat sering tampil pada pameran kopi terbesar di Jakarta guna memperkenalkan kopi Pulau Samosir tersebut ke masyarakat luas.
Melihat potensi kopi yang luar biasa, Pemerintah dapat menggandeng para petani kopi tersebut agar menjadikan tempat produksi kopinya menjadi salah satu destinasi wisata.Â
Sehingga kopi dari kawasan Danau Toba semakin dikenal dan memberikan kesempatan bagi petani kopi untuk mendapatkan target pasar yang lebih luas.
 Berdasarkan data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, bahwa pengeluaran terbesar wisatawan domestik dan mancanegara adalah didominasi oleh wisata kuliner, tentu ini menjadi peluang usaha yang baik bagi masyarakat.
Penutup
Menjadikan Danau Toba sebagai "Bali" nya Sumatera Utara memang membutuhkan komitmen yang kuat dan berkelanjutan dari seluruh pihak. Hal ini memang bukan suatu pekerjaan dengan waktu yang singkat dan mudah.Â
Banyak sekali sumber daya yang dibutuhkan untuk merealisasikannya. Pengembangan pariwisata Danau Toba ini tentu bukan saja untuk dinikmati generasi sekarang melainkan juga untuk generasi yang akan datang, bukan juga hanya untuk wisatawan, melainkan juga untuk masyarakat sekitar, bukan juga hanya untuk kenikmatan manusia, melainkan juga untuk kenikmatan makhluk hidup lainnya.Â
Pengembangan pariwisata Danau Toba harus dapat mempertahankan antara keseimbangan ekosistem alam dan budaya dengan aktivitas pariwisata, serta harus mampu menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat. Maka butuh "kepakan sayap" yang kuat dalam merajut kebersamaan guna menjadikan pariwisata Danau Toba menjadi pariwisata dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H