Meski kerap dituduh negatif terkait kebijakan impor dan stabilitas perekonomian, pemerintahan Presiden Joko Widodo hari-hari ini justru sedang menurunkan jumlah impor. Di samping itu stabilitas ekonomi juga cukup baik.
Dirjen Bea dan Cukai Kemenkeu RI, Heru Pambudi, membenarkan itu. Menurutnya, pemerintah saat ini berhasil menekan impor berkat penerapan pajak komoditas.
Penurunan ini pasca ditetapkannya kenaikan pajak penghasilan (PPh) pasal 22, impor terhadap 1.147 komoditas pada 13 September 2018 lalu, sehingga impor barang konsumsi yang mencapai US$31,1 juta turun 9,7% menjadi US$28,1 juta.
Pemerintah membagi kebijakan tersebut dalam tiga kelompok, dimana kelompok I sebanyak 719 pos tarif dinaikan tiga kali lipat dari 2,5% menjadi 7,5%, kelompok dua, 218 barang yang dikenakan tarif 2,5% dinaikkan empat kali lipat menjadi 10%.
Sedangkan, kelompok tiga, tarif barang impor kategori mewah sebanyak 210 dari sebelumnya dikenaakan 7,5% naik menjadi 10%.
Selain soal penurunan impor, stabilitas perekonomian juga terus terjaga selama tahun 2018.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Dody Budi Waluyo menyebutkan penguatan yang terjadi saat ini merupakan bukti keberhasilan kebijakan bank sentral dan pemerintah dalam menjaga stabilisasi rupiah.
Ini artinya beberapa kebijakan pemerintah, terutama dengan menekan atau mengelola defisit transaksi berjalan, sudah mulai terlihat hasilnya. Meskipun demikian, dampak dari kebijakan tersebut belum maksimal, terutama dalam hal pembatasan impor.
Namun, impor non strategis seperti konsumsi sudah relatif lebih rendah, dimana angka pertumbuhan impor riil di kuartal III-2018 juga turun dibandingan kuartal II-2018.
Pemerintah dan BI akan terus menjaga rupiah tetap berada pada fundamentalnya, antara lain dengan memainkan suku bunga, intervensi, dan mendepresikan nilai tukar itu sendiri secara gradual.
Stabilitas ekonomi yang diikuti dengan pembatasan impor akan menyehatkan neraca perdagangan RI. Ke depan kebijakan ini yang akan diterapkan oleh pemerintahan Presiden Jokowi.