Pertama, APBN dikelola secara terbuka, dimana hasil Open Budget Indeks (OBI) terakhir Indonesia mendapatkan skor 62 pada 2017. Angka itu meningkat dari 52 di 2015.
Skor ini menunjukan bahwa Indonesia memiliki tingkat keterbukaan pengelolaan anggaran di Indonesia sudah sampai pada tingkat substansi. Di Asean, Indonesia adalah negara paling terbuka kedua dalam pengeolaan anggaran.
Kedua, APBN dikelola secara bertanggungjawab. Buktinya, hasil audit BPK 2016-2017 memberikan opini terbaik, Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan pemerintah.
Sejauh ini, hampir semua K/L juga mendapatkan opini WTP, kecuali dua lembaga. Dengan ini sudah jelas bahwa pengelolaan APBN dilakukan secara bertanggungjawab.
Ketiga, APBN diperuntukkan untuk rakyat. Buktinya, anggaran pendidikan sudah dialokasikan 20% sesuai mandat pasal 31 UUD 1945. Anggaran kesehatan dialokasikan 5% sesuai mandat pasal 28C.
Kemudian, rata-rata anggaran perlindungan sosial rezim Jokowi selama 2015-2019 sebesar 9,4% dari APBN. Lebih tinggi dibanding rata-rata anggaran perlindungan sosial periode rezim SBY jilid satu dan dua yang masing-masing sebesar 0,5% dan 0,8%.
Berikutnya, rata-rata anggaran fungsi ekonomi periode Jokowi sebesar 20,1% dari APBN. Angka itu jauh lebih tinggi dari rata-rata belanja fungsi ekonomi di era SBY jilid II sebesar 9,1%, dan bahkan pada era SBY jilid I yang hanya 8,0%.
Indikator-indikator di atas merupakan sajian fakta lain dari tuduhan yang tak benar bahwa Presiden Jokowi telah tidak adil mengelola APBN. Bisa dipastikan bahwa itu adalah fitnah dan informasi yang tak sesuai kenyataan.
Data-data di atas secara langsung membantah isu terkait ketidakadilan APBN di era Jokowi. Kita tahu hari ini perencanaan dan pengelolaan APBN dilakukan seadil-adilnya oleh pemerintah. tentu saja, tetap dengan menunjukkan keberpihakan kepada rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H