Mohon tunggu...
Indah Pertiwi
Indah Pertiwi Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Pemerintah Fokus Cari Solusi Tangani Defisit BPJS

2 November 2018   10:15 Diperbarui: 2 November 2018   10:36 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Persoalan defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menjadi pembicaraan hangat akhir-akhir ini. Dalam persoalan ini, Presiden Joko Widodo dianggap telah lepas tangan terkait defisit BPJS oleh pihak oposisi. Namun benarkah demikian?

Bila disebut lepas tangan, tentu saja, itu tidak benar. Karena faktanya persoalan defisit BPJS itu menjadi perhatian besar pemerintah.

Hal itu terbukti dengan adanya dana talangan yang diberikan pemerintah kepada BPJS untuk menutupi defisit tersebut. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menyalurkan dana cadangan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) lebih dari Rp 4 triliun pada September 2018. Sementara itu, melalui berbagai bauran kebijakan sampai akhir tahun akan ada potensi bantuan tambahan lebih dari Rp1,5 triliun.

Selain itu, pemeintah juga telah mempercepat pencairan dana iuran Penerima Bantuan Iuran (PBI) guna membantu likuiditas DJS Kesehatan dan sudah dibayarkan untuk 12 bulan per 31 Juli 2018 sebesar Rp. 25,5 triliun.

Langkah itu akan diikuti dengan kebijakan Menteri Keuangan yang telah meminta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk kembali melakukan evaluasi terhadap kondisi keuangan DJS Kesehatan.

Pemerintah melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jamsos Kesehatan juga menilai terdapat potensi tambahan dana talangan dari aset BPJS Kesehatan sampai dengan maksimal Rp1,3 triliun. Dana ini bisa dimanfaatkan untuk menutupi defisit BPJS.

Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan juga menyoroti peraturan Dirjampelkes terkait layanan kesehatan pada bayi baru lahir sehat, rehabilitasi medik dan pasien katarak yang hanya menjamin operasi pada pasien katarak yang memiliki visus di bawah 6/18.

Aturan tersebut dinilai kurang tepat oleh pemerintah dan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia karena penyakit katarak menempati posisi teratas sebagai penyebab kebutaan di Indonesia sehingga berpotensi merugikan negara jauh lebih besar jika kasus katarak tidak ditangani dengan baik.

Beberapa hal di atas sepertinya sudah cukup untuk membantah bahwa pemerintahan Presiden Jokowi lepas tangan atas kondisi BPJS hari ini. Justru pemerintah hari ini mendukung dan mencarikan solusi atas permasalahan yang ada.

Tidak seperti pihak oposisi yang hanya protes, menuduh tanpa kejelasan, tapi tanpa diikuti dengan tawaran solusi alternatif sama sekali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun