Dalam menata kawasan Pasar Tanah Abang, Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta saat ini, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno mengambil langkah yang kontroversial. Pasalnya, kebijakan yang diambilnya itu dinilai melanggar aturan dan merugikan masyarakat luas.
Seperti kita ketahui, menjelang tutup tahun kemarin, Anies-Sandi menutup Jalan Jatibaru Tanah Abang. Jalan itu akan digunakan untuk 400 tenda pedagang kaki lima (PKL).
Ternyata itu merupakan kebijakan yang merugikan bagi banyak pihak.
Sebelumnya, Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Halim Pagarra sudah mengingatkan bahwa penutupan jalan itu melanggar aturan. Khususnya UU Lalu Lintas.
Selain itu, Halim juga meminta Pemprov DKI agar merelokasi PKL yang berjualan di trotoar kawasan tersebut. Menurut dia, fungsi trotoar harus dikembalikan bagi pejalan kaki.
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi memiliki preferensi yang sama. Ia ingin bila jalan itu harus dikembalikan pada fungsinya. Bukan untuk para pedagang.
Ia pun ingin mengajak dialog Gubernur DKI Jakarta agar lebih bijak dalam menata sebuah kawasan.
Pernyataan sedikit keras hadir dari Komisioner Ombudsman Republik Indonesia, Adrianus Meilala. Komisioner Ombudsman RI Adrianus Meliala. Ia mengkritisi wacana penutupan jalan di Tanah Abang untuk mengakomodasi 400 pedagang kaki lima. Jika penutupan tersebut dilakukan, kata Adrianus, Pemprov wajib mengubah peraturan perundang-undangan terkait yang ada.
Karena menurutnya, jalur pedestrian itu hanya boleh diperuntukkan bagi pejalan kaki. Ia pun mempertanyakan konsep penutupan yang rencananya untuk mengintegrasikan PKL, pejalan kaki, dan komuter itu.
Tak hanya dari para pejabat negara yang menilai kebijakan itu melanggar aturan. Suara masyarakat pun juga merasa dirugikan atas itu.
Misalnya, masyarakat di sekitar wilayah itu harus memutar lebih jauh lagi. Juga pedagang yang dulunya telah ditata harus kehilangan keuntungannya karena PKL membludak di jalan.
Tak hanya itu, pendapatan sopir angkot juga turun drastis karena harus kehilangan penumpang. Terakhir mereka demonstrasi di depan Kantor Gubernur DKI Jakarta untuk memprotes kebijakan tersebut.
Telah banyak kerugian dari kebijakan yang sungguh tak bijak dari Gubernur DKI Jakarta. Kini, sebaiknya Anies-Sandi segera memikirkan ulang caranya menata kota.
Dari apa yang dilakukan oleh Anies-Sandi itu tampak bila dirinya sebenarnya hanya berpihak kepada pihak-pihak tertentu saja. Klaimnya bahwa ia memperjuangkan keberpihakkan pada kelas menengah ke bawah hanyalah isapan jempol belaka.
Begitulah kisah dari Gubernur yang menang dengan cara kurang cerdas dan memanfaatkan isu SARA. Dan, memerintah hanya dengan tata kata, bukan tata kota. Sungguh malangnya kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H