Mohon tunggu...
Demi Nawipa
Demi Nawipa Mohon Tunggu... -

Menuntut ilmu ke Jogja untuk membangun Papua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Katong Samua Basudara

1 April 2015   11:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:41 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

69 tahun lebih sudah bangsa ini merdeka, namun bukannya semakin padu kini bangsa Indonesia justru telah kehilangan persatuan dan kesatuannya yang telah dibangun oleh para pejuang kemerdekaan bangsa ini dengan pertumpahan darah. Semangat kebhinekaan kita kini hanyalah sebatas semboyan belaka tanpa dimaknai sedikitpun oleh masyarakat. Semangat perjuangan kemerdekaan yang dulu merupakan cita-cita bangsa ini, kini hanya menjadi sebuah khayalan semata karena tertutupi oleh semangat kedaerahan dan ekslusivisme kelompok.

Berbagai kata dan pikiran yang justru menimbulkan kesenjangan antarkelompok di Indonesia sudah menjadi hal yang secara lumrah terdengar dan sayangnya justru dilakukan oleh generasi muda Indonesia baik secara sadar maupun tidak sadar.Katong Samua Basudara

Perbedaan yang konon disebut sebagai pluralitas adalah kekayaan bagi bangsa Indonesia namun, kini justru seolah ingin dihilangkan dari Indonesia. Masyarakat tidak menyadari bahwa ketika zaman penjajahan, masyarakat tidak mampu merdeka karena masih membawa semangat kedaerahan, namun setelah memahami bahwa bangsa Indonesia adalah satu dengan segala perbedaannya maka kita terbebas dari belenggu. Namun, mengapa malah pluralitas yang kini memicu terjadinya berbagai konflik di Indonesia?? Tidak sedikit konflik yang terjadi dengan dasar perbedaan SARA.

Pengrusakan tempat ibadah, konflik antarsuku dan lain sebagainya terjadi di hampir setiap daerah di Indonesia. Apa yang menjadi dasar pecahnya konflik tersebut? Apakah atas dasar kebenaran kelompoknya? Jika memang itu yang terjadi maka sangat disayangkan, karena seharusnya kita bangga dengan keberagaman bangsa ini. Apakah kita mau menjadi perusak bangsa ini dengan ucapan dan tindakan yang dilayangkan kepada suku atau ras tertentu? Tentu saja tidak.

Oleh karena itu, kita harus memahami pluralitas sebagai sebuah anugerah yang dapat menghancurkan tembok eksklusivisme yang selama ini telah secara tidak sengaja dibangun oleh berbagai kelompok di Indonesia.

Ekslusivisme yang telah terbentuk di tiap hati kelompok-kelompok inilah yang dapat menimbulkan konflik, seperti yang baru saja terjadi di Yogyakarta antara kelompok Papua dan Maluku. Mengapa hal tersebut terjadi? Bukankah kita semua bersaudara dari tanah air Indonesia? Untuk menyelesaikannya kita tentu harus menyadari adanya pluralitas di Negara yang kita cintai ini.

Bagaimana cara meredam atau bahkan menghancurkan ekslusivisme tersebut? Tentu saja dengan menjalin komunikasi yang baik dan harmonis antar masyarakat, membuka diri untuk berinteraksi dengan masyarakat lain, jangan memandang perbedaan yang ada melainkan persamaan bahwa kita semua adalah manusia yang lahir dan hidup sebagai warga Indonesia, dan harus menanamkan dalam hati bahwa kita semua adalah saudara.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun