Mohon tunggu...
Demelia Wulandari
Demelia Wulandari Mohon Tunggu... Akuntan - Fakultas Ekonomi dan Bisnis Prodi Akuntansi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 20170420156

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Prodi Akuntansi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 20170420156

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengubah Persepsi yang Salah Tentang Wakaf, Wakaf Tidak Harus Tanah dan Bangunan! Wakaf Produktif Jadi Solusi

26 Mei 2019   13:28 Diperbarui: 26 Mei 2019   13:39 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sedangkan dalam berwakaf kita bisa memilih untuk memberikan wakaf apapun. Tidak terbelenggu dengan teknis-teknis seperti zakat. Penyalurannya dan pemanfaatnya bisa kesiapa saja dan dalam bentuk apapun. Bisa saja wakaf jembatan, sumur, mobil ambulance, dan uang yang akan digunakan untuk manjadi kekuatan ekonomi yang menyejahterakan dan memberdayakan umat.

Sekarang sudah banyak unit usaha yang bergerak dalam bidang wakaf dan kemanusiaan, contohnya saja ACT. ACT ( Aksi Cepat Tanggap) yaitu organisasi nirlaba profesional yang memfokuskan kerja-kerja kemanusiaan pada penanggulangan bencana mulai fase darurat sampai dengan fase pemulihan paska bencana atau sebuah lembaga kemanusiaan global, dengan jangkauan aktivitas yang lebih luas. ACT ini juga melayani wakaf produktif atau wakaf tunai, yaitu melalui Global Wakaf. Wakaf tunai adalah wakaf yang dilakukan seseorang, suatu kelompok, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai, termasuk dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga, seperti saham dan cek.

Sejumlah ulama membolehkan wakaf tunai. Namun, ada juga ulama yang tidak sependapat kebolehan wakaf tunai, pendapat yang lebih mendekati kebenaran adalah pendapat yang membolehkan wakaf tunai, karena lebih dekat kemaslahatan umat.

Berikut perbedaan pendapat para ulama terkait wakaf tunai. Perbedaan ulama tersebut teringkas dalam dua pendapat berikut:

Pendapat Pertama: Wakaf tunai hukumnya tidak boleh. Ini pendapat Ibnu Abidin dari Hanafiyah dan madzhab Syafi’i. (Abu Bakar al-Husaini, Kifayat al-Akhyar, 412)

Ibnu Abidin berkata: “ Wakaf tunai (dengan dirham) merupakan kebiasaan yang berlaku di masyarakat Romawi, bukan dalam masyarakat kita. Begitu juga wakaf kapak dan pisau pernah berlaku pada zaman terdahulu, tetapi tidak lagi pernah terdengar pada zaman kita. Untuk itu, tidak sah kalau diterapkan sekarang, seandainya-pun ada, maka sangat jarang terjadi dan itu tidak dianggap. (Sebagaimana diketahui) bahwa yang dijadikan standar adalah kebiasaan masyarakat yang sudah menyebar.“ (Hasyiatu Ibni Abidin: 3/375)

Mereka mempunyai dua alasan, yaitu pertama, uang zatnya bisa habis dengan sekali pakai. Uang hanya bisa dimanfaatkan dan dibelanjakan sehingga bendanya lenyap. Padahal inti dari wakaf adalah harta yang tetap. Oleh karena itu, ada persyaratan agar benda yang diwakafkan harus tahan lama dan tidak habis ketika dipakai. Dan yang kedua, uang diciptakan sebagai alat tukar, bukan untuk ditarik manfaatnya dengan mempersewakan zatnya

Pendapat Kedua: Wakaf tunai hukumnya boleh. Ini adalah pendapat Imam Zuhri, seorang ahli hadist, Muhammad bin Abdullah Al-Anshari, murid dari Zufar, sahabat Abu Hanifah, ini juga pendapat sebagian ulama mutaakhirin dari kalangan Hanafiyah dan sebagian ulama dari kalangan Syafii, sebagaimana disebutkan Mawardi dalam kitab al-Hawi al-Kabir, bahwa Abu Tsaur meriwayatkan hal itu dari Imam Syafi’i.

Dari dua pendapat di atas, maka pendapat yang lebih mendekati kebenaran adalah pendapat yang mengatakan wakaf tunai hukumnya boleh, karena tujuan disyariatkan wakaf adalah menahan pokoknya dan menyebarkan manfaat darinya. Dan wakaf uang yang dimaksud bukanlah dzat uangnya tapi nilainya, sehingga bisa diganti dengan uang lainnya, selama nilainya sama. Kebolehan wakaf tunai ini telah ditetapkan pada konferensi ke- 15, Majma’ al-Fiqh al-Islami OKI, No : 140 , di Mascot, Oman, pada tanggal 14-19 Muharram 1425 H/ 6-11 Maret 2004 M. Selain itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah mengeluarkan fatwa kebolehan wakaf tunai, pada tanggal 11 Mei 2002. Wakaf Tunai juga sudah dituangkan dalam Peraturan Menteri Agama No. 4/ 2009 dan dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2004 diatur dalam pasal 28 sampai pasal 31.

Wawancara di Kantor ACT Yogyakarta
Wawancara di Kantor ACT Yogyakarta

Menurut Haris sebagai programmer kantor ACT di Yogyakarta juga mengatakan bahwa wakaf itu tidak harus berupa lahan atau tanah. Bisa juga berupa uang maupun kecil atau besar jumlahnya. Dari Rp 20.000 saja sudah bisa berwakaf, kita bisa mengajak teman-teman lain untuk berwakaf. Misalnya berwakaf untuk membuat sebuah sumur. Nantinya sumur itu dipergunakan bagi masyarakat Gunung Kidul, karena wilayah tersebut sering mengalami kekeringan. Jadi seberapa pun seseorang berwakaf sangat berarti untuk amal jariyahnya nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun