Terselip arogansi institusi negara, tatkala Haris Azhar dilaporkan ke Bareskrim oleh TNI, BNN dan kemungkinan Polri, buntut dari pengakuan Freddy Budiman yang dipublikasikan oleh aktivis Kontras ini.
Tulisan Haris sebenarnya bukan rahasia umum bagi masyarakat, tapi sebuah realitas. Namun menjadi ramai karena di klaim berdasarkan pengakuan seorang gembong narkoba kelas kakap yang terkenal licin.Â
Kapolri menganggap hal tersebut wajar karena informasi yang bersifat prematur ini merugikan institusi pelapor. Kapolri sendiri meragukan kredibiltas Freddy sebagai sumber informasi karena beberapa kasus pidana yang ia lakukan. (Sumber Tempo)Â
Berarti bisa disimpulkan petinggi negara  ini mungkin menganggap Freddy sedang berhalusinasi,  sebagai dampak/efek samping dari narkoba yang selama ini ia gunakan. Meski di akhir hayatnya Freddy terlihat lebih gamis dari sebelumnya,namun tampaknya belum mampu meyakinkan polisi bahwa ia telah bertaubat.Â
Tidak sedikit juga yang berpendapat Haris hanya sekedar mencari sensasi, karena tak bisa membuktikan keabsahan bahwa tulisannya otentik pengakuan Freddy dan mampu membeberkan bukti tentang siapa oknum yang terlibat. Â Ya harusnya TNI Polri bersikap biasa menanggapi pernyataan Haris, jika ia tidak bisa mengungkap siapa oknum yang dimaksud, penghakiman publik akan datang padanya sebagai orang yang hanya mencari popularitas tanpa harus membuatnya menjadi pesakitan/tersangka.
Pastinya Haris sadar akan segala konsekuensi yang akan ia hadapi, Â mudah mudahan ia telah menyiapkan penangkalnya. Apalagi jika Haris ternyata menyimpan bukti, Â namun sengaja tidak mengungkapnya ke publik hingga waktu yang tepat. Tentu ini menjadi kejutan besar bagi masyarakat.Â
Saya sendiri sudah lama mendengar kisah yang mirip seperti itu, disampaikan oleh pengedar dan kini menjadi rohaniawan. Oh ya,  apakah mereka yang telah bertobat dan memberi kesaksian di rumah ibadah  juga bisa dijerat karena mencemarkan nama baik institusi negara?Â
Sekali lagi ini sebuah realitas, seperti orang (maaf) Â buang angin, terasa baunya namun jika dikeramaian sulit dibuktikan siapa orangnya. Â Sikap arogansi ini akan membuat orang takut bersuara. Rakyat tahu, Â tapi jangan suruh rakyat yang membuktikan, Â karena rakyat tidak memiliki kuasa dan senjata. Â Bukankah hukum sekarang menjadi milik mereka yang paham hukum dan gemar mengkriminalisasi, dan menjadi alat pertahanan diri?Â
Ini PR besar pemerintahan Jokowi. Â Berita pemberantasan kasus narkoba hanyalah sebuah kisah puncak gunung es, yang mana akarnya sebenarnya jauh lebih besar. Jadi jangan terlalu gembira mendengar berita pemberantasan narkoba disana sini. Â Ibarat permainan catur, mereka yang ditangkap hanya pion, ungkap siapa mastermind yang sebenarnya. Karena ini dapat menjadi momentum intropeksi diri,perlu untuk disikapi dengan jujur. Â
Bila perlu  di adakan tes urine massal,  mulai dari prajurit hingga jenderal.  Namun di awasi lembaga independen dan di ungkap secara terbuka. Itu baru namanya revolusi mental!Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H