[caption caption="KPU"][/caption]Sulit untuk mengatakan bahwa t idak ada upaya sistematis menjegal Ahok agar bisa maju dalam Pilgub DKI Jakarta pada tahun 2017 mendatang . Mulai dari syarat penambahan persentasi suara jalur independen, hingga yang teranyar, ulah KPU “hampir” menerapkan aturan lembar dukungan bermeterai 6000 untuk setiap calon pemilih. KPU coba bermain api, namun nyalinya ciut ketika uji publik dilakukan, mayoritas masyarakat tidak setuju dengan manuver KPU tersebut.
Insiden meterai 6000 ini membuktikan wajah KPU Indonesia yang tidak netral, sangat mengganggu nurani dan nalar politik rakyat. Saya tidak ingin terjebak dalam fanatisme sempit bahwa Ahok selalu benar dan yang menjadi lawan Ahok selalu salah, namun tidak konsistennya KPU dalam menerapkan aturan menjadi indikasi nyata bahwa KPU memang bermain politik dan tidak kredibel mengurus masa depan bangsa ini. Terlalu naif jika KPU beralasan bahwa mereka sedang memperbaiki aturan , kog waktunya last minute dan kenapa baru sekarang di saat orang tengah berjuang mati-matian untuk mengumpulkan dukungan?
Bisa dipastikan, para pengikut setia Ahok akan golput jika KPU berani menerapkan aturan neyeleneh ini . Nyeleneh karena belum apa-apa seorang calon independen untuk wilayah DKI sudah mengeluarkan uang 6 milyar. Tentu ini akan memperbesar kemungkinan kepala daerah untuk korupsi karena biaya politik yang terlalu tinggi dan tidak sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi. Seandainya pendukung Ahok golput, sangat tragis jika nasib pilkada ibukota Indonesia sama seperti Pilkada Medan, yang melahirkan pemimpin dengan legitimasi rendah karena persentasi pemilih kurang dari 30 %. Harusnya KPU bisa melihat euforia perubahan yang di inginkan rakyat yang menginginkan lahirnya pemimpin yang bebas dari kepentingan sekelompok elit politik tertentu. Terlalu mahal harga yang harus dibayar jika KPU berani melawan arus dengan ikut berpolitik praktis.
Walau insiden meterai 6000 ini masih coba-coba, namun harus dicermati secara serius, bahwa KPU kita sedang ber masalah, dan kita perlu siaga 1 mengawal proses berdemokrasi agar panitia penyelenggara pemilu ini bisa jujur dan adil dalam melaksanakan tugasnya. Sekali lagi, ini ancaman serius bagi demokrasi kita! Oknum di KPU bisa menghancurkan kredibilitas lembaganya. Jangan sampai KPU bernasib sama seperti BPK RI, yang diragukan kinerjanya karena kasus Panama Papersnya sang ketua, apalagi ia seorang politisi yang semakin menambah kecurigaan publik padanya.
KPU perlu disehatkan, supaya tidak ada lagi kepala daerah pecandu narkoba yang bisa lolos verifkasi dan menjadi pemimpin daerah. Atau bisa dibeli oleh calon kepala daerah dan calon anggota legislatif berduit untuk meloloskannya menjadi orang yang akan diciduk KPK dikemudian hari. Apalagi mengutak-atik aturan main yang menutup pintu hak politik orang yang ingin bertanding melalui jalur perseorangandi seluruh Indonesia. Bayangkan orang setenar Ahok (yang se Indonesia kenal dia karena tiap hari nongol di TV) pun sudah pasrah jika aturan nyeleneh itu diberlakukan.
Bagi saya, lembaga KPU harus diselamatkan, jika kita ingin melihat hasil pemilu yang lebih baik di masa mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H